Menyambut Pemilu 2024, Mengapa Begitu Susah Memilih Perempuan?

Anneila Firza Kadriyanti - Sabtu, 13 Mei 2023
Menuju pengumuman bacaleg, apakah kuota minimum representasi perempuan di parlemen akan terpenuhi?
Menuju pengumuman bacaleg, apakah kuota minimum representasi perempuan di parlemen akan terpenuhi? runeer

Sayang ketiga partai ini tidak lolos parliamentary threshold, sehingga tidak berhasil menempatkan caleg perempuannya di parlemen.

Ini menunjukkan bahwa dukungan terhadap representasi perempuan untuk diajukan sebagai bacaleg dari partai politik sebenarnya sangat tergantung pada political will para elit partai.

Selama ini yang kerap dikumandangkan oleh pengurus partai adalah tentang susahnya mencari bacaleg perempuan yang mumpuni demi memenuhi minimum kuota 30% (White & Aspinall, 2019).

Padahal jumlah perempuan yang bisa direkrut menjadi bacaleg banyak.

Alasan tersebut sungguh tak masuk akal mengingat populasi perempuan dewasa yang telah punya hak politik di negara ini mencapai 103 juta orang, sementara populasi laki-laki dewasa yang punya hak politik hanya 102 juta orang (KPU, 2023).

Mustahil tak bisa menemukan bacaleg perempuan di antara populasi yang bahkan jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki!

Sulitnya Partai Mendukung Perempuan

Beragam studi menunjukkan rendahnya keterpilihan perempuan dalam politik disebabkan oleh hambatan kultural, seperti kuatnya budaya patriarki (Lovenduski, 2005) dan pengaruh ajaran agama (Rohman, 2013; Bakri, 2020) yang membentuk bias gender para pemilih terhadap politisi perempuan (Ballington et al, 2012; van der Pas et al, 2022).

Hambatan kultural ini menyebabkan partai politik tak berani melakukan langkah besar untuk mendobrak prasangka terhadap kemampuan berpolitik perempuan.

Baca Juga: Membenahi Perekrutan Partai untuk Memperjuangkan Kepentingan Perempuan