Alami Burnout, Nakes Jangan Malu Akui Diri Sedang Tak Baik-baik Saja

Sarah D. Ekaputri - Minggu, 22 Agustus 2021
Nakes jangan malu akui jika kondisi sedang tak baik-baik saja.
Nakes jangan malu akui jika kondisi sedang tak baik-baik saja. Tempura

Parapuan.co - Kondisi pandemi Covid-19 yang berlarut-larut telah menyebabkan tak sedikit tenaga kesehatan (nakes) yang tumbang.

Berdasarkan data Lapor Covid-19 Pusara Digital Tenaga Kesehatan, jumlah nakes Indonesia yang telah gugur dalam melawan pandemi terhitung setidaknya 1910 orang.

Bulan Juli lalu menorehkan angka kematian nakes tertinggi di Indonesia selama pandemi Covid-19, yakni sebanyak 480 orang.

Bukan hanya memakan korban jiwa dari kalangan nakes, pandemi telah sebabkan nakes alami stres berkepanjangan hingga alami burnout.

Baca Juga: Selain Ubah Jam Kerja, Ini 5 Cara Menghindari Burnout di Pekerjaan

Menyikapi hal ini, P2M Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes RI selenggarakan webinar bertajuk “Garda Depan Sudah Lelah? Mengatasi Burnout & Cemas pada Tenaga Kesehatan” pada Sabtu, 21 Agustus 2021.

Pada kesempatan ini, Kemenkes menghadirkan dr. Era Catur Prasetya Sp.KJ selaku psikiater RSM Lamongan dan dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya.

dr. Catur membeberkan pengalamannya dua kali terpapar Covid-19 hingga melalui masa-masa kritis dan bagaimana burnout yang dialami membawanya hingga terbaring di rumah sakit sebagai pasien, bukannya sebagai dokter.

Ia bahkan hingga menjalani perawatan dari psikiater.

Hal ini membuat dr. Catur merasa lebih terpukul, manakala sebagai seorang psikiater ia merasa hal ini sangat ironis.

Gejala burnout yang dialami oleh nakes umumnya dapat berupa keletihan emosi, mengalami sinisme atau kehilangan empati, dan merasa kurang percaya diri.

Padahal untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan, empati dan optimisme menjadi sikap yang paling dibutuhkan sebagai seorang nakes.

Namun, nakes tetaplah seorang manusia yang dapat merasa lelah dan stres.

Ditengah-tengah penanggulangan pandemi, di mana beban kerja nakes bertambah dan hampir tak ada waktu untuk beristirahat, dr. Catur mengungkapkan jika burnout dianggap sebagai cara untuk berhenti sejenak dan beristirahat.

Sayangnya, banyak nakes yang denial atau menyangkal stres yang dirasakannya.

Baca Juga: Kemenkes Prioritaskan Vaksin Booster untuk Nakes, Perlukah Semua Orang Mendapatkan Booster?

"Ada nggak, sih, yang masih berpikir bahwa kerapuhan, stres, dan burnout, itu sebuah kelemahan kita? Itu bukan sebuah kebanggaan juga, tapi itu adalah sesuatu yang wajar terjadi,” ujar dr. Catur.

Pada webinar tersebut, dr. Catur singgung soal fenomena compassion fatigue yang sering terjadi pada nakes saat alami burnout.

Secara harfiah compassion fatigue dapat diartikan sebagai rasa lelah dalam memberikan empati.

Hal ini disebabkan oleh trauma atau kesedihan dari orang lain yang masuk atau diserap dalam diri nakes.

Misalnya saja saat menyaksikan seseorang kehilangan anggota keluarganya akibat Covid-19.

Kesedihan ini dapat diserap karena terpaan pada peristiwa yang sama secara terus-menerus.

Menurut dr. Catur, kunci dalam menangani stres dan burnout yang dialami nakes adalah penerimaan diri.

"Dalam kondisi apapun, sakit, burnout, stres, kunci pertamanya adalah ‘recognize’, akui bahwa kita memang sedang sakit,” tuturnya.

Selain itu, dalam menangani stres dan burnout, ada empat hal yang bisa dilakukan nakes, sebagaimana yang dipaparkan oleh pria yang berhasil menaklukkan Covid-19 ini.

Pertama, pastikan nakes tetap punya waktu jeda dalam pekerjaan, walau sesingkat apapun.

Selalu mulai hari dengan aktivitas yang merelaksasi seperti minum teh, latihan pernapasan, olahraga dengan intensitas sedang, dan sebagainya.

Tak kalah penting pula untuk memberi batasan pada diri sendiri, alias tahu kapan harus berhenti dan meminta pertolongan.

Baca Juga: Olahraga yang Cocok Dilakukan untuk Remaja yang Mengalami Obesitas

Kedua, tingkatkan sisi kreatif, dengan melakukan hobi atau aktivitas yang menyenangkan dan menggugah kreativitas di waktu senggang.

Ketiga, ciptakan buddy sistem di lingkungan kerja yang saling mendukung dan melakukan validasi terhadap perasaan masing-masing rekan kerja.

Terakhir, sederhana namun paling penting, yakni ciptakan kondisi work-life balance.

Pastikan dalam hidup terdapat keseimbangan antara hal-hal yang memberikan kesenangan, kebahagiaan, dan rasa keterhubungan dengan orang lain.

Ketiga hal ini akan melepaskan hormon-hormon kebahagiaan, yakni dopamin, serotonin, dan oksitosin.

Berdasarkan penuturan dr. Catur, jika ketiga hormon ini seimbang dan ditambah pula dengan endorfin, maka nakes dapat terhindar dari burnout.

(*)

 

Manfaat Canyoneering bagi Kesehatan Mental, Olahraga Ekstrem Viral di TikTok