Tujuan Terkait

Hari Buruh, 6 Masalah Pekerja Perempuan yang Masih Jadi Catatan

Linda Fitria - Senin, 1 Mei 2023
Foto buruh melakukan aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2019 di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu (1/5/2019).
Foto buruh melakukan aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2019 di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu (1/5/2019). KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sedangkan sektor informal banyak ditempati perempuan sehingga mereka hanya bisa bekerja paruh waktu.

Hal ini jadi masalah karena akhirnya buruh perempuan di sektor informal mendapat upah rendah dan tanpa perlindungan sosial serta hak normatif tenaga kerja.

2. Diskriminasi buruh perempuan

Menurut Siti Aminah, salah satu bentuk diskriminasi yang diterima buruh perempuan adalah soal upah.

"Diskriminasi terhadap perempuan masih terus terjadi, di antaranya rata-rata upah buruh laki-laki sebesar Rp3,33 juta per bulan, sedangkan buruh perempuan sebesar Rp2,59 juta."

"Hal ini menunjukkan bayaran diberikan lebih mahal kepada laki laki daripada perempuan," terang Siti Aminah melalui pesan singkat.

3. Pelanggaran hak maternitas

Selain itu, masih banyak pelanggaran atas hak maternitas yang dialami buruh perempuan. Padahal hak tersebut diatur dalam undang-undang.

"Masih banyak pula perusahaan yang belum mengakomodir hak kesehatan reproduksi perempuan, misalnya pemberian cuti haid, hamil, melahirkan atau gugur kandungan, serta penyediaan sarana laktasi dan tempat penitipan anak," imbuh Siti Aminah.

Baca Juga: Biografi Marsinah, Perempuan Pembela Hak Buruh yang Meninggal Dibunuh

Penulis:
Editor: Linda Fitria

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.