Fenomena Pura-Pura Bekerja di China, Realita Tekanan Sosial dan Kebutuhan Harga Diri

Arintha Widya - Selasa, 12 Agustus 2025
Fenomena pura-pura bekerja di China.
Fenomena pura-pura bekerja di China. songsak chalardpongpun

Parapuan.co - Di tengah lesunya perekonomian dan sulitnya mencari pekerjaan di China, muncul tren unik yang memicu perdebatan publik, yakni membayar perusahaan agar bisa “pura-pura bekerja”. Fenomena ini marak di kalangan anak muda pengangguran, bahkan berkembang menjadi bisnis yang tersebar di berbagai kota besar seperti Shenzhen, Shanghai, Nanjing, Wuhan, Chengdu, hingga Kunming.

Bagi sebagian orang, membayar untuk duduk di meja kerja seharian terdengar absurd. Namun, bagi generasi muda di China yang menghadapi tingkat pengangguran di atas 14%, hal ini dianggap sebagai cara keluar dari kebosanan di rumah, menjaga rutinitas, bahkan mempertahankan martabat di mata orang lain.

Apa yang sebenarnya terjadi? Simak uraian yang dilansir dari BBC berikut ini untuk memahami munculnya fenomena pura-pura bekerja di China!

Membayar Demi Rutinitas dan Kebersamaan

Salah satu “pekerja” adalah Shui Zhou, 30 tahun, yang bisnis kulinernya gulung tikar pada 2024. Sejak April tahun ini, ia membayar 30 yuan per hari untuk bekerja di sebuah kantor buatan bernama Pretend To Work Company di Dongguan.

Di sana, ia bergabung dengan lima “rekan kerja” lain yang melakukan hal serupa. “Saya merasa sangat senang. Rasanya seperti kami benar-benar bekerja bersama sebagai sebuah tim,” ujar Zhou.

Kantor-kantor semacam ini dirancang seperti ruang kerja sungguhan: ada komputer, internet, ruang rapat, dan pantry. Peserta bisa menggunakan fasilitas tersebut untuk mencari kerja, mengembangkan bisnis kecil, atau sekadar bersosialisasi. Beberapa paket harian bahkan sudah termasuk makan siang, camilan, dan minuman.

Dari Tekanan Akademik hingga Strategi Menjaga Harga Diri

Tidak semua peserta datang untuk benar-benar mencari pekerjaan. Xiaowen Tang, 23 tahun, lulusan universitas yang belum mendapat pekerjaan tetap, menyewa meja kerja selama sebulan di Shanghai. Universitasnya memiliki aturan tak tertulis: lulusan harus menunjukkan kontrak kerja atau bukti magang dalam setahun setelah kelulusan agar bisa mendapatkan ijazah.

Baca Juga: Fenomena Manusia Tikus Akibat Ketatnya Persaingan Kerja Gen Z di China

Sumber: BBC
Penulis:
Editor: Arintha Widya