Ini Kata Nadiem Makarim tentang Pentingnya Melawan Kekerasan Seksual di Kampus

Saras Bening Sumunar - Senin, 24 Oktober 2022
Nadiem Makarim bicara tentang pentingnya melawan kekerasan seksual di kampus.
Nadiem Makarim bicara tentang pentingnya melawan kekerasan seksual di kampus. dok.L'Oréal Indonesia

Parapuan.co - Berdasarkan data Komnas Perempuan, terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari hingga Juli 2021 hingga 2.500 kasus.

Angka ini melampaui catatan pada tahun 2020 yakni 2.400 kasus.

Ironisnya kekerasan seksual di ruang publik juga bisa terjadi di mana saja, termasuk instansi pendidikan, yang selama ini dianggap sebagai lingkungan yang aman.

Berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020 yang dikutip dari Komnas Perempuan, kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan dan 27 persen dari aduan terjadi di universitas.

Laporan pengaduan kekerasan seksual tersebut adalah fenomena gunung es, yang mana masih banyak korban yang belum berani melaporkannya.

Meneguhkan kembali komitmen pemberdayaan perempuan, L'Oréal Paris pun kembali mengajak masyarakat Indonesia untuk berani bersuara melalui kampanye #WeStandUp.

Kali ini L'Oéal Paris bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Narasi, FISIP UI, dan DEMAND mengadakan pelatihan intervensi pencegahan kekerasan seksual dan diskusi publik untuk StandUp Melawan Kekerasan Seksual di Kampus.

Diskusi ini digelar pada Jumat (21/10/2022) di Balai Purnomo Prawiro, Universitas Indonesia dengan menghadirkan pembicara Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Ada pula Najwa Shihab yang merupakan Jurnalis dan Pendiri Narasi, serta Melanie Masriel selaku Chief Corporate Affairs, Engagement & Sustainability L'Oréal Indonesia.

Baca Juga: Pakai Nama Penulis Perempuan Pemenang Kontes, Dreame Lakukan Donasi untuk Korban Kekerasan

Tak hanya itu, Anna Margaret Lumban Gaol, Anggota Komite Penanganan & Pencegahan Kekerasan Seksual FISIP UI, serta Anindya Restuviani, Co-Director of DEMAND juga menjadi pembicara.

Nadiem Makarim menyebutkan bahwa universitas memiliki banyak peran, termasuk menghadirkan lingkungan yang aman dari kekerasan seksual.

“Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang, peran dan fungsi universitas menjadi wadah pembelajaran mahasiswa dan masyarakat, pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pusat kekuatan moral, pengembangan peradaban bangsa, serta melahirkan calon pemimpin bangsa sehingga tidak ada tempat untuk kekerasan seksual di kampus," ungkap Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

Nadiem juga menyebut bahwa adanya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi negeri menjadi bentuk arahan untuk korban kekerasan seksual dalam mencari perlindungan.

"Tentunya, kami menyambut baik dukungan sinergis dari seluruh instansi mulai dari sektor privat, media, universitas dan LSM untuk bersama-sama melawan kekerasan seksual di ruang publik, terutama instansi pendidikan,” sambungnya.

Lebih lanjut Melanie Masriel juga menyebutkan bahwa masih banyak korban kekerasan seksual yang belum berani bicara.

“Isu kekerasan seksual masih menjadi isu nomor satu yang dialami perempuan dan membuat korbannya merasa tidak berharga," ucap Melanie.

Melanie juga mengungkap fakta bahwa 8 dari 10 perempuan pernah mengalami pelecehan di ruang publik dan 91 persen responden tidak tahu harus berbuat apa karena merasa kurangnya pengetahuan.

Baca Juga: Ini 16 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Aturan Baru Kementerian Agama

“Isu kekerasan seksual masih sering dianggap tabu untuk dibahas, tak jarang stigma untuk menyalahkan korban dan situasi yang memungkinkan pelecehan itu terjadi," timpal Najwa Shihab.

"Hal ini yang perlu kita ‘bongkar’ melalui ruang diskusi. Semakin banyak ruang untuk mendiskusikan isu kekerasan seksual, dengan demikian lebih banyak pihak yang mengambil peran dan aksi nyata," tambah Najwa.

Ia juga berharap bahwa agar masyarakat tak lagi menyudutkan korban namun merangkulnya.

"Tidak hanya itu, diperlukan ruang aman yang tidak menyudutkan korban, melainkan merangkul mereka agar tidak merasa sendirian dan tidak berharga,” sambung Najwa Shihab.

Di akhir, Anindya Restuviani mengatakan bahwa ada lima metode intervensi yang bisa dilakukan ketika terjadi kekerasan seksual.

"Metodologi intervensi 5D yakni Dialihkan, Dilaporkan, Dokumentasikan, Ditegur, dan Ditenangkan untuk membantu korban seketika, sehingga merasa aman di ruang publik," kata Anindya Restuviani.

Ia juga berharap agar publik kini lebih aktif dalam membantu korban kekerasan.

"Harapannya melalui diskusi publik ini semakin banyak yang mengambil peran aktif. Jika korban membutuhkan bantuan dapat menghubungi carilayanan.co," pungkasnya.

Kekerasan seksual dapat terjadi di manapun dan kapanpun.

Tetap waspada dan segera laporkan tindakan kekerasan seksual jika terjadi di sekitar Kawan Puan, yah.

Baca Juga: Kemenag Terbitkan Aturan Baru, Bersiul dan Menatap Termasuk Kekerasan Seksual

(*)

Sumber: liputan
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri