National Geographic Indonesia Gelar Sisir Pesisir untuk Tahu Potensi dan Ancaman Pesisir Indonesia

Rizka Rachmania - Jumat, 21 Juli 2023
FGD Sisir Pesisir yang diadakan National Geographic Indonesia pada Kamis, 13 Juli 2023, di Jakarta. Diskusi Sisir Pesisir ini dihadiri beberapa peneliti dari lembaga riset serta berbagai penggiat komunitas yang terkait dengan bidang kelautan dan pesisir.
FGD Sisir Pesisir yang diadakan National Geographic Indonesia pada Kamis, 13 Juli 2023, di Jakarta. Diskusi Sisir Pesisir ini dihadiri beberapa peneliti dari lembaga riset serta berbagai penggiat komunitas yang terkait dengan bidang kelautan dan pesisir. Warsono

Sangat penting bahwa setelah kegiatan Sisir Pesisir nanti selesai, masyarakat setempat bisa terus melanjutkan program pemantauan terumbu karang di pesisir mereka dan terus menjaga ekosistem tersebut.

"National Geographic Indonesia sebagai media bisa menyuarakan itu. Jadi bagaimana proses itu bisa terus berlanjut," tegas Frensly.

Budi Prabowo, peneliti perikanan terumbu karang dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB University (PKSPL IPB), juga siap mendukung prgram Sisir Pesisir ini. Dia menjelaskan gambar sekilas bahwa kondisi berbagai wilayah pesisir dan masyarakat pesisir di Indonesia itu unik dan punya isu yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, kondisi pesisir di Pulau Mandangin, Madura. "Pulau Mandangin ini sangat terdampak sekali sama kegiatan pesisir masyarakatnya yang doyan coral mining (penambangan karang), sand mining (penambangan pasir), setelah itu buang sampah," tutur Budi.

Kegiatan penambangan serta sampah telah merusak banyak terumbu karang di Pulau Mandangin. "Cuma anehnya pada saat kami assess untuk kondisi ekologinya, populasi ikan terumbunya cukup banyak," ujar Budi. "Ternyata kondisi populasi ikannya cukup tinggi di lokasi yang serusak ini."

Di pesisir lain, misalnya pesisir Pekalongan, masalah atau isu yang muncul beda lagi. Di sana isu yang sedang dihadapi adalah tenggelamnya wilayah pesisir mereka.

Meski wilayah pesisir mereka telah atau akan tenggelam, orang-orang Pekalongan tetap bertahan di sana.

"Karena benar-benar di wilayah Pekalongan ini salah satu mata pencahariannya sangat bergantung pada perekonomian pesisir, entah perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan lainnya," ucap Budi.

Muhammad Abrar, Peneliti Senior Bio-Ekologi Terumbu Karang di Pusat Penelitian Oseanografi BRIN, mengatakan pentingnya membangun jaringan agar bisa mendapatkan banyak data dalam kegiatan pemantauan atau survei terumbu karang di berbagai pesisir di Indonesia.

Baca Juga: Ini Dia 3 Rekomendasi Film Dokumenter National Geographic di Disney+ Hotstar

Abrar memberi coontoh kegiatan pemantauan karang yang pernah dilakukan oleh Yayasan Reef Check Indonesia pada tahun 2016. Mereka menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP) dan juga dibantu oleh para peneliti BRIN (dulu LIPI). Selain itu, mereka juga melibatkan peran komunitas atau masyarakat setempat.

"Di 2016 ini dengan membangun networking itu, yang melaporkannya cukup banyak. Ini rata-rata dilakukan oleh divers (penyelam), oleh orang-orang yang snorkeling, oleh penumpang boat. Jadi cukup banyak data yang terkumpul karena banyak yang melaporkan dan hampir di seluruh perairan Indonesia," papar Abrar.

"Mungkin kekuatan ini yang saya kira Sisir Pesisir akan bangun nanti. Saya kira ini sangat bagus sekali. Yang penting bagaimana membangun jejaringnya ke depan," tegasnya.

"Dengan Indonesa yang begitu luas," ucap Abrar, "tapi dengan kekuatan citizen scientific tadi, data-datanya bisa dikumpulkan bersama."

Yaya Ihya Ulumuddin, Peneliti Ahli Madya Bidang Ekologi Mangrove di Pusat Penelitian Oseanografi BRIN, menjelaskan bahwa ekosistem pesisir "tidak hanya terumbu karang, ada lamun dan mangrove juga sebenarnya."

Banyak spesies mangrove di Indonesia yang belum teridentifikasi dan terdata. "Mungkin yang di Jawa sudah terdata semua, tapi bagaimana dengan yang di Papua?" tanya Yaya retoris.

"Di Merauke, saya pernah menemukan satu jenis mangrove yang belum pernah saya lihat di mana pun," tutur Yaya.

Yaya mengatakan, berdasarkan data historis, banyak ekosistem mangrove di Indonesia yang rusak bahkan tegusur akibat aktivtas manusia. Mulai dari pembukaan lahan untuk permukiman, pertambangan, hingga kemudian perkebunan sawit. Jadi, mangrove dan ekosistem pesisirnya ini sangat terpengaruh oleh pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas mereka.

"Terakhir, luas mangrove kita itu sekitar 3,3 juta hektare," kata Yaya. Keberadaan vegetasi mangrove ini perlu kita lindungi karena ekosistem mangrove memberikan jasa yang besar bagi kehidupan manusia. Mulai dari mencegah abrasi, mencegah bencana alam seperti banjir rob, tempat satwa laut hidup dan berkembang biak, hingga menyerap karbon di udara.

Selain itu, mangrove juga bisa dimanfaatkan untuk ekowisata dan dijadikan arang. "Arang mangrove itu adalah salah satu arang yang paling baik di dunia," ucap Yaya. "Aang mangrove itu sangat panas, tahan lama, dan wanginya juga enak."

"Ada praktik pemanfaatan arang mangrove yang sustain (berkelanjutan) di Malaysia. Itu nama tempatnya Matang Forest. Mereka mengelola mangrove itu sangat baik dengan tujuan untuk menghasilkan arang," jelas Yaya.

Berbagai wilayah pesisir di Indonesia tentu punya potensi sekaligus tantangannya tersendiri. Hal inilah yang perlu dilihat dan dianalisis lewat program Sisir Pesisir untuk meningkatkan kelestarian alamnya serta menyejahterakan penduduk pesisirnya.

Untuk mencapai tujuan ini, Didi Kaspi Kasim menegaskan pentingnya kolaborasi. "Harus berkolaborasi. Enggak bisa bekerja dari sudut pandang media saja, karena kita tidak punya kapabilitasnya dan jangkauan kami terlalu kecil kalau bekerja sendiri."

Agung Ramos, Manager Divers Clean Action, mengatakan komunitasnya siap terlibat dalam program Sisir Pesisir ini. Agung bilang Divers Clean Action juga punya platform citizen science yang bergerak di bidang pengumpulan sampah laut. "Semua orang bisa akses, semua orang mengambil data di situ, dan semua orang bisa memasukkan data."

Menurut Agung, "Citizen science untuk Indonesia yang berbentuk kepulauan dan sangat luas itu sangat oke. Cukup mempercepat dalam pengambilan data."

Divers Clean Action juga punya jaringan pemuda dari seluruh provinsi Indonesia yang merupakan alumni dari program lokakarya yang pernah mereka selenggarakan.

"Jadi, kalau misalnya kita punya program (Sisir Pesisir) yang ke depannya mau di beberapa wilayah, nanti kami mungkin bisa bantu. Ada alumni program kami, jadi nanti kita bisa ajak bareng kolaborasi untuk pengambilan data," tutur Agung.

Dalam acara Sisir Pesisir ini, hadir pula perwakilan dari komunitas Sea Sodier, Beach Clean Up, Fisheries Diving Club, serta Stand Up Paddle Indonesia. Mereka semua menyambut baik ide ini dan siap berkolaborasi dalam program Sisir Pesisir yang sedang digagas oleh National Geographic Indonesia ini.

Baca Juga: Srikandi untuk Negeri, Program Persembahan Female Media Grid Network bagi Perempuan Penggerak Perubahan

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania