Review Film Kartini, Mimpi Perempuan untuk Merdeka dari Tradisi Patriarki

Alessandra Langit - Kamis, 4 Agustus 2022
Review film Kartini (2017), soal kemerdekaan perempuan di tengah tradisi patriarki.
Review film Kartini (2017), soal kemerdekaan perempuan di tengah tradisi patriarki. IMDb

Film ini juga berhasil mengenalkan tradisi kuno Jawa yang mengharuskan perempuan dipingit setelah mendapatkan datang bulan pertama.

Tersiksanya jiwa pemberontak Kartini digambarkan secara nyata lewat ruang-ruang yang sempit dalam film ini.

Hal yang menjadi inspirasi lainnya adalah support system yang kartini dapatkan dari saudara perempuan dan kakaknya, Kartono (Reza Rahadian).

Kepercayaan dan trauma yang dibagi bersama ternyata mendorong Kartono, yang adalah seorang lak-laki, untuk mendukung kebebasan Kartini sebagai perempuan dengan memberikan kunci rumah mereka untuk kabur.

Selain Kartono, dua saudari Kartini yaitu Kardinah dan Roekmini menjadi support system dalam mewujudkan mimpi kesetaraan pendidikan bagi perempuan.

Selain itu, ketiga saudari ini juga bersumpah bahwa mereka tidak akan tunduk dengan sistem pernikahan poligami yang hanya menguntungkan laki-laki.

Bersama-sama, mereka mewujudkan sekolah sederhana yang menjadi awal dari terwujudnya mimpi kesetaraan pendidikan di Indonesia.

Kawan Puan, secara cerita, Hanung Bramantyo memberikan bumbu drama yang emosional di film biografi ini.

Hanung menempatkan penonton pada perspektif perasaan Kartini yang kompleks dan manusiawi.

Secara sinematografi, penggambaran cerita sangat realis, dan dipercantik dengan warna gambar bak lukisan-lukisan era Raden Saleh.

Menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, menyaksikan film Kartini dapat menjadi inspirasi Kawan Puan agar perjuangan kemerdekaan perempuan terus berlipat ganda hingga kini.

Baca Juga: Tak Hanya Kartini, 4 Pahlawan Perempuan Ini Berjasa Bagi Indonesia

(*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria