Menyingkirkan Penampilan dari Persamaan
Bagi sebagian perempuan, bekerja jarak jauh menjadi strategi untuk menghapus standar ganda ini. Dengan kamera dimatikan dan penampilan tak lagi jadi sorotan, reputasi dibangun sepenuhnya lewat kualitas kerja.
Namun, tidak semua orang memiliki privilese itu. Banyak perempuan tetap harus hadir tatap muka atau tampil di layar. Jika demikian, ada dua pilihan: menggunakan “premi makeup” secara strategis (dengan cara hemat, misalnya memakai produk drugstore), atau melawan dengan taktik lain yang lebih berkelanjutan untuk meningkatkan penghasilan.
Strategi Lain untuk Mendapatkan Kenaikan Gaji
- Berani Negosiasi
Banyak penelitian menunjukkan perempuan lebih jarang bernegosiasi gaji dibanding laki-laki. Padahal, sikap percaya diri bisa membuat nilai kita lebih dihargai. Jangan bertanya, “bolehkah saya digaji sekian?”, tapi nyatakan, “ini tarif saya.”
- Berdasarkan Data, Bukan Perasaan
Alih-alih takut dicap “agresif”, bawalah bukti konkret: kisaran gaji di industri, perbandingan dengan rekan sejawat, atau standar profesi. Fakta akan lebih sulit dibantah.
- Job-Hopping
Loyal pada satu perusahaan bukan lagi jaminan. Studi menunjukkan, pindah kerja setiap beberapa tahun bisa mendatangkan kenaikan gaji hingga 35% dalam tiga tahun, jauh lebih tinggi dibanding kenaikan tahunan yang biasanya hanya 2,5%.
- Bangun Jaringan Sesama Perempuan
Penelitian Harvard Business Review menemukan, perempuan yang memiliki lingkaran pertemanan profesional dengan sesama perempuan sukses lebih berpeluang mendapatkan posisi kepemimpinan dan gaji lebih tinggi. Dukungan sesama perempuan terbukti memperkuat posisi dalam dunia kerja.
Menutup dengan Refleksi
Baca Juga: Tingkatkan Networking, Ini 5 Manfaat Work Life Balance bagi Karyawan
Fenomena beauty premium memperlihatkan ironi: di satu sisi, penampilan bisa menjadi jalan pintas menuju penghasilan lebih tinggi, namun di sisi lain, itu menambah beban finansial sekaligus tekanan sosial bagi perempuan.
Karier seharusnya ditentukan oleh kemampuan, bukan eyeliner atau lipstik. Karena itu, selain memanfaatkan strategi negosiasi, data, mobilitas kerja, dan jaringan, perempuan juga perlu terus mendorong perubahan budaya kerja agar nilai profesional tidak lagi dikaitkan dengan standar kecantikan yang sempit.
Pada akhirnya, yang dibutuhkan bukanlah perempuan yang selalu tampil sempurna, melainkan perempuan yang percaya diri, kompeten, dan diberi ruang untuk berkembang tanpa harus membayar “pajak kecantikan” terlebih dahulu.
(*)