Apa Itu Crypto Winter, Fenomena yang Diduga Sebabkan Perusahaan Startup Gagal

Arintha Widya - Selasa, 14 Juni 2022
ilustrasi crypto winter
ilustrasi crypto winter guvendemir

Parapuan.co - Berbeda dari 2021 hingga bulan-bulan awal tahun 2022, popularitas kripto tampaknya terus menurun.

Hal tersebut salah satunya terlihat dari semakin anjloknya Bitcoin dalam 18 bulan terakhir.

Mengutip Kompas.com, harga Bitcoin anjlok hingga 12 persen dan mencapai titik terendahnya pada 13 Juni 2022.

Bukan cuma Bitcoin, mata uang kripto lainnya juga merosot, tak terkecuali harga Ethereum (ETH).

Dibandingkan Januari 2021 lalu, ETH terus merosot dan turun ke level terendah sebesar 20 persen.

Melihat penurunan aset kripto yang nyaris bersamaan, wacana tentang crypto winter pun jadi perbincangan hangat di seluruh dunia.

Apa itu crypto winter? Di bawah ini penjelasan lengkapnya seperti dikutip dari Forbes!

Pengertian crypto winter

Crypto winter atau musim dingin kripto secara harfiah merujuk pada harga aset yang tetap rendah untuk waktu yang lama.

Baca Juga: Ramai Dibicarakan, Apa Itu Aset Kripto Terra Luna Coin dan Mengapa Harganya Bisa Anjlok?

Analis meyakini bahwa roda musim dingin bagi aset kripto yang muncul telah bergerak lebih awal di tahun 2022 ini.

CEO DBX Digital Ecosystem, Igor Zakharov menjelaskan, hal itu bisa disebabkan karena gejolak keuangan global sebagai dampak konflik Rusia dan Ukraina.

"Pasar kripto sudah merasakan efek dari peristiwa dunia, terutama konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan gejolak keuangan global," kata Igor Zakharov.

Igor mencatat bahwa inflasi yang tinggi telah mendorong kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, yang notabene merupakan pemain terbesar dalam pasar kripto.

"Ketika TerraUSD dan Luna runtuh dan menggerakkan efek domino di dunia kripto, crypto winter pun dimulai," imbuh Igor.

Disebutkan pula, pasar kripto telah turun drastis sebesar 60 persen sejak November 2021.

Bukan crypto winter pertama

Ternyata, penurunan harga aset kripto beberapa bulan terakhir ini bukan yang pertama kalinya terjadi.

Musim dingin bagi aset kripto pernah terjadi pada Januari 2018 hingga Desember 2020.

Baca Juga: Waspada! Begini Cara Agar Tidak Terlena Investasi Token Kripto Artis

Istilah crypto winter sendiri pertama kali digunakan pada 2018 ketika Bitcoin kehilangan 50 persen kapitalisasi pasar.

Pengalaman dari musim dingin sebelumnya, kejadian saat ini tak berbeda jauh dari apa yang terjadi di pasar uang konvensional.

Dalam jangka panjang, crypto winter akan berdampak pada perusahaan rintisan yang baru dijalankan.

Diungkap oleh pendiri dan CEO Uncommon, Jake Weiner menyebut bahwa musim dingin ini membuat banyak startup baru gagal.

Akan tetapi, justru menghadirkan peluang bagi perusahaan startup papan atas untuk semakin membuktikan produk mereka.

"Kami melihat banyak startup baru di seluruh industri selama setahun terakhir, dan banyak dari mereka akan gagal," kata Jake Weiner.

Menurutnya, di masa seperti sekarang akan sulit bagi perusahaan rintisan baru bersaing untuk mendapatkan pemodal utama.

Barangkali hal itulah yang menjadi penyebab sejumlah perusahaan startup di Tanah Air melakukan pengurangan jumlah karyawan.

Musim dingin yang dialami aset kripto turut berdampak pada sejumlah perusahaan startup, bahkan yang telah tumbuh dengan nama besar sekalipun.

Jake Weiner menyebut fenomena pemberhentian karyawan sebagai salah satu cara pemotongan anggaran karena sulitnya mendapatkan modal.

Jika benar demikian, bisa disimpulkan bahwa banyaknya perusahaan startup yang melakukan PHK besar-besaran salah satunya disebabkan merosotnya nilai kripto.

Bagaimana menurut Kawan Puan?

Baca Juga: Mata Uang Kripto Dilarang karena Tidak Memenuhi Syarat Ini, Apa Saja?

(*)

Sumber: Forbes
Penulis:
Editor: Linda Fitria