Membangun Fesyen Berkelanjutan: Gerakan Menanam Kapas Lokal untuk Lingkungan Lebih Baik

Tim Parapuan - Minggu, 31 Agustus 2025

Parapuan.co - Indonesia dikenal sebagai negeri agraris dengan kekayaan tanaman yang melimpah. Namun, di balik potensi besar itu, ada kenyataan yang cukup mengejutkan yakni kapas, salah satu tanaman penting dalam industri tekstil, justru kini hanya tersisa sangat sedikit di tanah air.

Anastasia Setiobudi, Creative Director SukkhaCitta dalam peluncuran koleksi PERTIWI (27/8) menyebutkan hanya sekitar 1,9% kapas di Indonesia yang benar-benar berasal dari dalam negeri, sementara sisanya harus diimpor dari berbagai negara.

Kondisi ini tentu menjadi ironi, mengingat pada masa lalu Indonesia memiliki banyak petani kapas. Sayangnya, perlahan tanaman ini ditinggalkan karena berbagai alasan, mulai dari karakteristik serat yang dianggap kurang ideal hingga perubahan arah kebijakan industri. 

"Kita mulai program kapan ini sebenarnya udah mulai dari 2017, tapi baru bener-bener jalan di 2020," ujar Anastasia. Dengan ini, ia menginformasikan bahwa SukkhaCitta meggunakan kapas asli dari Indonesia menjadi program berkelanjutannya. 

Anastasia Setiobudi, Creative Director SukkhaCitta
Anastasia Setiobudi, Creative Director SukkhaCitta

Kapas asli Indonesia sebetulnya memiliki keunikan tersendiri. Jenis yang banyak tumbuh disebut sebagai short staple cotton dan ditemukan pada kapas kanesia. Seratnya cenderung lebih pendek, sehingga ketika dipintal menjadi benang hasilnya tidak sehalus kapas komersial dari luar negeri. Benang dari kapas lokal ini sering kali masih menyisakan tekstur kasar dan serat-serat yang terlihat jelas.

Bagi sebagian orang, karakter ini dianggap sebagai kekurangan. Padahal, di balik itu tersimpan nilai identitas yang khas. Kain yang dihasilkan dari kapas lokal mempunyai tekstur unik dan bisa menjadi ciri otentik bila digarap dengan visi yang tepat. Inilah salah satu alasan mengapa program pengembangan kapas lokal kembali dihidupkan.

Di balik upaya ini, research and development (R&D) terus dilakukan. Fokusnya bukan hanya pada hasil kain, melainkan juga pada sistem penanaman yang lebih ramah lingkungan. Salah satu metode yang kini banyak dikedepankan adalah tumpang sari, yakni menanam kapas bersama dengan tanaman lain dalam satu lahan.

Tumpang sari bukan sekadar cara bercocok tanam, melainkan sebuah metode yang menyembuhkan tanah. Berbeda dengan monokultur yang hanya menanam satu jenis tanaman dan membuat tanah cepat rusak, tumpang sari menjaga ekosistem agar lebih seimbang. Tanah yang semula gersang perlahan kembali subur.

Bukti nyata terlihat dari lahan uji coba. Setelah dilakukan penanaman kapas bersama jenis tanaman lainnya, hasil analisis menunjukkan tanah mampu menyerap lebih banyak karbon. Artinya, metode ini bukan hanya menguntungkan petani, tetapi juga berdampak baik bagi lingkungan.

Baca Juga: Bisa Bersihkan Udara dari Polutan, Ini Cara Merawat Tanaman Hias Peace Lily

"Kita udah membuktikan, waktu kita menanam kapas dari tumpang sari ini, kayak kita ambil sampel tanam sebelum dan setelah ditanam, sebenarnya tanahnya itu jadi lebih banyak menyerap minyak karbon," jelas Anastasia

Program ini juga menjadi upaya untuk mengajak petani kembali ke kearifan lokal. Jika sebelumnya Indonesia sudah mengenal pola tanam beragam jenis dalam satu lahan. Kini, metode itu dihidupkan kembali, dan terbukti tetap relevan sekaligus bermanfaat bagi generasi sekarang maupun mendatang.

Menurut Anastasia, awalnya tidak sedikit petani yang memandang heran. Mereka terbiasa menanam jagung atau tanaman tunggak dalam satu lahan, sehingga ketika melihat petak kapas ditanami beragam jenis, banyak yang mempertanyakannya.

"Mereka tuh yang awalnya tadinya kayak 'ini ngapain sih?' Terus akhirnya jadi penasaran. That's actually what we want. And bener-bener kayak spreading the mission. Because this mission we can't do it by ourselves," ujar Anastaia. 

Saat ini, kapas yang ditanam oleh SukkhaCitta berlokasi di wilayah Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini bukan tanpa alasan. Iklim di daerah tersebut dinilai paling sesuai dengan kebutuhan kapas Nusantara. Menariknya, proses penanamannya dilakukan dengan sangat alami tanpa perlu penyiraman berlebihan.

Anastasia juga bercerita jika banyak yang mengira kapas adalah tanaman yang haus air. Namun, jika ditanam di musim yang tepat, misalnya awal tahun saat curah hujan masih tinggi, tanaman ini dapat tumbuh subur hanya dengan air hujan. Setelah melewati dua bulan pertama, kapas justru membutuhkan sinar matahari terik agar dapat berkembang optimal.

"Jadi yaudah ditanam di saat yang benar, kita diemin aja gitu. Kita cuma liatin doang ini udah sampai mana nih, apakah udah bisa panen atau engga gitu," ungkap Anastasia. 

Metode ini menjadikan kapas sebagai tanaman yang relatif hemat perawatan. Setelah ditanam, petani hanya perlu memantau pertumbuhan hingga tiba masa panen. Cara ini tidak hanya efisien, tetapi juga lebih ramah lingkungan.

Dengan demikian, program kapas bukan hanya tentang bahan baku tekstil. Lebih jauh, ini adalah gerakan untuk menghidupkan kembali warisan, menjaga lingkungan, dan memberdayakan petani. Jika terus dikembangkan, kapas lokal dapat menjadi simbol baru dari fesyen berkelanjutan Indonesia.

Baca Juga: Denica Riadini-Flesch Founder SukkhaCitta Raih Penghargaan Rolex Awards for Enterprise 2023

(*)

Putri Renata

Penulis:
Editor: Citra Narada Putri