CISDI dan PUSKAPA Ungkap Hambatan Kelompok Rentan Mengakses Vaksinasi Covid-19

Anna Maria Anggita - Rabu, 18 Agustus 2021
Kelompok rentan sulit mengakses Vaksinasi Covid-19
Kelompok rentan sulit mengakses Vaksinasi Covid-19 recep-bg

Parapuan.co - Meskipun vaksinasi Covid-19 sudah diselenggarakan, masih banyak orang yang belum mendapat dosis vaksin.

Hal ini diungkap dalam diskusi panel bertajuk "Menagih Janji Keadilan: Peluncuran Laporan Masukan Kebijakan untuk Memastikan Terjaminnya Askes Kelompok Rentan pada Vaksinasi Covid-19 di Indonesia," pada Rabu (18/08/2021) yang diselenggarakan oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Center on Child Protection and Wellbeing at Universitas Indonesia (PUSKAPA).

Di mana CISDI dan PUSKAPA mengungkap hingga 13 Agustus 2021, tercatat 53.212.350 (25,55%) dosis vaksin pertama dan 27.228.923 (13,07%) dosis vaksin kedua telah diberikan kepada masyarakat.

Baca Juga: Kemenkes Resmi Umumkan Biaya Terbaru Tes PCR, Berikut Rinciannya

Cakupan tersebut meliputi 109,47% dosis pertama dan 100,86% dosis kedua untuk tenaga kesehatan; 154,44% dosis pertama dan 86,88% dosis kedua untuk petugas publik; dan 23,14% dosis pertama dan 15,79% dosis kedua untuk lansia.

Sementara itu, pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong masih minim berkontribusi terhadap performa vaksinasi nasional.

Tercatat dari 28.413 perusahaan yang telah mendaftarkan diri, baru sebanyak 238 perusahaan dengan total sasaran vaksinasi sebanyak 165.000 orang yang menerima vaksinasi.

Baca Juga: Kemenkes Prioritaskan Vaksin Booster untuk Nakes, Perlukah Semua Orang Mendapatkan Booster?

Di samping itu, perlu Kawan Puan ketahui juga bahwa CISDI dan PUSKAPA mengidentifikasi ada beberapa hambatan yang dialami sub-populasi rentan dalam mengakses program vaksinasi.

Berikut ini hambatan kelompok rentan dalam mengakses program vaksinasi Covid-19.

1. Hambatan administrasi, misalnya ketiadaan dokumen identitas hukum atau kependudukan, termasuk juga penduduk yang tidak memiliki identitas kependudukan sesuai domisilinya, seperti migran musiman.

2. Hambatan finansial bisa mencakup biaya mengakses layanan kesehatan dan biaya transportasi menuju layanan kesehatan serta biaya peluang waktu yang dihabiskan untuk mengakses layanan kesehatan.

Selain itu, bagi penduduk dengan penyakit penyerta, contohnya ODHA, mereka harus mengeluarkan biaya untuk tes CD4 sebagai syarat skrining vaksinasi.

Baca Juga: Mengenal Vaginal Piercing, Tren Unik Menindik Area Genital yang Penuh Risiko

3. Hambatan infrastruktur yang mencakup ketersediaan suplai, persebaran, serta kualitas, ketersediaan layanan kesehatan yang bisa menjalankan program vaksinasi, termasuk juga di sini adalah fasilitas rantai dingin untuk menyimpan vaksin.

Hambatan ini bisa juga mencakup akses jalan dan alat transportasi yang terbatas yang bisa mengganggu distribusi vaksin serta menghambat penduduk untuk mencapai tempat vaksinasi.

Sentra vaksinasi yang tidak terhubung dan terintegrasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan membuat kelompok rentan dengan komorbid harus mengalokasikan tambahan waktu dan biaya untuk mengantri di luar jadwal kontrol rutinnya.

4. Hambatan ke akses informasi yang dapat diakses dengan mudah dan terpercaya mengenai cara pendaftaran, jadwal program vaksinasi, efektivitas, dan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

5. Hambatan sosial dan perilaku, misalnya rendahnya perilaku mengakses layanan kesehatan (health seeking behaviour) karena berbagai alasan, kurangnya informasi yang tepat mengenai COVID-19 dan vaksin, serta ketidakpercayaan pada COVID-19, vaksin, dan tenaga kesehatan secara umum.

Kelompok rentan yang dimaksud adalah:

a. Individu tanpa akses pelayanan kesehatan yang memadai dan mumpuni termasuk asuransi kesehatan.

b. Individu dengan status sosial-ekonomi rendah: penghasilan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan (harian, lepas, atau informal).

c. Individu dengan penyakit penyerta, terutama yang terbukti sebagai pemberat, seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal kronis, penyakit jantung, dan gangguan pernafasan

d. Kelompok demografi dengan relasi kuasa rendah seperti lansia, anak, dan perempuan

e. Individu yang mengalami ketersisihan sosial berdasarkan agama/kepercayaan, disabilitas, etnis/suku, gender/seksualitas, status HIV-AIDS, serta status kewarganegaraan.

f. Penduduk di wilayah 3T (tertinggal, terpencil, terluar).

g. Individu yang tidak mampu melaksanakan praktik 5M, termasuk individu dalam rumah tangga tanpa akses ke air bersih dan sanitasi yang memadai serta padat penduduk, individu yang tinggal di hunian yang sempit atau institusi sosial dengan ruang privat yang terbatas. (*)

Penulis:
Editor: Linda Fitria

BERITA TERPOPULER WELLNESS: 2 Terapi Utama untuk Anak Autisme hingga Cara Meningkatkan Kesehatan Mental Perempuan Pekerja