Tidak hanya tentang standar internasional, kemitraan ini juga dianggap mampu menjaga relevansi pendidikan di tengah perubahan budaya belajar.
Head of Senior Schools for SIS Group od Schools, Andi Elisa menyebut bahwa inspirasi siswa kini lebih banyak datang dari media sosial dengan durasi singkat, seperti video 20 detik di TikTok.
Dalam konteks ini, peran sekolah menjadi semakin krusial untuk menghadirkan pembelajaran yang tetap menginspirasi dan bermakna.
Fatima sendiri merasakan hal itu secara nyata. Baginya, semangat belajar tumbuh karena dukungan komunitas, guru yang mampu memotivasi, serta sistem pembelajaran tidak monoton.
Sedangkan dari sisi guru, kesempatan untuk berbagi praktik terbaik menjadi ruang inovasi yang berharga. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi bagian dari komunitas global yang saling bertukar ide. Hal ini pada akhirnya menciptakan atmosfer belajar lebih progresif.
Sementara itu, orang tua memperoleh ketenangan hati karena tahu anak-anak mereka tidak hanya dibekali pengetahuan akademis, melainkan juga keterampilan hidup. Pendidikan dipandang sebagai investasi jangka panjang, dan kemitraan Cambridge dengan SIS memberikan jaminan bahwa investasi itu dikelola dengan baik.
Di akhir sesi, seluruh diskusi menekankan pentingnya kepemimpinan yang visioner. Dengan kepemimpinan yang matang, kualitas pendidikan dapat tetap terjaga, terjangkau, sekaligus relevan dengan kebutuhan zaman.
Kolaborasi dari dua pihak ini hadir bukan sekadar kerja sama administratif, tetapi wujud nyata komitmen bersama dalam menyiapkan generasi yang benar-benar siap menghadapi dunia.
Dari ruang kelas hingga ke panggung global, siswa dituntun untuk berani bermimpi lebih tinggi dan menggapainya dengan percaya diri.
Baca Juga: Belajar Skill Bergaji Tinggi dengan Bantuan AI, Kenapa Tidak? Ini Caranya
(*)
Putri Renata