4 Tuntutan Save the Children Indonesia Soal Dugaan Kasus Kekerasan Seksual di Luwu Timur

Alessandra Langit - Rabu, 13 Oktober 2021
Tuntutan untuk pemerintah terkait kasus pemerkosaan di Luwu Timur
Tuntutan untuk pemerintah terkait kasus pemerkosaan di Luwu Timur Dok. Save the Children Indonesia

Parapuan.co - Kawan Puan, dugaan kasus kekerasan seksual tiga anak di Luwu Timur yang dilakukan oleh ayah kandungnya masih menjadi topik hangat di tengah masyarakat.

Di media sosial, netizen mendorong pemerintah dan lembaga hukum untuk menindak lanjuti kasus tersebut sampai tuntas.

Terkait kasus tersebut, Save the Children Indonesia bekerja sama dengan Koalisi penghapusan kekerasan pada anak di Indonesia (Indonesia Joining Forces to End Violence Against Children/IJF EVAC) dan Aliansi PKTA (Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak).

Tiga organisasi tersebut meminta pemerintah melakukan tindakan yang tepat dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Baca Juga: Tanggapan Kementerian PPPA atas Dugaan Kasus Pemerkosaan Tiga Anak di Luwu Timur

Menurut organisasi tersebut, negara berkewajiban untuk mengutamakan perlindungan anak pada dugaan kasus pemerkosaan ini.

"Setiap anak tanpa terkecuali memiliki hak untuk dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual," Tegas Selina Patta Sumbung / CEO Save the Children Indonesia, dikutip dari rilis yang PARAPUAN terima.

"Negara, masyarakat, keluarga dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak," lanjutnya.

Selina menegaskan bahwa setiap kasus kekerasan pada anak hendaknya ditangani secara komprehensif.

Penanganannya tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga aspek tumbuh kembang seperti fisik, psikologis dan psikososial.

"Fisik, psikologis, dan psikososial anak perlu menjadi prioritas penanganan," tegasnya.

Maka, gerakan koalisi penghapusan kekerasan pada anak di Indonesia mendorong pemerintah melakukan berbagai hal.

Berikut tuntutan dari Save The Children dan koalisi penghapusan kekerasan anak di Indonesia untuk pemerintah.

1. Penerapan manajemen kasus dalam proses penanganan kasus

Penanganan kasus ini perlu dilakukan oleh pekerja sosial atau manajer kasus dengan pendamping kasus terlatih yang ditunjuk dengan tetap.

Pemerintah juga harus melibatkan profesional dan layanan yang dibutuhkan seperti psikolog, advokat, layanan medis, dan profesi/layanan terkait lainnya.

Alur yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial atau pendamping kasus di antaranya adalah meminta persetujuan, melakukan assesmen secara menyeluruh, merumuskan rencana pemberian layanan.

Baca Juga: Usut Kasus Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur, Menteri PPPA Turunkan Tim Khusus

Selain itu pendamping juga tidak membatasi pada pemberian layanan hukum dan memberikan layanan yang dibutuhkan dengan memperhatikan hak anak.

Tahap perkembangan anak juga harus menjadi fokus dengan melakukan monitoring dan evaluasi serta pengakhiran kasus apabila hak anak dan kebutuhannya telah terpenuhi.

2. Peningkatan kapasitas SDM penyedia layanan perlindungan Anak

Peningkatan kapasitas harus terus dilakukan dengan menjadikan hal tertentu sebagai kompetensi inti maupun persyaratan pada aspek sumber daya manusia.

Hal tersebut di antaranya adalah Hak Anak, Perlindungan Anak, Kebijakan Keselamatan Anak, Manajemen Kasus, Supervisi, dan Dukungan Psikososial.

3. Pengembangan mekanisme supervisi dalam penanganan kasus

Pengembangan mekanisme supervisi berjenjang perlu dilakukan mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional.

Hal itu untuk memastikan setiap kasus tertangani dengan baik.

Supervisi harus memberikan fungsi edukasi, dukungan, disamping fungsi administrative kepada seluruh SDM penyedia layanan perlindungan anak.

4. Penerapan etika dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak

Kerahasiaan adalah salah satu prinsip utama dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak.

Seluruh pihak wajib untuk merahasiakan identitas anak, baik anak sebagai pelaku tindak pidana, korban maupun saksi.

Baca Juga: Koalisi Anti Kekerasan Seksual Desak Polisi Usut Dugaan Kasus Pemerkosaan Luwu Timur

Hal itu berlaku dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik sebagaimana diatur pada pasal 19 UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Aturan tersebut juga diatur pada Peraturan Dewan Pers Nomor 1 tahun 2019 tentang pedoman pemberitaan Ramah Anak.

Tuntutan tersebut diharapkan dapat didengar oleh pemerintah demi keadilan untuk anak-anak korban kekerasan seksual. (*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria