Pakaian Atlet Perempuan Selalu Dipermasalahkan, Ini Polemik Kompetisi Olahraga yang Masih Bias Gender

Citra Narada Putri - Jumat, 30 Juli 2021
Tim senam perempuan Jerman di Olimpiade Tokyo 2020.
Tim senam perempuan Jerman di Olimpiade Tokyo 2020. Tom Weller

Rupanya, apa yang dialami Olivia Breen dan Alice Dearing juga dialami oleh atlet-atlet perempuan lainnya dari berbagai negara.

Seperti halnya yang dialami tim voli pantai putri asal Norwegia yang harus dikenakan denda 1.500 Euro (sekitar Rp 25 juta) karena mengenakan celana pendek atletik, alih-alih bikini dalam pertandingan perebutan medali perunggu melawan Spanyol di turnamen Beach Handball Euro 2021.

Pakaian tim voli pantai putri asal Norwegia tersebut dianggap ‘pakaian yang tidak pantas’.

Sementara tim voli pantai laki-laki selalu diizinkan untuk mengenakan celana pendek.

Karena kasus ini pula, penyanyi Pink bahkan mengaku bersedia membayarkan denda para atlet voli pantai putri Norwegia, sebagai bentuk dukungan melawan aturan yang sangat seksis.

Baca Juga: Allyson Felix, Sprinter Amerika Serikat yang Ajarkan Anak soal Kerja Keras Lewat Olimpiade

Dari kisah-kisah tersebut mungkin kita langsung bertanya-tanya, mengapa pakaian atlet perempuan selalu dipermasalahkan, sementara tidak pada atlet laki-laki?

Menurut Helen Jefferson Lenskyj, profesor University of Toronto, bahwa industri olahraga masih kerap bias gender.

“Ada olahraga di mana seksualisasi tubuh perempuan sangat penting, seperti senam, voli pantai dan bola tangan pantai termasuk yang teratas,” ujarnya kepada Global News.

Sayangnya, masih menurut Lenskyj, aturan berpakaian perempuan dalam olahraga telah ditentukan oleh tradisi turun temurun yang ketinggalan zaman dan cenderung bias gender.

Sering kali pula, atlet perempuan jadi perhatian sebagai objek seksual daripada prestasinya itu sendiri. Miris!

Sumber: CBS News,Time,Global News,The Conversation
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri