Dilakukan Acha Septriasa dan Vicky Kharisma, Apa Itu Pola Asuh Co-Parenting?

Saras Bening Sumunar - Senin, 11 Agustus 2025
Acha Septriasa dan Vicky Kharisma terapkan Co-Parenting.
Acha Septriasa dan Vicky Kharisma terapkan Co-Parenting. Instagram/achaseptriasa

Parapuan.co - Kabar kandasnya rumah tangga Acha Septriasa dan Vicky Kharisma kini tengah menjadi sorotan publik. Walau rumah tangganya berakhir, keduanya kompak untuk membesarkan sang anak lewat pola asuh co-parenting.

Hal ini berawal ketika Acha membagikan video sang putri dengan tambahan tagar #coparenting yang ia sertakan. Publik pun dibuat terkejut dengan unggahan Acha dan baru tahu jika dirinya dan Vicky telah berpisah.

Keputusan untuk melakukan co-parenting ini pun menuai berbagai komentar warganet di tengah banyaknya kasus perceraian artis yang memperebutkan hak asuh anak.

Lantas, apa sebenarnya makna co-parentingBerikut PARAPUAN merangkum uraian lengkapnya untuk kamu.

Apa Itu Co-Parenting?

Secara istilah, co-parenting bisa diartikan sebagai pengasuhan bersama, di mana mantan pasangan mengasuh anak mereka setelah perceraian. Meski sudah berpisah, mereka bisa merawat anak bersama-sama dan menerapkan pola asuh yang sudah disepakati.

Merujuk dari laman Mended Familiesdalam pola asuh ini, kerja sama antara kedua orang tua sangatlah dibutuhkan untuk memberi dukungan moral maupun fisik anak. Hal ini dilakukan untuk mencegah berbagai masalah yang mungkin terjadi pada anak akibat perceraian orang tuanya.

Mengapa Co-Parenting Penting untuk Pasangan yang Sudah Bercerai?

Salah satu alasan paling mendasar mengapa co-parenting krusial adalah karena perceraian bukan hanya perubahan status hukum atau ekonomi bagi keluarga, tetapi juga sebuah peristiwa yang berpotensi mengganggu rasa aman, rutinitas, dan hubungan lampiran anak.

Baca Juga: Cara Dwayne Johnson 'The Rock' agar Anak Perempuan Tidak Merasa Fatherless

Sehingga tanpa adanya upaya bersama dari orang tua untuk menjaga konsistensi aturan, kehadiran emosional, dan keteraturan keseharian, anak lebih rentan mengalami masalah perilaku, kesulitan emosi, penurunan prestasi akademik, dan gangguan hubungan sosial.

Keuntungan pengaturan hak asuh bersama atau kolaboratif menunjukkan bahwa anak-anak cenderung mengalami hasil psikologis yang lebih baik, dengan gejala perilaku dan emosional yang lebih sedikit, harga diri yang lebih tinggi, serta relasi keluarga dan prestasi sekolah yang lebih stabil dibandingkan ketika pengasuhan dikelola secara sepenuhnya terpisah.

Selain manfaat langsung bagi anak, co-parenting juga memberikan keuntungan praktis dan psikologis bagi kedua orang tua. Ketika mantan pasangan mampu merancang kesepakatan pengasuhan yang jelas, misalnya jadwal kunjungan yang terstruktur, aturan disiplin dasar yang disepakati bersama, mekanisme komunikasi yang terpisah dari urusan emosional, maka beban pengasuhan dapat terbagi.

Keputusan penting terkait pendidikan dan kesehatan dapat dibuat bersama tanpa harus kembali memicu konflik lama, dan kesempatan bagi anak untuk mempertahankan relasi yang bermakna dengan kedua orang tua juga tetap terjaga.

Di konteks hukum Indonesia, prinsip tanggung jawab bersama orang tua atas pengasuhan anak tetap diakui sehingga co-parenting seringkali bisa dikonkretkan lewat rencana pengasuhan atau keputusan pengadilan yang mengatur hak asuh dan kunjungan.

Untuk mencapai manfaat tersebut, penting juga memahami bahwa co-parenting bukanlah satu model tunggal, melainkan praktik yang meliputi co-parenting kooperatif (kedua orang tua komunikatif dan terkoordinasi), co-parenting terjadwal/bergantian (pembagian waktu tinggal dan tanggung jawab yang seimbang).

Dalam praktiknya, pasangan yang bersedia menerapkan komitmen bersama terhadap pola asuh ini biasanya dibantu oleh pedoman tertulis (parenting plan), mediator atau konselor keluarga, dan alat komunikasi yang difokuskan pada hal-hal anak saja agar urusan emosional pribadi tidak mengaburkan keputusan pengasuhan.

Baca Juga: Cara Menghadapi Mertua yang Selalu Membandingkan Gaya Parenting

(*)