Sebabkan Polusi Plastik, Ini 5 Fakta Bahan Payet Rentan Merusak Lingkungan

Citra Narada Putri - Rabu, 28 Desember 2022
Bahan payet yang terbuat dari plastik ternyata rentan merusak lingkungan.
Bahan payet yang terbuat dari plastik ternyata rentan merusak lingkungan. Daria Sakharova/iStockphoto

Parapuan.co - Belakangan, pakaian dengan material payet atau sequin jadi pilihan banyak orang, terutama bagi mereka yang ingin tampil berkilau di acara pesta. 

Atau bahkan material ini sering sekali digunakan untuk baju kondangan agar terlihat lebih meriah. 

Tapi tahukah Kawan Puan bahwa ternyata material payet atau sequin yang terbuat dari plastik sangat rentan merusak lingkungan? Melansir dari BBC, ini lima hal yang membuat bahan payet bisa sebabkan polusi plastik.

1. Payet Mudah Copot

Salah satu alasan mengapa material ini rentan menyebabkan polusi plastik adalah karena payet atau sequin mudah copot. Sama halnya dengan glitter, payet terbuat dari plastik dengan lapisan reflektif metalik. 

"Karena payet adalah sintetis dan terbuat dari bahan yang hampir pasti mengandung bahan kimia beracun, sehingga dimana pun mereka berada - udara, air, tanah - berpotensi berbahaya," kata Jane Patton, manajer kampanye untuk plastik dan petrokimia di Centre for International Environmental Law.

Payet yang copot akan menyebabkan polusi, yang besar kemungkinan terfragmentasi menjadi potongan-potongan kecil. 

"Mikroplastik adalah masalah besar yang meluas. Karena ukurannya sangat kecil dan mudah dipindahkan, tidak mungkin dibersihkan atau ditampung begitu saja," tambah Jane Patton lagi. 

Para peneliti mengungkapkan tahun ini bahwa mikroplastik bahkan telah ditemukan di salju segar Antartika.

Baca Juga: Zoe Saldana hingga Henry Cavill Pakai Busana Eco-Friendly di Gala Premier AVATAR 2

2. Pakaian Pesta sebagai Busana Sekali Pakai

Payet atau sequin sangat umum digunakan di pakaian pesta atau baju kondangan, yang biasanya yang digunakan sesekali saja. 

Sebuah survei yang dilakukan oleh Badan Amal Oxfam tahun 2019 terhadap 2.000 perempuan Inggris berusia 18 hingga 55 tahun, diketahui bahwa 40 persen di antaranya mengatakan mereka akan membeli pakaian berpayet untuk musim perayaan.

Hanya seperempat yang yakin mereka akan memakainya lagi, dan rata-rata responden mengatakan akan memakai pakaian itu lima kali sebelum membuangnya.

Sementara itu lima persen mengatakan mereka akan memasukkan pakaian tersebut ke tempat sampah setelah mereka selesai menggunakannya, yang membuat Oxfam menghitung bahwa 1,7 juta keping pakaian pesta tahun 2019 akan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Begitu berada di TPA, karena ukurannya yang sangat kecil payet plastik akan tetap berada di tempat tersebut. Bahkan ironisnya lagi, menurut penelitian tersebut limbah cair yang keluar dari TPA juga mengandung mikroplastik. 

Kelompok peneliti pun mengatakan bahwa TPA bukanlah tempat terakhir sampah plastik, tapi justru sumber potensial mikroplastik. 

3. Pakaian Tidak Terjual akan Dibuang

Viola Wohlgemuth, Manajer Ekonomi Sirkular dan Racun untuk Greenpeace Jerman, mengatakan bahwa 40 persen barang yang diproduksi oleh industri pakaian tidak pernah terjual. Pakaian ini pun yang kemudian dikirim ke negara lain dan dibuang. Pakaian yang dihiasi payet, mau tidak mau, termasuk di antara pengiriman ini. 

Baca Juga: Bijak Pilih Pakaian, Ini 4 Serat Sintetis yang Tidak Ramah Lingkungan

"Tidak ada peraturan untuk ekspor limbah tekstil. Ekspor semacam itu disamarkan sebagai tekstil bekas dan dibuang di negara-negara miskin, di mana mereka berakhir di tempat pembuangan sampah atau saluran air, dan mencemari," katanya.

Bahkan menurut penjelasannya, di bawah Konvensi Basel pakaian tidak dilarang sebagai bahan bermasalah seperti jenis limbah lainnya, misalnya limbah elektronik atau plastik.

4. Proses Pembuatan Payet Menyisakan Limbah

Sebagai gambaran, saat membuat payet atau sequin, caranya adalah dengan melubangi lembaran plastik, yang mana biasanya ada sisa yang harus dibuang. 

"Beberapa tahun lalu, beberapa perusahaan mencoba membakar limbah di insinerator mereka. Dan itu menghasilkan asap beracun, dan dewan pengawas polusi negara mengetahuinya dan membuat perusahaan berhenti melakukan itu," kata Jignesh Jagani, pemilik pabrik tekstil di negara bagian Gujarat, India.

Disampaikan olehnya bahwa menangani limbah pakaian seperti payet memang sebuah tantangan.

Salah satu pengembang payet selulosa yang dapat dikomposkan, Elissa Brunato, mengatakan ia mulai dengan membuat lembaran bahan yang kemudian dipotong menjadi payet. Untuk menghindari masalah ini, dia beralih membuat payet dalam cetakan individual.

5. Payet Dilekatkan di Serat Sintetis

Payet umumnya akan dijahit atau dilekatkan pada bahan atau serat sintetis. Menurut Program Lingkungan PBB, sekitar 60 persen bahan yang dibuat menjadi pakaian adalah plastik, seperti poliester atau akrilik. 

Baca Juga: Jangan Disepelekan! Ini Dampak Fast Fashion dan Perilaku Konsumtif Pada Ancaman Limbah Pakaian

Ironisnya, setiap kali pakaian dicuci, mereka melepaskan serat mikroplastik kecil, yang akan masuk ke saluran air hingga berakhir di rantai makanan.

Menurut salah satu perkiraan dari International Union for Conservation of Nature, tekstil sintetis bertanggung jawab atas 35 persen serat mikro yang dilepaskan ke lautan.

George Harding dari Changing Markets Foundation, mengatakan penggunaan payet dan serat plastik oleh industri fesyen (berasal dari minyak atau gas) juga menunjukkan adanya ketergantungan yang mendalam pada industri bahan bakar fosil, untuk bahan baku.

Ia juga menambahkan bahwa produksi pakaian diperkirakan hampir dua kali lipat pada tahun 2030, dibandingkan dengan level tahun 2015. 

Hardiang memprediksi masalahnya kemungkinan besar hanya akan bertambah buruk tanpa intervensi yang signifikan.

(*)

Sumber: BBC
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri

Catat, Ini Cara Mencuci Topi dengan Mesin Tanpa Mengubah Bentuknya