Parapuan.co - Di tengah dunia kerja yang semakin kompleks dan penuh tekanan, muncul satu fenomena yang kian sering terjadi tapi jarang dibicarakan secara mendalam, yakni ketika karyawan yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar—tanpa surat pengunduran diri, tanpa email perpisahan, bahkan tanpa sepatah kata pun.
Karyawan datang bekerja seperti biasa, lalu suatu hari mereka tidak kembali. Tidak ada penjelasan, hanya kursi kosong dan keheningan yang membuat semua orang bertanya-tanya.
Mengapa Ada Karyawan yang Menghilang Tanpa Jejak?
Merangkum Your Tango, fenomena ini disebut workplace ghosting, yang mirip dengan ghosting dalam hubungan personal, tetapi terjadi dalam dunia profesional. Di awal, manajer atau rekan kerja yang ditinggalkan mungkin merasa bersalah: Apakah aku yang salah? Apakah tekanan kerja terlalu tinggi? Apakah budaya kerja yang kami bangun selama ini beracun tanpa kami sadari?
Namun, dalam banyak kasus, kepergian diam-diam ini justru lebih banyak berkaitan dengan si karyawan sendiri. Bukan soal manajemen buruk atau lingkungan yang tidak nyaman saja, melainkan tentang ketakutan, kecemasan, bahkan trauma yang sudah lama dipendam.
Beberapa alasan psikologis di balik ghosting di tempat kerja:
1. Takut konflik: Masalah kecil seperti gesekan dengan rekan kerja bisa terasa sangat besar bagi seseorang yang tidak memiliki keterampilan menghadapi konfrontasi.
2. Pola lari dari masalah: Bisa jadi sejak kecil mereka belajar bahwa masalah bukan untuk dihadapi, melainkan untuk dihindari. Sekali merasa tertekan, respons alaminya adalah pergi.
3. Merasa gagal padahal sebenarnya tidak: Kadang seseorang merasa tidak cukup baik, menganggap pujian sebagai bentuk kasihan, dan malu untuk mengakui bahwa mereka sebenarnya kewalahan.
Baca Juga: Hak-Hak Karyawan yang Terkena Layoff: Mengapa Penting untuk Mengetahuinya?
4. Kesulitan mengelola emosi orang lain: Mereka mungkin tampak ceria dan ramah, tetapi di balik itu ada ketakutan mendalam terhadap ketidakpastian emosi di lingkungan kerja.
5. Ingin mengundurkan diri tapi terlalu takut untuk menyampaikannya: Rencana keluar ditunda terus-menerus sampai akhirnya rasa takut mengambil alih, dan satu-satunya pilihan yang terasa mungkin adalah menghilang.
6. Masalah pribadi di luar pekerjaan: Ada juga yang tengah menghadapi masalah berat di rumah, seperti relasi yang retak atau tekanan mental, dan tidak tahu bagaimana membaginya dengan orang kantor.
Bukan Sekadar Masalah Generasi
Meski survei menunjukkan bahwa 41% pencari kerja Gen Z pernah melakukan ghosting pada tahap rekrutmen dan 34% tak hadir di hari pertama meski sudah menerima tawaran kerja, fenomena ini bukan semata-mata soal generasi. Ia adalah respons terhadap sistem kerja yang makin menekan tapi tak memberi cukup ruang untuk mengekspresikan ketidaknyamanan.
Dan ketika karyawan tetap yang sudah lama bekerja tiba-tiba pergi tanpa jejak, dampaknya jauh lebih besar. Beban kerja mendadak dialihkan, moral tim menurun, dan para pemimpin dibuat bertanya-tanya: Apa yang sebenarnya terjadi?
Respons dan Pencegahan: Membangun Budaya yang Lebih Manusiawi
Menghilangnya seorang karyawan secara diam-diam mungkin tidak bisa selalu dicegah. Namun, ada langkah-langkah yang bisa diambil untuk menciptakan lingkungan kerja di mana orang merasa cukup aman untuk bicara, bahkan saat mereka ingin pergi. Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan pemimpin:
1. Normalisasi keterbukaan dan komunikasi: Bangun budaya di mana menyuarakan ketidaknyamanan bukanlah risiko, melainkan bagian dari pertumbuhan.
Baca Juga: Ciri-Ciri Atasan Red Flag yang Perlu Diwaspadai Karyawan, Seperti Apa?
2. Hapus stigma atas perjuangan pribadi: Dorong tim untuk tak hanya membagikan pencapaian, tapi juga tantangan yang sedang dihadapi. Ini bisa menumbuhkan keberanian untuk meminta bantuan.
3. Jadilah pemimpin yang sadar dan peka: Amati tanda-tanda perubahan perilaku, seperti tiba-tiba menarik diri atau berusaha terlalu keras menyenangkan orang lain. Terkadang, itu pertanda seseorang sedang kesulitan.
4. Bangun koneksi yang nyata: Semakin kuat relasi antara tim dan pemimpin, semakin kecil kemungkinan seseorang merasa harus kabur tanpa jejak.
Menutup Kursi Kosong dengan Empati
Ghosting akan tetap terjadi. Mungkin tidak bisa dihindari sepenuhnya. Akan selalu ada sosok yang tak kembali dari istirahat makan siang, dan kursi yang kosong menjadi pengingat bahwa di balik performa kerja ada kehidupan personal yang rumit.
Namun, alih-alih melabeli mereka sebagai tidak profesional atau manja, kita bisa mulai melihat lebih dalam. Terkadang, kepergian tanpa kata adalah seruan diam dari seseorang yang tak tahu cara mengutarakan rasa lelahnya.
Dan jika dunia kerja bisa menjadi ruang yang lebih memahami—bukan hanya menuntut—mungkin suatu hari nanti, lebih sedikit kursi kosong yang ditinggalkan dalam diam.
Mungkinkah di tempat kerja Kawan Puan juga terjadi hal serupa? Atau kamu adalah karyawan yang pernah pergi tersebut?
Baca Juga: 3 Kualitas Penting Karyawan Ideal Menurut CEO Snapchat Evan Spiegel
(*)