Parapuan.co - Kawan Puan, pernahkah kamu rela naik motor atau mobil berjam-jam keliling kota demi dapat harga lebih murah, tapi ternyata biaya bensinnya malah lebih besar dari penghematannya? Misalnya, muter ke empat toko demi hemat Rp20.000, padahal bensin yang kebakar bisa sampai Rp30.000. Kalau iya, kamu tidak sendirian.
Banyak orang terjebak dalam pola seperti ini. Secara psikologis, otak manusia memang sering kesulitan menempatkan uang dalam perspektif yang tepat. Kita bisa menghabiskan waktu lama membandingkan harga barang kecil, tapi cuek saat mengambil keputusan untuk pengeluaran besar.
Hasilnya, merasa “pintar” karena dapat harga murah, padahal diam-diam rugi. Berhemat itu bagus. Tapi ada kebiasaan hemat yang kelihatannya bijak, justru bisa merusak kesehatan finansial. Berikut lima contohnya seperti melansir New Trader U!
1. Keliling Banyak Tempat Demi Diskon Receh
Kamu mungkin pernah melakukannya: cek harga di tiga minimarket, isi bensin di SPBU yang lebih murah walau lokasinya jauh, lalu muter ke beberapa toko untuk memaksimalkan kupon atau promo. Rasanya puas lihat angka “hemat” di struk, kan?
Masalahnya, kalau ongkos bensin dan waktumu lebih mahal dari penghematannya, itu sama saja rugi. Belum lagi waktu yang bisa dipakai untuk kerja, istirahat, atau hal lain yang lebih produktif.
Cara yang lebih bijak adalah, menentukan batas waktu dan jarak untuk mengejar promo. Misalnya, jangan habiskan lebih dari 15 menit hanya untuk menghemat Rp50.000.
2. Terlalu Terobsesi Kupon dan Barang “Gratis”
Di media sosial, kamu mungkin sering lihat orang pamer belanja banyak barang dengan harga super murah karena kupon atau cashback. Memang menyenangkan rasanya dapat barang gratis atau diskon besar. Tapi kalau barangnya tidak kamu butuhkan, itu tetap pemborosan.
Baca Juga: 12 Tips Hemat Belanja Bahan Makanan untuk Mengurangi Pengeluaran
Banyak “pemburu diskon” akhirnya menimbun stok yang nggak pernah dipakai—mulai dari mie instan sampai sabun cuci piring bertumpuk di gudang. Selain menghabiskan ruang, waktu yang dipakai untuk berburu kupon pun kadang nggak sepadan dengan hasilnya. Ingat, beli barang murah yang tidak dibutuhkan sama dengan tetap buang uang.
3. Menunda Perawatan Barang Penting
Biar irit, kamu menunda ganti oli, nggak segera servis AC rumah, atau mengabaikan genteng bocor karena “masih bisa dipakai”. Sekilas terasa hemat, tapi efeknya bisa jadi bencana finansial.
Kerusakan kecil yang dibiarkan bisa bikin biaya perbaikan membengkak berkali lipat. Oli telat ganti bisa bikin mesin jebol, atap bocor bisa merusak plafon dan perabot, dan AC yang dibiarkan rusak bisa makan biaya jutaan.
Lebih baik sisihkan sebagian penghasilan—meski sedikit—untuk perawatan rutin. Anggap saja ini investasi agar nggak keluar biaya besar di masa depan.
4. Nekat DIY Padahal Tidak Ahli
Lihat video tutorial di YouTube memang bikin semuanya terlihat gampang. Tapi kenyataannya, nggak semua hal bisa dikerjakan sendiri. Kalau salah pasang kabel listrik, pipa bocor, atau salah perbaiki mesin motor, ujung-ujungnya malah keluar biaya lebih besar untuk membetulkan kesalahan itu.
DIY memang bisa menghemat kalau kamu punya keahlian dan peralatan yang tepat. Tapi kalau belum pernah coba dan risikonya tinggi, mending bayar tenaga profesional. Kadang bayar sedikit lebih mahal di awal justru lebih murah dibanding memperbaiki kerusakan akibat kesalahan sendiri.
5. Menekan Semua Pengeluaran Kecil
Baca Juga: Liburan Hemat Tapi Berkesan Tanpa Bikin Kantong Jebol, Ini Tipsnya
Ada orang yang menghapus semua “kenikmatan kecil” demi berhemat—nggak pernah ngopi di luar, nggak pernah makan di warung favorit, bahkan nggak pernah nonton bioskop.
Memang pengeluaran jadi minim, tapi kalau hidup terasa terlalu menekan, biasanya akan ada momen “balas dendam” dengan belanja besar-besaran.
Para ahli keuangan bilang, kamu tidak akan jadi kaya cuma karena berhenti beli kopi. Kuncinya adalah mengatur pengeluaran besar seperti rumah, kendaraan, atau cicilan. Kalau yang besar sudah terkendali, kamu tetap bisa menikmati jajan kecil tanpa rasa bersalah.
Kesimpulannya, hemat itu penting, tapi harus cerdas. Hitung semua biaya, termasuk waktu, tenaga, dan risiko. Jangan sampai penghematan yang kelihatannya cerdas justru jadi lubang keuangan yang nggak disadari.
(*)