Parapuan.co - Ketika membicarakan perjalanan karier Anggia Prasetyoputri sebagai seorang peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada satu hal menarik, yaitu peran besar dari support system yang dimilikinya.
Awalnya, Anggia menempuh pendidikan S1 Biologi di Universitas Indonesia tanpa pernah berpikir serius bahwa dirinya akan menekuni profesi sebagai peneliti.
Bahkan sejak berkuliah, Anggia menyebut peran keluarga dan orang-orang terdekat memiliki pengaruh yang besar dalam mendukung serta mengarahkan perjalanan karier seseorang.
Bagi Anggia, support system adalah sesuatu yang sangat penting. Ia bahkan menegaskan bahwa dirinya bisa berada pada posisi saat ini karena adanya dukungan kuat dari orang-orang terdekat.
Sejak awal, kedua orang tuanya banyak memberikan masukan, berbagi pengalaman, hingga memberikan insight berharga mengenai bagaimana menjalani profesi peneliti yang penuh tantangan.
Pengalaman orang tua yang telah lebih dulu melewati pahit manis dunia penelitian menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi Anggia, terutama dalam membangun jenjang karirnya.
"Jadi kalau pas awal-awal di karier saya, kenapa saya bilang belum tertarik sebagai peneliti karena melihat sendiri berapa sibuknya mama papa saya pada saat itu," ujar Anggia Prasetyoputri dalam wawancara eksklusif bersama PARAPUAN pada Sabtu (16/8/2025).
"Tapi setelah saya menjalani sendiri, sebagai peneliti itu meskipun ribet, tetapi juga menjadi hal yang menarik. Nah terkait support system menurut saya sangat penting dan saya tidak memungkiri bahawa saya bisa sampai di titip ini karena orang-orang terdekat," jelas Anggia.
Tidak hanya dari orang tua, dukungan suami dan anak-anaknya pun menjadi hal yang sangat krusial. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 jurusan Biologi di Universitas Indonesia, Anggia memiliki keinginan besar untuk melanjutkan studi S2 dan S3 di luar negeri karena terinspirasi oleh perjalanan akademik kedua orang tuanya yang juga menempuh pendidikan di luar negeri.
Baca Juga: Sosok Perempuan Inspiratif di Balik Bisnis Pengolahan Sampah INGRAM
Setelah berkeluarga, tentu tidak mungkin ia bersikap egois dan memutuskan sepihak. Di sinilah peran suami sangat terlihat. Ketika Anggia melanjutkan studi S2, ia baru saja menikah.
Kala itu, ia dan suaminya masih berdua sehingga perjalanan studinya bisa dijalani bersama dengan cukup ringan. Namun, setelah menyelesaikan S2 dan memiliki anak, ia tetap berkomitmen untuk melanjutkan studi S3.
Tantangan semakin besar, tetapi dukungan dari sang suami benar-benar luar biasa. Anggia menyebut bahwa suaminya sampai rela dua kali mengundurkan diri dari pekerjaan hanya demi mendampingi Anggia menempuh pendidikan, baik di tingkat S2 maupun S3.
"Waktu itu (menempuh pendidikan S2 dan S3) support suami sangat krusial ya. Bahkan suami saya rela resign kerja dua kali untuk menemaki saya kuliah di Australia," cerita Anggia.
"Jadi suami saya pending dulu gitu ya, pending tentang kariernya sendiri dan full support saya selama studi," imbuhnya.
Di masa-masa sulit, seperti ketika menghadapi penelitian yang gagal, eksperimen tidak berjalan sesuai harapan, atau ketika semangatnya menurun, support system inilah yang hadir untuk menguatkan Anggia.
Suami, anak-anak, serta sang ibu selalu meyakinkan bahwa semua kesulitan hanya bersifat sementara. Mereka memberikan dorongan moral bahwa ia mampu melewati semua tantangan, dan keyakinan itu terbukti membuatnya tetap bertahan hingga kini.
Anggia pun menyadari, dua dekade perjalanan karirnya sebagai peneliti perempuan tidak mungkin bisa terlewati tanpa adanya support system yang kokoh di sekelilingnya. Selain keluarga inti, Anggia juga merasa sangat terbantu dengan adanya komunitas sesama peneliti dan akademisi.
Dari sana, ia tidak hanya memperoleh masukan ilmiah dan motivasi, tetapi juga merasakan adanya sense of belonging yang membuatnya tidak merasa sendirian menghadapi tantangan di dunia penelitian. Dukungan dari rekan sejawat ini menambah lapisan kekuatan emosional dan profesional dalam perjalanannya.
Pada akhirnya, perjalanan pendidikan Anggia memang terwujud sesuai dengan harapannya. Ia berhasil menempuh studi S2 di University of Melbourne dan melanjutkan S3 di University of Queensland, Brisbane, keduanya melalui beasiswa prestisius Australia Awards.
Semua pencapaian tersebut tidak bisa dilepaskan dari support system yang kuat, baik dari keluarga, orang tua, suami, anak-anak, maupun komunitas peneliti.
Baginya, support system bukan sekadar pendamping, tetapi fondasi penting yang memastikan seorang perempuan peneliti tetap teguh melangkah dalam perjalanan akademik dan karier penuh tantangan.
Baca Juga: Bergelut dengan Owa Jawa dan Hutan, Ini Cara Rahayu Oktaviani Atasi Kejenuhan