Terungkap! Alasan Milenial Sering Jadi 'Kutu Loncat' dan Pindah Pekerjaan

Ardela Nabila - Minggu, 7 Agustus 2022
Alasan milenial sering berganti pekerjaan.
Alasan milenial sering berganti pekerjaan. Overearth

Parapuan.co - Sudah bukan hal baru saat mendengar pekerja milenial gemar pindah kerja dari satu kantor ke kantor lainnya.

Sudah menjadi hal umum pula bagi pekerja di usia 20-an untuk bekerja di tiga sampai empat perusahaan hanya dalam waktu beberapa tahun.

Kawan Puan mungkin salah satu milenial yang sering berpindah pekerjaan atau kamu mungkin pernah melihat orang di sekitarmu yang pindah kantor setiap satu sampai dua tahun sekali.

Meskipun tidak ada yang salah dari menjadi ‘kutu loncat’ atau job hopper seperti yang banyak dilakukan oleh milenial, kebiasaan ini tentu berbeda dengan kebiasaan generasi sebelumnya.

Seperti diketahui, kebanyakan dari pekerja dari generasi baby boomers menghabiskan masa kariernya di satu perusahaan saja.

Ternyata, ada alasan di balik mengapa milenial gemar bertukar pekerjaan dan senang menjadi kutu loncat, lho.

Menurut CMO of Talent Management Solution di Saba, Emily He, banyak milenial suka mengeksplorasi kariernya.

Emily menjelaskan, mereka cenderung memanfaatkan usia muda untuk mencari tahu apa yang benar-benar ingin mereka lakukan dalam kariernya dengan cara mengeksplorasi berbagai industri.

“Dalam lingkungan kerja yang penuh ketidakpastian, secara sosial dan budaya sudah menjadi hal yang wajar bagi mereka untuk mengeksplorasi karier,” ujar Emily, dikutip dari Business News Daily.

Baca Juga: Suka Pindah-Pindah Kerja, Kenali Apa Itu Job Hopping serta Alasannya

Jika perkiraan ini benar adanya, artinya perusahaan harus bisa menerima tingkat pergantian karyawan milenial yang cukup tinggi.

Di sisi lain, Co-Founder dan President of Electronic Discovery and Digital Forensic di DSi, Tom Turner, mengatakan bahwa pekerja Gen Y justru akan bertahan di perusahaan yang sama jika budayanya dianggap sejalan.

“Pekerja milenial ingin merasa mereka merupakan bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada sekadar pekerjaan mereka,” jelasnya.

Turner kemudian melanjutkan, milenial ingin memahami bagaimana posisi mereka saat ini memiliki peran terhadap kesuksesan perusahaan.

Adapun alasan lain di balik banyaknya milenial menjadi ‘kutu loncat’, yakni karena perubahan budaya di kalangan milenial yang lebih menyukai perusahaan dengan tingkat apresiasi tinggi.

“Budayanya juga sudah berubah. Di masa lampau, perusahaan berharap karyawan merasa bersyukur karena bisa mendapatkan pekerjaan, tapi sekarang perusahaanlah yang harus bisa menghargai karyawan mereka,” papar Turner.

Lebih lanjut, Turner menjelaskan bagaimana perusahaan bisa mempertahankan karyawan milenial di perusahaan, yakni dengan cara menunjukkan kepercayaan.

Menurutnya, perusahaan harus mengubah fokusnya dari “berapa lama perusahaan bisa mempertahankan karyawan?” menjadi “apa saja yang bisa kita capai bersama-sama?”.

“Kemudian perkuat hubungan tersebut dengan koneksi, konteks, dan teknologi yang membuat mereka memiliki alasan untuk menghasilkan yang terbaik,” tambah Emily.

Terakhir, mendorong milenial untuk memperluas koneksi di luar perusahaan juga bisa membangun hubungan dan kepercayaan yang lebih dalam antar karyawan dan perusahaan.

“Dengan demikian milenial akan berpikir dua kali sebelum lompat dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya,” tutupnya.

Baca Juga: Ini 5 Kelebihan dari Job-Hopping, Dapat Lingkungan Kerja Lebih Baik?

(*)