Penting! Hindari 10 Kesalahan Ini Saat Mengajarkan Anak Soal Keuangan

Arintha Widya - Selasa, 20 April 2021
Ilustrasi mengajarkan finansial ke anak
Ilustrasi mengajarkan finansial ke anak August de Richelieu

Parapuan.co - Sejak kecil, anak perlu mendapatkan pelajaran soal finansial, terutama cara mengatur keuangan.

Namun, sebagian orang tua mungkin saja menganggap segala sesuatu berkaitan dengan keuangan masih tabu bagi anak-anak.

Padahal pandangan tersebut tidak benar. Justru sedari dini, anak perlu belajar, salah satunya yang paling mudah ialah mengajari mereka menabung.

Baca Juga: Belajar dari Sisca Kohl, Ini 5 Tips Ajarkan Anak Menabung Sejak Dini

Apabila Kawan Puan ingin atau sedang mengajarkan masalah finansial ke putra maupun putri tercinta, pastikan kamu melakukannya dengan cara yang tepat.

Misalnya saja dengan tidak melakukan 10 kesalahan berikut, sebagaimana melansir Huffington Post:

1. Uang adalah Topik Tabu

Merasa bahwa uang merupakan topik yang tabu untuk dibicarakan akan membuatmu ragu untuk mengajarkan soal finansial kepada anak.

Hapus pandangan semacam itu, karena menurut Tim Sheehan, CEO aplikasi finansial Greenlight, tidak mendiskusikan tentang uang sama sekali dengan anak malah berdampak buruk.

Dikhawatirkan, tidak adanya pengetahuan tentang keuangan membuat anak-anak tak mampu menggunakan dan mengelolanya dengan baik di masa depan.

Baca Juga: Sebentar Lagi Lebaran Tiba, Ajari Anak 5 Cara Manfaatkan Uang THR dengan Bijak

Bagaimana caranya? Mulailah dengan cara yang sederhana dalam menjelaskan tentang uang dan kegunaanya.

"Orang tua dapat memulai dengan membantu anak-anak mereka mempelajari tali pengambilan keputusan," jelas Tim Sheehan.

"Mulailah dari hal kecil dengan menjelaskan mengapa Anda memilih membelanjakan uang untuk belanjaan daripada untuk dibawa pulang," imbuhnya.

2. Uang Ada di Mana-Mana

Kesalahan berikutnya yang perlu Kawan Puan hindari adalah, tidak menjelaskan kepada anak tentang asal usul uang.

Bahwasanya, uang tidak selalu ada dan bisa dipetik dari pohon, tetapi dihasilkan dengan bekerja atau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk bisa memperolehnya.

Untuk mengajarkan hal ini kepada anak, kamu bisa memulainya dengan memberikan mereka tugas rumah.

Baca Juga: Ini 8 Cara Efektif Ajarkan Anak Membersihkan Kamar Tidurnya

"Itu akan membantu anak-anak mengerti tentang, 'Jika aku melakukan pekerjaan ini, maka aku akan menghasilkan uang'," ujar Tim Sheehan menambahkan.

"Kemudian, mereka dapat menetapkan tujuan menabung dan mengusahakannya. Ini mengajari tentang membuat keputusan pertukaran di dunia nyata alih-alih hanya memperoleh kepuasan instan," katanya lagi.

Tak cuma itu, memberikan tugas sehari-hari kepada anak juga dapat mengajarkan mereka arti tanggung jawab dan bekerja keras.

3. Finansial adalah Urusan Orang Dewasa

Tips keuangan untuk menjadi perempuan mandiri finansial.
Tips keuangan untuk menjadi perempuan mandiri finansial. I going to make a greatest artwo

Berhentilah memandang anak-anak seolah-olah sebagai objek yang tidak harus mengerti semua hal yang orang dewasa ketahui, terlebih soal finansial.

Mengelola keuangan bukanlah urusan orang dewasa saja, tetapi anak-anak juga bisa mempelajarinya sedari dini.

Pakar keuangan Kim Kiyosaki menyebutkan, ada banyak cara mengajarkan cara mengelola uang kepada anak dan mempraktikkannya dengan mudah.

Baca Juga: Tak Perlu Keluar Uang, 3 Kursus Online Digital Marketing Ini Gratis!

"Jika anak menginginkan mainan atau gadget baru, tanyakan kepada mereka, 'Bagaimana kamu bisa mendapatkan uang untuk membelinya?'" tutur Kim Kiyosaki.

Menurutnya, menanyakan hal tersebut dapat membuat anak berpikir bagaimana mereka mendapatkan uang.

Tentu, selain membuat mereka belajar soal finansial, anak juga akan mampu berpikir kreatif tentang bagaimana bisa memperolehnya dengan cara yang baik.

4. Membicarakan Uang Memunculkan Emosi Negatif

Jika Kawan Puan berpikir demikian, singkirkanlah pandangan negatif semacam itu ketika mengajarkan mengenai uang dan finansial kepada anak.

Uang memang bisa jadi topik yang sensitif bagi sebagian orang, tetapi memandangnya demikian justru akan membuat anak juga berpikiran negatif jika terkait finansial.

Sebagai orang tua, kamu mesti bisa mengendalikan emosi dan memandang persoalan terkait keuangan lebih positif lagi.

Nantinya, caramu menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan uang dan pengelolaannya juga akan menurun ke anak, lho.

Baca Juga: Anak Alami Mood Swings? Ini 5 Cara Hadapi Emosi Si Buah Hati

5. Menganggap Wajar Impulsif Buying

Poin kelima ini bisa dibilang merupakan kesalahan yang sering dilakukan orang tua ketika mengajarkan pengelolaan keuangan kepada anak.

Bahwasanya, sebagian orang tua justru menghambur-hamburkan uangnya untuk membelikan semua yang anak inginkan.

Ahli keuangan dan penganggaran, Andrea Woroch menyarankan, kebiasaan belanja impulsif akan membuat anak tidak paham prioritas.

Menurutnya, akan lebih baik jika sebelum mengabulkan keinginan anak, orang tua menanyakan apa yang benar-benar dibutuhkannya dan memintanya menunda sampai hari ulang tahun atau momen spesial tertentu.

Akan lebih baik lagi jika kamu berterus terang kepada anak, bahwa ada kalanya orang tua mampu membeli sesuatu, tetapi terkadang perlu menabung dulu untuk bisa membelinya.

Baca Juga: Selain Riset Harga, Ini 5 Tips Penting Sebelum Membeli Ponsel di Online Shop

6. Menyamakan Keinginan dan Kebutuhan

Menganggap keinginan dan kebutuhan merupakan hal yang sama adalah kesalahan yang perlu dihindari ketika mengajarkan pengelolaan keuangan kepada anak.

Ajarkanlah perbedaannya dan berikan contoh supaya anak mengerti bahwa kebutuhan mesti lebih didahulukan ketimbang keinginan.

Misalnya, ketika sedang belanja dan anak minta dibelikan mainan, orang tua bisa menjelaskan bahwa anggaran yang ada akan dipakai untuk membeli susu terlebih dulu.

Lalu saat menjelaskan hal semacam itu kepada anak, sebaiknya tidak memarahinya hanya lantaran ia menginginkan sesuatu.

7. Merasa Tak Perlu Mencari Alnernatif Barang Berharga Murah

Barang preloved luxury goods dari Zeta Bags
Barang preloved luxury goods dari Zeta Bags Satrio Ramadhan

Berkaitan dengan keinginan dan kebutuhan, jika memang anak menginginkan sesuatu yang dibutuhkan tapi harganya mahal, pertimbangkanlah untuk mencari alternatif.

Tidak ada salahnya mencari barang serupa di toko yang menyediakan diskon atau harganya lebih murah.

Baca Juga: Murah dan Mudah, Ini 5 Panganan Lokal Rendah Kalori untuk Diet

Sebagaimana pendapat Andrea Woroch, dengan melakukan hal itu, orang tua sekaligus mengajarkan anak membuat keputusan cerdas dalam berbelanja.

"Bimbang anak Anda untuk membuat keputusan belanja yang lebih cerdas, seperti berbelanja di toko lokal untuk mendapatkan celana jeans yang didambakan agar lebih terjangkau," terang Andrea.

8. Uang adalah Rahasia dan Kebohongan

Kawan Puan, hindarkan anak dari sikap merahasiakan pengeluaran dari pasangan, lalu mengatakan pada anak untuk merahasiakannya juga.

Ketika kamu membeli lipstik baru, misalnya, jangan katakan pada anak, "Ssstt, jangan bilang-bilang ayah, ya?"

Ini mungkin sepele, tetapi bisa menjadi masalah besar nantinya. Apalagi, itu sama saja mengajarkan anak untuk tidak jujur.

Baca Juga: Komunitas 'Ibu Punya Mimpi' Selenggarakan Webinar untuk Memberikan Kesempatan Bisnis bagi Para Ibu

9. Menabung adalah Segalanya

Menabung memang penting, tetapi bijaklah sebagai orang tua dengan tidak menjadikan hal itu sebagai satu-satunya cara menyimpan uang.

Kim Kiyosaki menyarankan, anak-anak perlu diajari cara menumbuhkan uang yang mereka hasilkan, selain dengan menabung.

Salah satunya dengan mengajarkan mereka berinvestasi sejak dini dengan berbisnis kecil-kecilan yang mudah dipraktikkan.

Misalnya, meminta anak menjual mainannya yang masih bagus tetapi sudah tidak terpakai. Walau dengan harga lebih murah, itu bisa membantu anak berpikir kreatif tentang cara berbisnis.

10. Aturan Keuangan Itu Kaku

Setiap keluarga maupun individu mempunyai perencanaan dan cara pengelolaan keuangan yang berbeda.

Jangan disamakan dan jangan memaksa anak mengelola keuangannya sama persis dengan cara yang Kawan Puan lakukan.

Anak cukup diarahkan, lalu biarkan mereka menentukan sendiri seperti apa mereka akan mengelola keuangannya. (*)

Sumber: Huffington Post
Penulis:
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami