Apa Itu Survivorship Bias? Berikut Penjelasan dan Faktor Penyebabnya

Ericha Fernanda - Rabu, 7 April 2021
ilustrasi survivorship bias.
ilustrasi survivorship bias. freepik.com

 

Parapuan.co - Kawan Puan, pernah kamu mendengar kalimat, "Kalau aku berhasil, orang lain harusnya juga bisa berhasil." dalam hidupmu?

Kalimat tersebut terdengar motivatif ya, Kawan Puan?

Namun tahukah kamu bahwa kalimat tersebut justru tergolong sebagai survivorship bias?

Sebab pikiran ini mengesampingkan kegagalan dan melupakan mereka yang tidak berhasil dalam mencapai sesuatu.

Baca Juga: Merasa Lelah Meski Tidur Cukup? 6 Kondisi Ini Bisa Jadi Penyebabnya

Lalu apa itu survivorship bias?

Melansir dari The Decision Lab, survivorship bias atau bias bertahan hidup adalah jenis bias seleksi di mana hasil dan mereka yang sukses dilihat secara tidak proporsional.

Bagi siapa saja yang gagal atau tidak berhasil akan diabaikan keberadaannya. 

Kawan Puan, fenomena survivorship bias ini ternyata berbahaya dan bisa merusak kehidupan keseharian kita lo!

Sebab sistem pendidikan, tradisi, atau tatanan masyarakat cenderung meninggikan mereka yang sudah sukses dalam profesi atau bisnis tertentu.

Sementara tidak menganggap orang-orang yang gagal dalam melakukan sesuatu itu ada dan telah berusaha.

Bagaimana survivorship bias bisa terjadi?

Survivorship bias ini bisa terjadi karena seseorang merasa dunia hanya berputar untuk dirinya sendiri.

Mereka hanya percaya dengan kebenaran pandangan diri atau kelompoknya.

Mereka tidak sadar memiliki kemampuan atau kelebihan dari segi finansial, keluarga, kesehatan dan lain sebagainya.

Selain itu, mereka terjebak di lingkungan sosial yang menetap dan statis atau orang-orang yang itu-itu saja.

Salah satu contoh survivorship bias ini sering terjadi saat pandemi. Mereka merasa dirinya tidak mengalami kesulitan melewati pandemi saja karena tidak terganggu secara keuangan atau pendapatan.

Selain itu, mereka tidak memahami kenapa orang lain sangat sulit melewati pandemi dan kesulitan menjalani Work from Home (WFH). Sebab mereka merasa bisa melalui keadaan ini.

Baca Juga: Kimberly Ryder Ungkap Pentingnya Self-Care dan Support System untuk Kebahagiaan Ibu

Pada kenyataannya, tidak semua orang bisa kerja dari rumah (WFH). Sebab ada kalanya jika seseorang tidak keluar rumah, maka tidak ada pemasukan sama sekali.

Kemudian, banyak terjadi pemutusan kerja dan UMKM mengalami kerugian hingga gulung tikar.

Akibarnya jumlah pengangguran pun meningkat. Mereka dengan survivorship bias menolak kenyataan yang sebenarnya terjadi di sekitarnya.

 

Contoh lainnya, ketika seseorang bisa menabung dan membeli rumah sebelum umur 30 tahun, maka ia memiliki prinsip bahwa semua orang juga bisa melakukannya apabila mengikuti caranya.

Sedangkan, pada situasi sebenarnya masih banyak yang belum bisa mencapainya karena berbagai alasan.

Orang dengan survivorship bias ini tidak melihat sisi di mana orang lain tidak bisa menabung karena uangnya hanya cukup untuk makan, menafkahi keluarga, atau membayar hutang.

Lalu bagaimana cara mengatasi survivorship bias ini?

Cara mengatasi survivorship bias ini adalah memahami kondisi sosial secara utuh bahwa setiap lapisan masyarakat itu berbeda-beda.

Selain itu, berusaha berpikir tidak egois dan memiliki empati serta belajar lebih peduli kepada sesama bisa dicoba.

Baca Juga: Kesadaran Digital Wellness untuk Kita yang Susah Lepas dari Handphone

Kawan Puan, semoga kamu tidak mengalami survivorship bias ini ya!

Sebab kita perlu menyadari bahwa kondisi dan kehidupan orang lain itu berbeda dan tidak bisa disamaratakan. (*)

 

Sumber: The Decision Lab
Penulis:
Editor: Arintya