3 Risiko yang Perlu Diperhatikan Sebelum Investasi Berupa Obligasi

Aulia Firafiroh - Sabtu, 11 September 2021
3 Risiko investasi berupa obligasi
3 Risiko investasi berupa obligasi small smiles

Parapuan.co- Kawan Puan, instrumen investasi sebenarnya ada berbagai macam, tidak hanya reksa dana, saham, emas, dan properti.

Ada instrumen investasi lain yang lebih menjanjikan dan minim risiko yaitu obligasi atau yang dikenal dengan surat utang.

Menurut OJK (Otoritas Jasa Keuangan), obligasi adalah surat utang dalam jangka waktu tertentu yang diperjualbelikan di pasar modal.

Penerbit obligasi atau yang disebut debitur biasanya adalah perusahaan swasta, perusahaan negeri, atau pemerintah yang menjual surat-surat utangnya di pasar modal.

Sedangkan pembeli obligasi atau yang disebut kreditur atau investor merupakan individu atau kelompok yang membeli surat-surat utang yang dijual debitur di pasar modal.

Baca juga: Mengenal Obligasi, Passive Income Menjanjikan yang Minim Risiko

Obligasi biasanya berisi janji dari pihak debitur untuk membayar imbalan, berupa bunga (kupon) pada periode tertentu kepada kreditur.

Debitur harus melunasi pokok utang pada akhir waktu yang telah ditentukan kepada kreditur yang memegang surat obligasi tersebut.

Selain itu, obligasi merupakan salah satu investasi yang berpendapatan tetap.

Dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya, nilai investasi obligasi relatif stabil.

Tak heran jika banyak orang yang memilih untuk investasi berupa obligasi yang dianggap minim risiko.

Namun setiap instrumen investasi memiliki risiko masing-masing yang perlu dipertimbangkan termasuk obligasi.

Meski minim risiko, ternyata ada tiga risiko yang perlu dipertimbangkan sebelum berinvestasi dalam bentuk obligasi.

Dilansir dari kompas.com, ini tiga risiko yang perlu diketahui kreditur atau investor sebelum berinvestasi dalam bentuk obligasi:

  1. Risiko likuiditas
    Surat obligasi ternyata dapat diperjualbelikan antara satu investor dengan investor lain.
    Ada kemungkinan saat seorang investor ingin menjual suatu obligasi, tidak ada yang bersedia membeli atau bersedia.
    Hal tersebut tentu membuat investor dengan terpaksa menjual obligasi dengan harga yang sangat rendah.
  2. Risiko gagal bayar
    Jika kreditur atau investor sudah membeli investasi berupa obligasi, tandanya ada janji untuk membayar rutin harga obligasi yang dibeli setiap bulannya.
    Namun jika tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar, hal tersebut akan merugikan kreditur atau investor.  
  3. Risiko perubahan inflasi dan suku bunga
    Harga obligasi sangat ditentukan oleh perubahan inflasi dan suku bunga.
    Jika inflasi dan suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun dan sebaliknya jika inflasi dan suku bunga naik, maka harga obligasi akan naik.
    Bagi kreditur atau investor yang ingin berinvestasi di obligasi dengan tujuan dijual kembali, maka inflasi dan suku bunga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.

Baca juga: 4 Langkah Menjadi Investor Syariah yang Kawan puan Wajib Tahu!

Buat Kawan Puan yang masih ragu-ragu untuk berinvestasi berupa obligasi korporat, coba dulu berinvestasi di obligasi pemerintah, seperti Obligasi Negara Ritel (ORI).

Investasi di instrumen tersebut anti gagal bayar, karena pembayaran pokok dan kuponnya dijamin pemerintah atau negara sehingga 100 persen aman.

 

 

Kawan Puan juga bisa memulai berinvestasi melalui obligasi yang diterbitkan pemerintah dengan modal minim mulai dari Rp 1 juta, loh.

Investasi model ini tentu sangat cocok dan aman bagi pemula dan anak muda. (*)

 

Sumber: kompas
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh