Ternyata Lahan Virtual di Metaverse Bisa Jadi Sengketa, Seperti Apa?

Arintha Widya - Rabu, 19 Januari 2022
ilustrasi sengketa lahan virtual
ilustrasi sengketa lahan virtual

Parapuan.co - Belakangan lahan virtual di Metaverse menjadi pembicaraan ketika beberapa perusahaan mulai mengembangkan sayap ke dunia virtual itu.

Tak ayal beberapa pertanyaan pun hadir terkait lahan virtual, mulai dari dari harga, luas lahan, serta kegunaannya sendiri di dunia virtual bagi para investor.

Pertanyaan lain yang bakal muncul kemudian adalah, mungkinkah lahan virtual di Metaverse bisa menimbulkan sengketa?

Sebagaimana kita tahu, lahan di dunia nyata kerap menjadi sengketa dengan berbagai penyebab.

Lantas, apakah mungkin lahan virtual di Metaverse juga menimbulkan sengketa lahan seperti tanah yang ada di dunia nyata?

Jawabannya, bisa. Lahan virtual di Metaverse atau lahan di dunia digital dapat pula jadi sengketa.

Kasus sengketa lahan virtual ini bahkan pernah terjadi pada 2006 silam, bahkan jauh sebelum Metaverse ramai seperti sekarang.

Kasus sengketa lahan virtual pada 2006

Mengutip Lexology.com, kasus sengketa lahan virtual pernah terjadi pada bulan April 2006.

Baca Juga: Agar Cuan, Lahan di Metaverse Dapat Dimanfaatkan Investor untuk Apa?

Kala itu, Linden Research Inc. sebagai penyedia layanan dunia maya online bernama Second Life yang melaporkan kasus terkait lahan virtual mereka.

Second Life merupakan platform game role-play multipemain yang berlatar belakang dunia virtual.

Di permainan tersebut, para pemain bisa memilih avatar dan saling berinteraksi di ruang virtual.

Suatu ketika, pihak Second Life mendapati salah seorang pengguna, yaitu Marc Bragg yang menemukan cara memperoleh lahan di dunia maya.

Ia bisa mendapatkan lahan virtual dari game Second Life dengan harga lebih murah dibandingkan tanah di dunia nyata.

Hal ini membuat akun Marc Bragg di Second Life dihapus lantaran dianggap telah merugikan pengembang.

Menurut pengakuan Marc, di dalam ruang virtual di game, pengguna atau pemain dapat menjalin pertemanan hingga membangun dan memperoleh properti virtual.

Sayangnya karena belum ada investasi virtual, NFT, dan Metaverse seperti sekarang, kala itu lahan dalam game bisa dibilang tidak diperolehnya secara legal.

Tak heran jika pihak Linden melangkah ke jalur hukum demi melindungi kekayaan intelektual pengembang game yang menciptakan ruang virtual di Second Life.

Baca Juga: Sebelum Beli Lahan Virtual di Metaverse, Kenali Dulu Risikonya Berikut Ini

Betapa tidak, sebenarnya teknologi Linden pun memungkinkan pengguna untuk membeli properti virtual dalam game dengan biaya tertentu.

Namun, mereka terpaksa membekukan akun Marc lantaran ia telah membeli sebidang tanah dengan cara ilegal seharga 300 dolar AS (Rp4 jutaan).

Pihak Linden Research Inc. menduga bahwa sebidang tanah tersebut dibeli Marc Bragg melalui eksploitasi. 

Kemudian, Linden pun mengambil properti tersebut dan menyita semua properti dan mata uang di akun Second Life milik Marc.

Marc Bragg membela diri, dan mengeluh karena properti virtual termasuk transaksi yang dilakukan di Second Life dibatalkan.

Kasus ini diajukan di Pengadilan Distrik West Chester, Pennsylvania, Amerika Serikat.

Akan tetapi, pihak Linden sempat melakukan banding karena tuntutannya atas Marc Bragg ditolak pengadilan.

Pihak pengadilan sendiri menyatakan sulit memberikan putusan mengingat tidak ada ketentuan terkait pembelian lahan virtual dalam Persyaratan Layanan di Second Life.

Baca Juga: Tidak Sulit, Ini Cara Membeli Lahan Virtual di Metaverse untuk Pemula

Terlebih lagi, kala itu hanya Second Life yang mempunyai dunia virtual dan akses untuk properti digital, tidak ada yang lain.

Lantaran tidak mencapai kesepakatan di pengadilan, dilaporkan bahwa pihak Linden dan Marc Bragg menyelesaikan sengketa lahan virtual mereka di luar.

Melalui sebuah pertemuan rahasia, kedua belah pihak akhirnya sepakat berdamai dan mengakhiri sengketa lahan virtual.

Lantas, tahun berikutnya pada 2007, Linden mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk memulihkan akun Second Life milik Marc Bragg.

Semoga di era digital seperti sekarang, sengketa lahan virtual di Metaverse semacam itu bisa lebih diminimalkan, ya. (*)

Sumber: Lexology
Penulis:
Editor: Aghnia Hilya Nizarisda