Dari pengamatan Rini sendiri, solidaritas antar peserta juga tampak nyata. Ada yang membagikan makanan hasil donasi, ada pula yang membagi pembalut untuk peserta perempuan yang membutuhkan. Di sisi lain, banyak peserta juga menyempatkan diri membeli makanan dari pedagang kecil di sekitar lokasi aksi.
Bagi Rini, hal tersebut menjadi cermin kebutuhan kelompok minoritas yang selama ini masih diabaikan pemerintah maupun masyarakat. “Berandai-andai aja kalau dalam keseharian pemerintah dan kita semua lebih peka terhadap kebutuhan ini,” ucapnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengesahkan undang-undang yang melindungi hak-hak perempuan. “RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sangat penting. Itu langkah konkret untuk melindungi perempuan yang sering dipinggirkan,” tegasnya.
Meski sebagian besar tuntutan masih bersifat umum, seperti lapangan pekerjaan dan evaluasi program pemerintah, Rini menilai isu tersebut tetap penting. Sebab, dampaknya langsung terasa pada kehidupan masyarakat kecil.
Perempuan vs Pemerintah
Ia juga menyinggung posisi perempuan dalam menghadapi kebijakan yang tidak pro rakyat. “Lihat harga beras sekarang. Siapa yang harus menyiasati uang belanja? Ibu-ibu. Perempuan adalah penanggung beban paling berat dari kebijakan itu,” jelasnya.
Selain berperan sebagai pengatur keuangan rumah tangga, banyak perempuan juga dituntut mencari penghasilan tambahan di tengah terbatasnya lapangan pekerjaan. Ironisnya, menurut Rini, perempuan justru sering dianggap tidak kompeten membahas politik.
Rini menyadari tidak semua perempuan bisa ikut turun ke jalan. Namun, ia menegaskan bahwa perlawanan tetap bisa dilakukan dengan cara sederhana. Misalnya, mengajak anak berdiskusi tentang situasi negara, melatih berpikir kritis, dan menolak narasi diskriminatif.
Baca Juga: Kenapa Warna Pink dan Hijau Jadi Simbol Solidaritas dalam Kampanye 17+8?
Ia juga mendorong perempuan untuk memanfaatkan internet secara bijak. “Baca berita dari sumber valid, cek fakta, dan kalau bisa tetap membaca buku. Itu akan melatih analisis dan wawasan kita,” tambahnya.
Menutup pernyataannya, Rini menegaskan bahwa demokrasi hanya bisa berjalan baik jika warganya, terutama perempuan, melek informasi dan berani mengambil keputusan berdasarkan analisis kritis. “Perempuan harus lebih paham situasi, karena kita yang paling terdampak dari setiap kebijakan negara,” pungkasnya.
(*)
Putri Renata