Review Film KKN di Desa Penari, di Dunia Gaib pun Nasib Perempuan Terancam

Alessandra Langit - Rabu, 11 Mei 2022
Review film KKN di Desa Penari yang sedang tayang di bioskop
Review film KKN di Desa Penari yang sedang tayang di bioskop MD Entertainment

Parapuan.co - Setelah dua tahun ditunda, film KKN di Desa Penari hadir untuk menjawab rasa penasaran masyarakat Indonesia.

Diangkat dari sebuah utas misteri dari akun SimpleMan, KKN di Desa Penari memiliki tantangan sendiri untuk memuaskan ekspektasi pembaca thread di Twitter tersebut.

Film ini berhasil menarik perhatian jutaan penonton Indonesia dengan berbagai pendapat yang disebarkan lewat media sosial.

Film horor ini mengisahkan enam mahasiswa yang sedang melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di desa terpencil yang misterius.

Mereka adalah Nur (Tissa Biani), Bima (Achmad Megantara), Anton (Calvin Jeremy), Widya (Adinda Thomas), Ayu (Aghniny Haque), dan Wahyu (Fajar Nugraha).

Ketika tiba dan tinggal sementara di desa tersebut, satu per satu dari mereka mendapatkan gangguan dari makhluk halus yang menguasai tempat tersebut.

Sayangnya, Bima dan Ayu terjerat dalam rayuan jin penari bernama Badarawuhi (Aulia Sarah) yang memanfaatkan hawa nafsu keduanya.

Nyawa para mahasiswa tersebut terancam oleh serangkaian aksi berbahaya Bima dan Ayu yang bersekutu dengan Badarawuhi, sang penari.

Film KKN di Desa Penari secara visual mampu memenuhi imajinasi para pembaca utas di Twitter, mulai dari lanskap desa hingga karakter-karakternya.

Baca Juga: 5 Fakta Sinopsis Film KKN di Desa Penari yang Diangkat dari Kisah Viral di Medsos

Gambar dan desain suara film ini begitu eksotis, membuat mata penonton termanjakan dan terhibur dengan nyatanya desa gaib tersebut.

Sayangnya, tidak ada eksplorasi berani dari adaptasi utas ke film, maka banyak adegan dan jumpscare yang mudah tertebak.

Beban dan ancaman bagi karakter perempuan

Ketika berbicara soal film KKN di Desa Penari, kita tidak bisa lepas dari karakter perempuan dalam film yang menjadi "tumbal" dan korban ancaman makhluk halus.

Beban terbesar harus ditanggung oleh tiga karakter perempuan yaitu Widya, Nur, dan Ayu yang setiap hari menjadi incaran para makhluk halus.

Kehadiran Widya di desa penari ternyata menarik perhatian makhluk halus yang telah lama menantikan sosok perempuan muda untuk dijadikan tumbal.

Memiliki penampilan menarik dan darah "hangat", Widya ingin didapuk menjadi Dawuh atau pemimpin penari baru yang menggantikan Badarawuhi.

Nur, yang memiliki sosok roh pelindung, harus menjaga Widya dari pengaruh sang penari yang berusaha merenggut nyawanya.

Di lain sisi, Ayu menjadi "alat" sang makhluk halus untuk mendapatkan Widya dengan berbagai iming-iming manis.

Baca Juga: Tissa Biani Akui Pernah Bertemu dengan Nur Asli KKN di Desa Penari

Hal itu mengisyaratkan bahwa Ayu, sebagai perempuan, mudah tergoda dan tidak dapat mengatur perasaannya.

Terlepas dari polemik kebenaran kisah nyata dari KKN di Desa Penari, perempuan dalam film ini harus menanggung beban lebih banyak dibandingkan dari karakter laki-laki yang sama-sama bertamu di desa tersebut.

Adanya sistem tumbal tersebutlah yang membuat para warga desa harus menyerahkan nyawa anak perempuan mereka setiap tahunnya.

Di dunia makhluk halus desa sang penari, perempuan dijadikan penghibur yang harus menari sepanjang waktu sampai ada perempuan baru yang menggantikan.

Bahkan di dunia gaib, sang penari perempuan digambarkan menjadi pusat perhatian dan dikelilingi para laki-laki yang membutuhkan hiburan.

Sifat perempuan yang lebih sensitif membuat penggambaran karakter perempuan dalam film ini jauh lebih peka dengan gangguan gaib dibandingkan laki-laki.

Namun hal tersebut tidak membuat tiga perempuan dalam film ini lemah dan tidak dapat memegang kendali akan pilihannya di tengah ancaman dunia gaib.

Ketiga perempuan ini cukup berdaya untuk bersama-sama melawan makhluk gaib dengan cara mereka masing-masing.

Namun Nur adalah karakter perempuan yang paling berani dalam mengambil keputusan demi menolong teman-temannya.

Baca Juga: Tembus 3 Juta Penonton dalam 9 Hari, KKN di Desa Penari Kemungkinan Besar Tambah Layar

Bahkan di antara teman laki-laki yang lain, Nur berlaku sebagai sosok pemimpin yang menjadi payung pelindung teman-temannya dari ancaman makhluk halus.

Prinsip kuat Nur yang didukung oleh ajaran agama yang kuat membuatnya menjadi yang pertama dalam mengambil keputusan penting dalam keseluruhan plot film ini.

Penggambaran gambar male gaze

Hal penting yang PARAPUAN soroti dalam film KKN di Desa Penari ini adalah perempuan masih menjadi objek mata laki-laki, baik dari cerita maupun pengambilan gambar.

Male gaze sendiri adalah tindakan pengambilan gambar dari perspektif maskulin yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual.

Dalam film ini, hal itu ditunjukkan lewat pengambilan gambar saat Ayu dan Widya tertidur di kasur.

Mengambil pergerakan kamera panning, perspektif film seakan mengajak mata penonton untuk "mengeksplor" tubuh perempuan, terutama lekuk pinggang.

Selain itu, alih-alih menekankan kepada unsur mistis, adegan menari juga menggunakan perspektif male gaze yang berfokus pada lekukan tubuh sang penari.

Penerapan perspektif male gaze ini dititik beratkan kepada karakter Ayu, membuatnya menjadi objek seksual, seiring dengan kisah karakternya yang tergoda rayuan iblis.

Dengan adanya perpektif tersebut, masyarakat diajak untuk menormalkan "hukuman" yang diberikan kepada Ayu yang dinilai pantas karena sepanjang film karakter ini seakan-akan hanya menjadi objek seksual.

Secara keseluruhan, film KKN di Desa Penari merupakan hiburan dan jawaban atas rasa penasaran yang cukup memuaskan.

Namun, layaknya film horor Indonesia pada umumnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam meletakkan posisi karakter perempuan dalam cerita dan visual. 

Baca Juga: Ada KKN di Desa Penari, Ini 3 Film Indonesia Terlaris Sepanjang Pandemi

(*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria