Dr.  Firman Kurniawan S.

Pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org, dan penulis buku Digital Dilemma

Toxic Masculinity dan Pembagian Kerja Berbasis Gender dalam Keluarga

Dr. Firman Kurniawan S. Sabtu, 26 November 2022
Keluarga bisa lebih bahagia tanpa toxic masculinity dan pembagian peran yang rata antara suami istri - ayah ibu.
Keluarga bisa lebih bahagia tanpa toxic masculinity dan pembagian peran yang rata antara suami istri - ayah ibu. Stella_E

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Soal terkait pembagian kerja manusia yang terwariskan hingga hari ini, Marlowe melacaknya dari informasi yang terkumpul berdasar catatan dari populasi pemburu-pengumpul yang tersisa di dunia.

Baca Juga: Simak! Ini 2 Tipe Pembagian Peran dalam Keluarga Setelah Menikah

@cerita_parapuan Hayo ayah-ayah wajib banget denger dan paham nih???? #fyp #bidan #birthstory ♬ Janji Setia - Tiara Andini

Populasi itu misalnya pada Hadza, pemburu-pengumpul yang ada di Tanzania.

Kelompok ini memberi gambaran tentang asal mula pembagian kerja secara seksual.

Laki-laki menjalankan peran sebagai pemburu, sedangkan perempuan sebagai pengumpul.

Namun dalam realitasnya, fenomena umum yang dapat disaksikan hingga hari ini, pola pengaturan peran sangat bervariasi. Ini sangat tergantung pada ruang dan waktunya.

Namun di antara berbagai varisasi itu, terdapat peran generik yang dijalankan laki-laki dan perempuan, keduanya berpasangan untuk menghasilkan keturunan.

Sebatas itu. Sisanya, berupa aktivitas untuk memaksimalkan produktivitas dalam menjaga keutuhan keluarga.

Akibat Ketidaksetaraan Gender dalam Keluarga

Manakala meletakkan spesialisasi peran pengasuhan pada perempuan, Rebecca Sear, 2021 yang menulis opininya melalui, “The Male Breadwinner Nuclear Family is not the ‘Traditional’ Human Family, and Promotion of This Myth May Have Adverse Health Consequences”, mengkhawatirkan keadaan itu.