Angka Perkawinan Anak di Indonesia Masih Tinggi, Alissa Wahid: Media Sosial Turut Andil

Arintya - Selasa, 8 Juni 2021
Penyebab perkawinan anak di Indonesia
Penyebab perkawinan anak di Indonesia Serhii Sobolevskyi

Parapuan.co – Kawan Puan, angka perkawinan anak di Indonesia masih tinggi.

Tingginya angka perkawinan anak disampaikan oleh Alissa Wahid, psikolog dan pemerhati keluarga sekaligus koordinator nasional Jaringan Gusdurian pada “Too Young to Marry: A Webinar with Faith-Based Organizations and Children and Youth on Ending Child Marriage” yang diselenggarakan oleh Word Vision Asia Pasific (8/6/2021).

Alissa mengatakan bahwa selama tahun 2020 terjadi peningkatan angka pengajuan dispensasi pernikahan anak sebanyak 3 kali lipat dari tahun sebelumnya.

Baca Juga: Perlu Dihentikan, Sinetron Zahra Lakukan Beberapa Penyimpangan

Dari data tersebut, didapatkan sebanyak 64.211 kasus perkawinan anak yang terjadi selama 2020.

Dispensasi pernikahan ini terjadi karena menurut UU Nomr 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun.

Lantas apa yang menyebabkan angka perkawinan anak di Indonesia masih tinggi?

Menurut Alissa Wahid, ada 4 penyebab utama dari tingginya angka perkawinan anak di Indonesia, yaitu:

Baca Juga: Selain Sinetron Zahra, Tontonan Tak Ramah Perempuan Satu Ini juga Pernah Ditegur KPI

1. Masalah ekonomi dan cara memandang anak perempuan

Kawan Puan, pandemi tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan.

Namun juga bidang ekonomi, sehingga ada banyak orang harus kehilangan pekerjaan.

Nah menurut Alissa Wahid, pandemi yang menyerang sektor ekonomi ini menjadi penyebab paling besar pada perkawinan anak.

Hal tersebut juga berkaitan dengan soal cara pandang masyarakat terhadap anak perempuan.

Ketika kondisi ekonomi keluarga sedang turun, anak laki-laki akan cenderung diminta untuk bekerja.

Sementara anak perempuan akan dinikahkan, dengan tujuan agar tak menjadi beban ekonomi keluarga.

Seolah-olah anak perempuan tidak bisa bekerja dan membantu ekonomi keluarga.

2. Kehamilan pada remaja

Masyarakat Indonesia pada umumnya menganggap kehamilan remaja ini merupakan sebuah aib keluarga.

Maka dari itu, ketika kehamilan pada remaja ini terjadi, orang tua cenderung lebih memilih untuk menikahkan anak mereka.

Baca Juga: Miris, Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak Bisa Terjadi di Lokasi Pengungsian

Pilihan menikahkan anak ini dengan tujuan agar bisa menyelamatkan keluarga dari aib dan menjaga nama baik keluarga.

3. Menghindari perbuatan zina

Menurut Alissa Wahid, hal ini merupakan salah satu penyebab perkawinan anak yang paling menantang untuk diatasi.

Sebab berhubungan langsung dengan norma dan ajaran agama tertentu.

Masyarakat sering kali menggunakan hal ini untuk melanggengkan perkawinan anak, karena tak ingin anak-anak mereka melakukan perbuatan zina yang dilarang agama.

4. Kebosanan akan sekolah

Pandemi menyebabkan anak-anak sekolah untuk belajar di rumah.

Proses belajar di rumah yang dinilai membosankan inilah yang kemudian dijadikan alasan untuk menikah.

“Sebagian besar alasan pengajuan dispensasi pernikahan adalah karena bosan dengan sekolah dari rumah. Mereka (anak-anak) bosan karena tidak bisa pergi ke sekolah dan tidak bisa pergi keluar rumah karena adanya pandemi,” ungkap Alissa Wahid.

Baca Juga: Berkaca dari Sinetron Suara Hati Istri, Inilah Cara Mencegah Perkawinan Anak

Selain itu Alissa Wahid juga menambahkan bahwa media sosial juga turut meningkatkan angka perkawinan anak ini lo, Kawan Puan.

Ia mengambil contoh #nikahmuda yang ada di Instagram.

Di Instagram, ada lebih dari 900ribu #nikahmuda yang telah diunggah.

Kemudian disusul dengan #nikahmudah dan #nikahmudanikahkaya yang menempati urusan kedua dan ketiga.

Mirisnya, kampanye nikah muda ini juga turut dilanggengkan oleh beberapa publik figur lo, Kawan Puan!

Baca Juga: Pernah Ikut Promosikan Nikah Muda, Salmafina Sunan Akui Kesalahannya

Terlebih publik figur tersebut berasal dari masyarakat keagamanaan tertentu.

Dari penjelasan Alissa Wahid soal perkawinan anak ini, menjadi tamparan keras bagi kita semua.

Untuk bisa bersama-sama mengatasi persoalan perkawinan anak di Indonesia.

Kawan Puan, yuk putus rantai perkawinan anak ini dari lingkungan terdekat kita! (*)

Penulis:
Editor: Arintya