Kian Memanas, Ini Fakta Tentang Aksi Demo yang Terjadi di Nepal

Saras Bening Sumunar - Kamis, 11 September 2025
Fakta aksi demo di nepal.
Fakta aksi demo di nepal. SergeyIT

Parapuan.co Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli telah mengundurkan diri setelah kemarahan publik atas terbunuhnya 22 orang dalam bentrokan polisi dengan pengunjuk rasa antikorupsi.

Pihaknya mengatakan, ia mengundurkan diri untuk membuka jalan bagi solusi konstitusional terhadap protes besar-besaran atas kasus korupsi yang meluas dan dipicu oleh larangan media sosial.

Protes berubah menjadi kekerasan ketika ribuan orang turun ke jalan di Kathmandu pada hari Senin (8/9/2025) waktu setempat.

Hampir 200 orang diyakini terluka dalam bentrokan dengan polisi, yang menggunakan gas air mata, meriam air, dan peluru tajam saat para pengunjuk rasa memanjat tembok parlemen juga gedung resmi lainnya.

Protes berlanjut pada hari Selasa (9/9/2025), di mana para demonstran membakar gedung parlemen, kantor pusat Partai Kongres Nepal, dan rumah mantan Perdana Menteri Sher Bahadur Deuba. Rumah beberapa politisi lainnya juga dirusak oleh massa.

Apa Larangan Media Sosial yang Terjadi di Nepal?

Media sosial merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat Nepal. Negara ini bahkan memiliki salah satu tingkat pengguna per kapita tertinggi di Asia Selatan.

Sayangnya, pemerintah justru membuat keputusan untuk melarang 26 platform media sosial, termasuk WhatsApp, Instagram dan Facebook. Hal ini dipicu karena sejumlah platform tersebut gagal memenuhi tenggat waktu untuk mendaftar ke kementerian komunikasi dan teknologi informasi Nepal.

Sementara dikutip dari laman BBCpara kritikus beranggapan menuduh pemerintah berusaha menghambat kampanye antikorupsi dengan larangan tersebut, walau sudah dicabut pada Senin malam.

Baca Juga: Ketika Rakyat Turun ke Jalan, Sejauh Mana Demonstrasi Mampu Mengubah Kebijakan?


Meskipun larangan tersebut merupakan katalisator kerusuhan saat ini, para pengunjuk rasa juga menyalurkan ketidakpuasan yang lebih mendalam terhadap otoritas negara Nepal.

Apa yang Sebenarnya Terjadi di Nepal?

Demonstrasi berikutnya berubah menjadi kekerasan di Kathmandu dan beberapa kota lain di Nepal. Total 19 pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan dengan polisi pada hari Senin.

Menteri Komunikasi Nepal Prithvi Subba mengatakan pada hari itu, polisi terpaksa menggunakan kekerasan termasuk meriam air dan menembakkan peluru karet.

Beberapa pengunjuk rasa berhasil menerobos batas gedung parlemen di Kathmandu, yang mendorong polisi memberlakukan jam malam di sekitar gedung-gedung pemerintah utama dan memperketat keamanan.

Pada hari Selasa, para pengunjuk rasa juga membakar gedung parlemen di ibu kota Kathmandu, menyebabkan asap hitam tebal mengepul ke angkasa. Gedung-gedung pemerintahan dan rumah-rumah para pemimpin politik diserang di seluruh negeri.

Setidaknya, tiga orang dilaporkan tewas pada hari Selasa, sehingga jumlah total korban tewas menjadi sedikitnya 22 sejak kerusuhan dimulai.

Banyak korban luka telah dibawa ke rumah sakit setempat di mana kerumunan telah berkumpul. Pihak kepolisian Nepal juga mengatakan mengatakan beberapa petugas terluka, dan jumlah korban diperkirakan akan meningkat.

Baca Juga: Mengapa Suara Perempuan Penting dalam Narasi Demonstrasi di Indonesia?

Apa Tuntutan para Pengunjuk Rasa?

Ada dua tuntutan utama para pengunjuk rasa, yakni pemerintah mencabut larangan media sosial dan pejabat mengakhiri apa yang mereka sebut praktik korupsi.

Para pengunjuk rasa, banyak di antaranya mahasiswa, telah menghubungkan blokade media sosial dengan pembatasan kebebasan berbicara, dan tuduhan korupsi yang meluas di kalangan politisi.

"Kami ingin mengakhiri korupsi di Nepal. Para pemimpin hanya menjanjikan satu hal selama pemilu, tetapi tidak pernah menepatinya. Mereka adalah penyebab begitu banyak masalah. " ujar Binu KC, seorang mahasiswa berusia 19 tahun.

Ia menambahkan bahwa larangan media sosial telah mengganggu pendidikannya, membatasi akses ke kelas daring dan sumber belajar.

Subhana Budhathoki, seorang kreator konten, menyuarakan rasa frustrasinya. Ia menyebutkan "Generasi Z tidak akan berhenti sekarang. Protes ini bukan hanya tentang media sosial. Ini tentang membungkam suara kami, dan kami tidak akan membiarkan itu terjadi," pungkasnya. 

Baca Juga: Lembaga Nasional HAM Soroti Represi terhadap Perempuan dan Anak dalam Aksi Demonstrasi

(*)

 

Sumber: BBC
Penulis:
Editor: Kinanti Nuke Mahardini