Sejarah Kain Endek Bali yang Dikenakan Pemimpin Dunia dalam KTT G20

Ratu Monita - Kamis, 17 November 2022
Presiden Joko Widodo, Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping dan Madam Peng Liyuan, mengenakan kain wastra nusantara.
Presiden Joko Widodo, Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping dan Madam Peng Liyuan, mengenakan kain wastra nusantara. Dok. Biro Pers, Media & Informasi Sekretariat Presiden

Parapuan.co - Gelaran jamuan makan malam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan pada Selasa (15/11/2022) di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali berhasil menyita perhatian publik. 

Momen tersebut pun menjadi ajang bagi budaya Indonesia, khususnya Bali untuk mendunia. 

Hal ini terlihat dari sejumlah kepala negara yang menghadiri jamuan makan malam dari KTT G20 itu mengenakan salah satu wastra Bali yakni kain Endek

Lantas, seperti apa sejarah, motif, dan teknik pembuatan dari kain Endek Bali?

Melansir dari laman Kompas.com, berikut ini ulasan mengenai kain wastra Indonesia asal Bali ini. 

Sejarah Kain Endek

Kata endek sendiri berasal dari kata gendekan atau ngendek yang artinya diam atau tetap, tidak berubah warna.

Makna tersebut berkaitan dengan proses pembuatan motif endek yakni dengan cara diikat, lalu saat dicelup, benang yang diikat warnanya tetap atau tidak berubah.

Kain Endek Bali ini telah dikenal sejak abad ke-16 dengan keunikannya berupa warna-warna alami yang berasal dari tumbuhan. 

Baca Juga: Didampingi Iriana Jokowi, Pendamping Pemimpin G20 Belajar Kreasi Tas dan Topi dari Daun Lontar

Pembuatan kain Endek ini bisa dijumpai di sejumlah wilayah di Bali, seperti Kebupaten Karangasem, Klungkung, Buleleng, dan Denpasar. 

Hal yang membedakannya dengan kain batik adalah kain Endek boleh dipakai oleh masyarakat umum tanpa ada aturan pemakaian khusus. 

Motif Kain Endek

Masing-masing daerah di Pulau Bali memiliki motif dan ciri khas kain Endek tersendiri.

Sebagai contoh, daerah Karangasem memiliki motif Endek Sidemen, lalu daerah Tenganan mempunyai kain berwarna cokelat tanah. 

Sedangkan kawasan Pulau Nusa Penida memiliki warna kain yang cerah. 

Sementara untuk motif, kain Endek umumnya bertemakan flora, fauna, dan pemandangan. 

Kain Endek dapat digunakan untuk pakaian, atasan, bawahan atau tas, selama motifnya tidak dianggap suci seperti motif Dewa atau huruf-huruf suci.

Akan tetapi, motif suci sendiri juga jarang ditemukan, karena biasanya pengrajin hanya membuatnya saat ada pesanan khusus untuk dipajang atau digunakan di tempat suci.

Baca Juga: Dorong Pemulihan Ekonomi yang Inklusif, B20 Summit Rilis B20 Communique

Teknik Pembuatan Kain Endek

Proses pembuatan kain Endek Bali terbilang sulit dan membutuhkan waktu yang panjang karena dikerjakan dengan tangan. 

Pembuatannya diawali dengan pemintalan benang, kemudian pembuatan motif dengan mengikat benang menggunakan tali rafia.

Kemudian, benang-benang tersebut dicelupkan ke dalam zat pewarna.

Proses pencelupan ini bisa dilakukan berkali-kali, sesuai banyaknya warna yang akan digunakan pada motif kain.

Selanjutnya, angkat dan keringkan benang, dan memisahkannya sesuai pola. Lalu, benang ditenun menggunakan alat tenun, bukan mesin.

Teknik ikat yang berkembang di Bali adalah teknik single ikat di benang pakan, dan dobel ikat di kedua benang pakan dan lungsi.

Untuk membuat satu kain Endek ini akan membutuhkan waktu sekitar satu bulan.

Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, masyarakat Bali mulai menerapkan teknik pembuatan motif dengan airbrush dan waktu pembuatan kain dapat dipersingkat, sehingga lebih efisien.

Proses pembuatan yang rumit dan memakan waktu yang cukup lama ini yang membuat harga dari kain Endek Bali cukup fantastis. 

Baca Juga: Intip Gaya Kim Keon Hee, Ibu Negara Korea Selatan yang Tampil Stylish di KTT G20

(*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Dinia Adrianjara