Parapuan.co - Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi persoalan sosial yang serius dan mendesak untuk ditangani secara menyeluruh. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, perempuan sering kali ditempatkan pada posisi rentan.
Akibatnya, perempuan lebih berisiko mengalami perlakuan tidak adil, diskriminasi, hingga tindakan kekerasan, baik dalam ranah domestik maupun publik. Fakta ini tidak hanya sekadar masalah individu, tetapi juga merefleksikan struktur sosial, budaya, serta sistem hukum yang kadang belum sepenuhnya berpihak kepada korban.
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, satu dari empat perempuan pernah mengalami kekerasan minimal satu kali.
"Data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 kembali mengingatkan kita betapa seriusnya persoalan ini (kekerasan pada perempuan). Hasil survei menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan Indonesia berusia 15–64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual," ujar Arifah Fauzi dikutip dari Kompas.
Dalam banyak kasus, kekerasan yang dialami perempuan bahkan terjadi di lingkungan terdekat seperti rumah tangga, tempat kerja, maupun lingkup sosial sehari-hari, sehingga membuat mereka kesulitan untuk melawan atau mencari perlindungan.
Lebih jauh lagi, minimnya pemahaman masyarakat mengenai kesetaraan gender, masih kuatnya stereotip, serta lemahnya penegakan hukum turut memperburuk situasi, menjadikan perempuan sering terjebak dalam lingkaran kekerasan yang berulang.
Arifah juga mengatakan bahwa temuan tersebut juga menunjukkan faktor risiko kekerasan lebih banyak dialami di perkotaan, berpendidikan SMA ke atas, serta mereka yang aktif bekerja.
Salah satu penyebab utama yang membuat perempuan rentan menjadi korban adalah adanya budaya patriarki yang masih mengakar kuat di berbagai lapisan masyarakat.
Dalam sistem ini, perempuan sering dipandang lemah, tidak berdaya, dan harus bergantung pada laki-laki, baik dalam lingkup rumah tangga maupun kehidupan sosial yang lebih luas.
Baca Juga: 80 Tahun Merdeka, 80 Tahun Perjuangan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
Kawan Puan, bukan hanya tentang kekerasan pada perempuan, ada fakta yang lebih buruk lagi, yakni terkait kekerasan pada anak.
Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024, menunjukkan bahwa 1 dari 2 anak laki-laki dan perempuan usia 13–17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih, baik fisik, emosional, atau seksual sepanjang hidupnya.
Kekerasan pada Perempuan dan Anak: Tantangan Besar bagi Indonesia.
Arifah Fauzi menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Kekerasan ini bukanlah sekedar secara fisik, melainkan juga seksual, psikis, hingga ekonomi.
"Berbagai bentuk kekerasan, termasuk fisik, seksual, psikis, hingga ekonomi, masih terus terjadi, baik di ranah domestik maupun di ruang publik," imbuhnya.
Arifah melanjutkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak ibarat fenomena gunung es, hanya sebagian kecil yang tampak dan tercatat, sementara sebagian besar masih tenggelam, bahkan tidak terlihat.
Oleh karena itu, Arifah mengatakan pemerintah membutuhkan upaya yang menyeluruh dan berkesinambungan untuk mencegah, mendampingi, dan memulihkan korban, hingga penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku.
"Hanya dengan cara itu kita bisa benar-benar memastikan bahwa setiap perempuan terlindungi dan setiap korban mendapatkan keadilan," tegasnya.
Baca Juga: Anak Difabel Rentan Jadi Korban Kekerasan, 51,3% Kasus Terjadi di Ruang Publik
(*)