Dokter Richard Lee Ditangkap atas Dugaan Pencemaran Nama Baik, Ini Dampak Pasal Karet UU ITE

Alessandra Langit - Kamis, 12 Agustus 2021
Kasus pencemaran nama baik UU ITE menjerat Richard Lee
Kasus pencemaran nama baik UU ITE menjerat Richard Lee Freepik

Parapuan.co - Richard Lee, seorang dokter kecantikan dan YouTuber, kini tengah menjadi perbincangan warganet di media sosial.

Baru-baru ini, dr. Richard Lee, MARS, ditangkap oleh pihak kepolisian di kediamannya atas perseteruannya dengan artis Kartika Putri.

Konflik Richard Lee dan Kartika Putri berawal dari video ulasan produk yang diunggah Richard Lee melalui kanal YouTube-nya.

Richard Lee berpendapat bahwa produk tersebut berbahaya bagi kesehatan kulit pemakainya.

Kartika yang sempat mempromosikan produk tersebut pun tidak terima dengan ulasan Richard Lee dan membawa masalah tersebut ke jalur hukum

Melansir dari Kompas.comkuasa hukum Richard Lee, Razman Arif Nasution, mengatakan bahwa dalam surat penangkapan, Richard Lee ditetapkan sebagai tersangka kasus UU ITE dengan dugaan pencemaran nama baik.

Baca Juga: Ini Bahaya Skincare Racikan Abal-Abal Menurut dr. Richard Lee

Sebelumnya, Richard Lee mengaku sudah ada kesepakatan damai dengan permintaan untuk menuliskan permohonan maaf redaksional.

Namun, Richard menolak permohonan tersebut karena Richard tidak ingin dianggap hanya mencari popularitas dari Kartika Putri.

"Saya pikir drama ini sudah berakhir, jadi kemarin saya baru saja dapat surat dari kepolisian Polda Metro Jaya, undangan klarifikasi atas dugaan pencemaran nama baik," kata Richard Lee, dikutip dari Kompas.com.

Sejak disahkan secara resmi, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE) menjadi perhatian masyarakat karena dampaknya yang cukup merugikan dan bersifat sepihak.

Ada sejumlah pasal dalam UU tersebut yang dinilai cukup ambigu dan membatasi kebebasan berpendapat di internet.

UU ITE menjadi landasan hukum yang bisa menjerumuskan orang-orang yang berpendapat di media sosial ke penjara tanpa ada batasan yang jelas antara kritikan yang bersifat edukasi dan ujaran kebencian atau pencemaran nama baik.

Masyarakat juga bisa dengan mudah menggunakan UU ITE untuk kebencian semata atau masalah subjektif tanpa ada landasan yang tegas dari undang-undangnya sendiri.

Satu pasal yang sering dipermasalahkan dan disebut sebagai 'pasal karet' adalah Pasal 27 ayat 3 UU ITE.

Melansir dari laman resmi Kominfo, isi Pasal 27 ayat 3 dalam UU 11/2018 tersebut berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Baca Juga: Desak Pengesahan RUU PKS, Jaringan Masyarakat Sipil Sampaikan Tuntutan Ini

Dalam UU ITE tersebut tidak ada penjabaran yang lebih jelas mengenai bentuk penghinaan dan pencemaran nama baik.

Maka, kritik edukasi seperti yang dilontarkan Richard Lee dapat dianggap bentuk pencemaran nama baik oleh pihak yang tersinggung.

Pada awal tahun ini, Presiden Joko Widodo sudah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU ITE jika implementasinya dirasa tidak adil.

Presiden Jokowi meminta DPR untuk menghapus pasal-pasal karet karena dinilai penafsirannya bisa beda-beda dan mudah diinterpretasikan secara sepihak.

Hukuman bagi mereka yang terjerat kasus pencemaran nama baik dalam UU ITE juga cukup berat dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak sejumlah Rp 750 juta.

Kini Richard Lee masih dalam proses hukum dan berencana untuk lapor balik tindakan Kartika Putri.

"Saya terima tantangan. Selesai dari sini, saya niat laporan polisi, ayo kita selesaikan di pengadilan," tegas Richard.

Sebelum Richard Lee, UU ITE ini sudah pernah membawa nama-nama seperti Prita Mulyasari dan Baiq Nuril Maknun ke pengadilan sebagai tersangka tanpa adanya landasan hukum yang jelas.

Pada tahun 2008, Prita Mulyasari ditangkap dengan tuduhan pencemaran nama baik atas tersebarnya surat elektronik terkait keluhannya terhadap pelayanan di Rumah Sakit Omni Internasional.

Banyak masyarakat yang menilai bahwa tuntutan tersebut sangat sepihak mengingat keluhan atas pelayanan merupakan hak Prita sebagai konsumen.

Baca Juga: Pelaku Pemerkosaan Anak Divonis Bebas, Ini Mengapa RUU PKS Penting untuk Disahkan

Guru honorer di SMAN 7 Mataram NTB, Baiq Nuril Maknun juga terjerat UU ITE karena merekam perbincangan terkait tindak asusila yang dilakukan oleh kepala sekolah.

Kasus Baiq Nuril menjadi sorotan dan memantik kemarahan warganet terhadap pasal karet dalam UU ITE.

Sampai saat ini, belum ada tinjauan dan tindakan lanjut dari permintaan Presiden Jokowi terkait revisi pasal karet UU ITE tersebut, maka undang-undang ini masih bisa membawa Dokter Richard Lee ke pengadilan.(*)

 

Sumber: Kompas.com,Kominfo.go.id
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri