Viral di TikTok Performative Male, Apa Artinya dan Bagaimana Cirinya?

Saras Bening Sumunar - Selasa, 12 Agustus 2025
Performative male viral di TikTok.
Performative male viral di TikTok. 4maksym

Parapuan.co - Kawan Puan, kalau kamu pernah melihat laki-laki mengenankan tote bag, membaca buku-buku tentang feminisme, memilih matcha sebagai minuman favorit atau kadang membawa boneka lucu sebagai properti estetik bisa saja kamu sedang melihat seorang performative male.

Ada yang mengartikan kalau performative male yang viral di TikTok ini merujuk pada perilaku laki-laki yang mencoba menampilkan citra terbaik dirinya. Tapi ada juga yang menyebut kalau istilah ini sebagai cara laki-laki untuk diakui oleh lingkungannya.

Lantas, apa sih sebenarnya makna performative male yang viral di TikTok ini?

Apa Itu Performative Male?

@luke_liu

the performative man: an introduction

♬ Funky Lo-fi Vides (P-funk Jazz) - Gazelle

Merujuk dari laman Ellesecara umum istilah performative male digunakan untuk merujuk pada laki-laki yang menampilkan perilaku, hobi, gaya berpakaian, atau gestur tertentu yang tampak dibuat-buat.

Hal ini dilakukan dengan tujuan tertentu termasuk mendapatkan validasi dari orang lain. Dengan kata lain, perilaku performative male ini lebih cenderung berfungsi sebagai sebuah 'pertunjukan' identitas daripada ekspresi batin yang konsisten.

Istilah yang viral di TikTok ini sering kali dibahas karena pola perilaku mereka yang tampak dipentaskan, atau berorientasi pada pencitraan daripada yang sebenarnya.

Fenomena ini berkembang seiring meningkatnya peran media sosial sebagai ruang pembentukan identitas. Budaya digital mendorong individu untuk menampilkan perjalanan pertumbuhan secara visual dan naratif, yang pada gilirannya dapat mengaburkan batas antara autentisitas dan performa sosial.

Dalam konteks ini, performative male bukan hanya mencerminkan perubahan perilaku laki-laki di era modern, tetapi juga tantangan dalam membedakan ketulusan dari sekadar pencitraan.

Baca Juga: Perjuangan Hailey Bieber Lawan Perioral Dermatitis, Apa Itu dan Bagaimana Mengatasinya?

Orang dengan karakteristik performative male biasanya akan memilih untuk mengorbankan identitas aslinya hanya untuk mendapatkan branding yang diinginkan. Tujuannya pun beragam, seperti diakui hingga membuat perempuan tertarik.

Performative Male Bisa Memicu Ketegangan

Ketika performative male menjalin hubungan dengan perempuan, tak jarang situasi ini dapat menimbulkan ketegangan. Saat pasangan menyadari bahwa sikap tersebut bukan yang sebenarnya alias 'hanya topeng' untuk mendapatkan sesuatu, dari situ konflik berawal.

Hubungan yang dibangun dengan kepura-puraan pada akhirnya bisa menimbulkan kekecewaan dan ketidakpercayaan pada pasangan seiring berjalannya waktu.

Lebih jauh lagi, performative male juga bisa menjadi alat manipulasi laki-laki. Hal ini terjadi karena ia memanfaatkan 'citra baik' yang telah dibangun dan menggunakannya untuk mengontrol pasangan.

Aksinya yang lembut dan memberikan kebutuhan emosional pasangan justru dijadikan senjata untuk bertindak manipulatif hingga mengontrol.

Bukan hanya dalam hubungan asmara, karakteristik performative male juga biasa ditemukan dalam lingkungan kerja. Karakter ini sering muncul dengan tanda seperti paling aktif saat meeting hanya agar terlihat dominan.

Hal ini juga disampaikan oleh Allison Schrager, seorang kolumnis ekonomi. "Dengan latar belakang fenomena ini (performative male) bisa jadi mereka bekerja hanya untuk terlihat baik bukan kerena profesionalitas," ujar Allison dikutip dari Bloomberg.

Baca Juga: Mengenal Apa Itu Rekening Dormant, Penyebab dan Cara Mengatasinya

Dampak dan Risiko

Performative male yang terus-menerus tanpa keseimbangan otentik dapat menimbulkan beberapa konsekuensi seperti konflik identitas, hubungan yang rapuh karena ketidakjujuran atau mismatch ekspektasi, dan beban emosional yang meningkatkan risiko stres atau kecemasan. Terutama jika individu merasa harus terus mempertahankan topeng yang melelahkan demi bisa diterima.

Jika pasangan atau temanmu adalah seorang performative male, hindari mempermalukan atau mengejeknya secara publik. Pendekatan yang lebih efektif biasanya percakapan empati yang mengajak refleksi diri.

Tanya dengan rasa ingin tahu, bukan tuduhan agar orang itu merasa aman untuk membicarakan motif dan perasaannya. Performative male adalah gejala dari dinamika sosial yang kompleks di mana identitas gender menjadi sesuatu yang sering dipertunjukkan untuk mendapatkan pengakuan, penerimaan, atau keuntungan sosial.

Dan untuk memahaminya, kita perlu melihat baik level mikro (motif individu) maupun makro (struktur norma gender yang dominan), sehingga solusi yang efektif menggabungkan refleksi pribadi, komunikasi empati, dan perubahan norma sosial yang lebih inklusif.

(*)

Sumber: Elle
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri