Kekerasan pada Perempuan, 3 Cara Jadi Support System untuk Penyintas

Putri Mayla - Rabu, 13 Oktober 2021
Kekerasan pada perempuan: Begini cara menjadi supporting system penyintas.
Kekerasan pada perempuan: Begini cara menjadi supporting system penyintas. Tharakorn

Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan merupakan suatu hal yang berat bagi peyintas.

Pasalnya, kekerasan tersebut dapat berbentuk kekerasan seksual yang bisa terjadi di ranah publik dan ranah personal.

Jika kamu mengetahui atau mencurigai seseorang menjadi penyintas kekerasan, kamu mungkin merasa tidak tahu cara terbaik untuk membantu.

Dunia bagi banyak korban kekerasan bisa menjadi kesepian, dan merasa terisolasi, serta dipenuhi ketakutan.

Baca Juga: 5 Cara Menyembuhkan Efek Kekerasan pada Perempuan Berbentuk Emosional

Namun, kamu bisa menjadi support system bagi para penyintas kekerasan pada perempuan.

Dalam salah satu Kuliah Whatsapp PARAPUAN bersama Nike Nadia, dirinya menjelaskan bagaimana bentuk dukungan untuk korban pelecehan seksual.

"Informasi ini juga penting nih supaya kita memahami bagaimana cara menjadi support system yg baik," ujar Nike.

"Kawan Puan bisa, mendengar tanpa menghakimi, pahami bahwa apa yang terjadi bukan aib dan bukan kesalahannya, validasi pengalaman dan bangun ruang diskusi," tambahnya.

Selanjutnya, dukungan tersebut di antaranya:

  • Hargai keputusan korban karena setiap dari kita memiliki daya. Ingat bahwa kita bersifat mendukung dan bersifat setara.
  • Jika korban membutuhkan layanan profesional, kita bisa membantu mendampingi apabila dibutuhkan.
  • Hindari memaksakan apa yang kita anggap baik untuk dilakukan. Semua keputusan kembali kepada korban.
  • Selalu pertimbangkan mitigasi resiko.
  • Menjaga rahasia dengan baik.
  • Hargai keputusannya, meski ia tidak mendengar saranmu sekali pun.

Kemudian, berikut ini 3 cara menjadi support system dan memberikan dukungan untuk penyintas kekerasan secara umum, melansir dari Verywellmind.

 

1. Beri mereka waktu

Jika kamu memutuskan untuk menjangkau korban pelecehan, lakukanlah pada saat tenang.

Selain itu, pastikan untuk menyisihkan banyak waktu apabila korban memutuskan untuk membuka diri.

Jika penyintas tersebut memutuskan untuk mengungkapkan rasa takut dan frustrasi yang terpendam selama bertahun-tahun, cobalah untuk mendengarkan. 

Sebab, tidak mudah bagi penyintas untuk mengungkapkan rasa takut mereka.

Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan di Ruang Publik, Kenali Bentuk-bentuknya

2. Mulai percakapan

Kamu dapat mengangkat topik kekerasan dalam rumah tangga dengan mengatakan hal-hal berikut.

"Saya khawatir tentang kamu karena ....." atau "Saya khawatir tentang keselamatan kamu ..." atau "Saya telah melihat beberapa perubahan yang menyangkut saya ..."

Selanjutnya, mungkin kamu pernah melihat orang yang mengenakan pakaian untuk menutupi memar atau memperhatikan orang tersebut tiba-tiba menarik diri.

Keduanya bisa menjadi tanda-tanda penyintas pelecehan.

Beri tahu orang tersebut bahwa Kawan Puan akan menjaga kerahasiaan informasi apa pun yang diungkapkan.

Hindari mencoba memaksa penyintas kekerasan untuk terbuka, biarkan percakapan berlangsung apa adanya.

3. Dengarkan tanpa menghakimi

Jika penyintas tersebut memutuskan untuk berbicara, dengarkan ceritanya tanpa menghakimi.

Selain itu, dengarkan dulu tanpa menawarkan nasihat, atau menyarankan solusi.

Kemungkinannya adalah jika kamu mendengarkan secara aktif, penyintas tersebut akan memberi tahu dengan tepat apa yang mereka butuhkan.

Berikan saja penyintas tersebut kesempatan penuh untuk berbicara.

Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan Sering Terjadi Saat Pacaran, Lapor ke Siapa?

Selanjutnya, kamu dapat mengajukan pertanyaan klarifikasi.

Namun, sebelumnya, biarkan penyintas melampiaskan perasaan dan ketakutannya. Bisa jadi kamu mungkin menjadi orang pertama yang menjadi tempat curhat penyintas.

Kamu dapat mengenali tanda-tanda pelecehan yang dialami penyintas secara perilaku seperti penyintas menarik diri dan menjauh dari lingkungan.

Kemudian, membatalkan janji atau rapat pada menit terakhir, sering terlambat, dan privasi yang berlebihan mengenai kehidupan pribadi mereka. 

Kerap kali, penyintas kekerasan pada perempuan juga mengisolasi diri dari teman dan keluarga. (*)

 

Sumber: verywellmind
Penulis:
Editor: Aghnia Hilya Nizarisda