Parapuan.co - Pernahkah kamu merasa terjebak di antara dua dunia yang sama-sama menuntut kehadiran totalmu?
Di satu sisi, kamu dituntut untuk menjadi sosok profesional yang tangguh, cekatan, dan penuh inisiatif dalam lingkungan kerja yang kompetitif. Di sisi lain, kamu juga dituntut untuk hadir sepenuhnya sebagai figur sentral dalam rumah tangga menjadi ibu yang sabar, pasangan yang pengertian, anak yang berbakti, serta manajer rumah tangga yang andal.
Tuntutan tersebut, meskipun terlihat biasa dan bahkan dianggap sebagai 'kodrat', ternyata menyimpan beban psikis yang kerap kali tidak terlihat bagi perempuan.
Tak jarang kamu mendapati dirimu bangun pagi-pagi untuk menyiapkan kebutuhan rumah tangga, kemudian bergegas ke kantor, menghadapi tekanan pekerjaan, lalu pulang ke rumah hanya untuk kembali melanjutkan 'shift kedua' tanpa jeda yang jelas.
Dalam situasi seperti ini, waktu untuk merawat diri, mengevaluasi kondisi emosi, dan sekadar bernafas sejenak menjadi sesuatu yang langka. Dalam diam, banyak perempuan memendam rasa lelah emosional, kelelahan mental, hingga gejala stres kronis yang lambat laun menggerogoti kesehatan mental mereka.
Tekanan Mental Perempuan di Balik Peran Ganda yang Dijalani
Konsep peran ganda yang dijalani perempuan sering kali dijadikan simbol kekuatan dan ketangguhan. Namun, di balik narasi 'superwoman' yang diagungkan masyarakat, terdapat kenyataan pahit berupa tekanan psikologis yang sangat besar.
Kombinasi tanggung jawab profesional dan domestik yang berlangsung bersamaan menciptakan kondisi mental yang rentan terhadap burnout, kecemasan, dan depresi. Ketika kamu merasa harus selalu tampil sempurna di semua lini kehidupan, kamu cenderung mengabaikan sinyal-sinyal stres dari tubuhmu sendiri.
Perasaan bersalah karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga, atau karena merasa kurang produktif di tempat kerja, menjadi pemicu munculnya perasaan tidak berharga dan tekanan batin yang mendalam.
Tak hanya itu, stigma sosial terhadap perempuan yang dianggap gagal menjalankan salah satu perannya juga menjadi beban mental tersendiri yang sulit dilenyapkan. Sementara menurut laman Additude, stres keluarga dan beban mental bisa menjadi pemicu utama kelelahan ibu.
Baca Juga: Trauma yang Tak Terlihat, Memahami Luka Psikologis Perempuan Korban Pemerkosaan
Bahkan menurut survei Additude yang melibatkan 2.263 responden menunjukkan bahwa 69 persen dari mereka mengalami kekurangan tidur. Sementara sebanyak 79 persen tidak bisa lagi menjalankan hobi mereka akibat peran ganda yang dijalani.
Norma Sosial dan Budaya Patriarki
Salah satu faktor yang memperparah tekanan mental perempuan dalam menjalani peran ganda adalah kuatnya norma sosial dan budaya patriarki yang masih mengakar di banyak lapisan masyarakat.
Ekspektasi bahwa perempuan harus 'berbakti' dalam urusan rumah tangga meskipun mereka juga memiliki karier yang menuntut, menjadi beban kultural yang tak terucapkan namun nyata.
Sering kali, perempuan yang memilih untuk fokus pada karier dicap egois, sementara yang memprioritaskan keluarga dianggap kurang ambisius.
Kamu hidup dalam masyarakat yang sering kali menilai keberhasilan perempuan dari kemampuannya mengatur segalanya tanpa mengeluh. Padahal, di balik senyum yang dipaksakan, ada beban mental yang menumpuk, menunggu untuk diurai dan diberi ruang untuk sembuh.
Kurangnya Dukungan Emosional yang Sistemik
Meski isu kesehatan mental semakin banyak diperbincangkan, dukungan nyata bagi perempuan yang menjalani peran ganda masih tergolong minim. Dalam keluarga, dukungan dari pasangan sangat krusial, namun sayangnya, tidak semua perempuan mendapatkannya.
Baca Juga: Ilusi Keyakinan Penjerumus Perempuan Pengguna Chatbot Konseling Kesehatan Mental
Di lingkungan kerja, kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi masih belum sepenuhnya berpihak pada kebutuhan psikologis perempuan.
Kondisi ini membuat kamu harus terus berjuang sendirian, merasa tidak boleh lemah, dan menekan emosi demi memenuhi harapan banyak pihak.
Kurangnya ruang aman untuk berbagi cerita, curhat tanpa dihakimi, serta akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan mental, memperparah kondisi psikis perempuan yang sebenarnya sudah sangat terbebani.
Langkah Menuju Kesadaran dan Pemulihan
Kawan Puan, untuk diketahui bahwa kamu tidak harus menanggung semua bebannya sendirian. Mengakui bahwa kamu lelah dan butuh istirahat bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk keberanian untuk menyelamatkan dirimu dari kehancuran yang lebih besar.
Mulailah dengan mengenali batasanmu, berani mengatakan tidak, dan mencari bantuan profesional bila dibutuhkan. Menciptakan sistem dukungan di lingkungan rumah, komunitas, hingga tempat kerja sangat penting untuk menopang kesehatan mental perempuan.
Selain itu, kamu juga perlu merawat dirimu sendiri secara konsisten bukan sebagai hadiah setelah menyelesaikan semua tugas, tapi sebagai kebutuhan mendasar yang setara pentingnya dengan pekerjaan rumah atau target kantor.
Baca Juga: Beban Psikologis yang Dirasakan Perempuan saat Ditanya Kapan Menikah
(*)