Anneila Firza Kadriyanti

Pengamat komunikasi politik gender; founder dan pegiat literasi digital Mari Melek Media; feminist blogger.

Toxic Masculinity Jelang Pemilu 2024, Awas Gagal Paham dan Salah Pilih

Anneila Firza Kadriyanti Minggu, 24 September 2023
Ilustrasi toxic masculinity jelang Pemilu 2024. Kurangnya sosok pemimpin atau politisi perempuan, siapa yang bela kepentingannya kita?
Ilustrasi toxic masculinity jelang Pemilu 2024. Kurangnya sosok pemimpin atau politisi perempuan, siapa yang bela kepentingannya kita? smartboy10

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Dukungan partai tersebut tampak dalam bentuk sokongan terhadap figur-figur pemimpin perempuan seperti Jacinda Ardern, Theresa May, bahkan menjadikan Sanna Marin sebagai perdana menteri termuda pertama di Finlandia, dan juga seluruh dunia, pada saat pelantikannya.

Konstitusi negara menjamin keikutsertaan perempuan dalam berpolitik, serta usaha untuk berkomitmen terhadap agenda global yang mendukung kesetaraan perempuan di berbagai area (termasuk dalam bidang politik dan pengambilan keputusan) lewat The Beijing Declaration and the Platform for Action 1995.

Demokrasi dan pembangunan tidak akan berjalan baik tanpa representasi perempuan yang memadai.

Oleh karenanya, keterwakilan dan kepemimpinan perempuan dalam politik sudah begitu mendesak.

Begitu banyak kebutuhan dan kepentingan perempuan yang selama ini belum diakomodasi dengan baik oleh lembaga-lembaga formal bentukan negara.

Representasi perempuan di bidang politik bukan sekedar ikhtiar untuk mengedepankan kepentingan dan kebutuhan perempuan.

Lebih dari itu, kepemimpinan perempuan telah terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan sosial, pemerataan layanan kesehatan, dan kesetaraan dalam memperoleh pendidikan (Devicienti et al, 2016).

Sebab gaya kepemimpinan perempuan kerap lebih mengutamakan inovasi, kolaborasi, dan interaktif yang menjadikan pembuatan kebijakan publik dan pengambilan keputusan oleh perempuan adalah untuk mengedepankan kepentingan bersama yang tidak bias gender.

Baca Juga: Menyambut Pemilu 2024, Mengapa Begitu Susah Memilih Perempuan?

Toxic Masculinity dalam Sistem Politik Indonesia