Komnas Perempuan Usul Laporan Kekerasan yang Mandek Bisa Dibawa ke Praperadilan, Apa Itu?

Arintha Widya - Selasa, 15 Juli 2025
Komnas Perempuan Usul Laporan Kekerasan yang Mandek Bisa Dibawa ke Praperadilan, Apa Itu?
Komnas Perempuan Usul Laporan Kekerasan yang Mandek Bisa Dibawa ke Praperadilan, Apa Itu? Max Zolotukhin

Parapuan.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengusulkan terobosan penting dalam revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Salah satu poin yang diusulkan adalah agar laporan pidana yang tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum dapat dijadikan objek praperadilan. Usulan ini dilandasi maraknya kasus kekerasan—terutama terhadap perempuan—yang laporannya mandek bertahun-tahun tanpa kejelasan.

"Nah apabila ini juga terjadi penundaan yang berlarut-larut, itu kita harapkan bisa menjadi obyek dari praperadilan, karena memang ini sudah terjadi selama bertahun-tahun, ya, kondisi-kondisi yang penundaan proses hukum ini," ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ratna Batara Munti, dalam rapat dengan Komisi III DPR RI, Senin (14/7/2025), sebagaimana mengutip Kompas.com.

Mengapa Perlu Masuk ke Praperadilan?

Menurut Ratna, langkah ini penting agar korban dapat memperoleh akses keadilan atas sikap aparat yang cenderung mengabaikan laporan mereka. Dalam banyak kasus, penyidik atau penyelidik menggantung laporan hingga bertahun-tahun, bahkan tanpa memberikan surat resmi hasil penyelidikan.

"Dan kita berharap di praperadilan itu juga bisa menjadi obyek perkara, yang bisa dalam hal ini korban bisa mendapatkan akses keadilan, ya, atas sikap atau perilaku dari penyelidik maupun penyidik," demikian lanjutnya.

Apa Itu Praperadilan?

Secara sederhana seperti merangkum laman DJKN Kemenkeu, praperadilan adalah mekanisme hukum yang memungkinkan pihak yang berkepentingan—baik tersangka, korban, atau kuasa hukumnya—mengajukan keberatan atas tindakan atau kelalaian penyidik maupun penuntut umum. Istilah ini berasal dari kata "pra" (sebelum) dan "peradilan" (persidangan), artinya pemeriksaan hukum sebelum pokok perkara diperiksa di pengadilan.

Pasal 77 KUHAP menyebutkan bahwa praperadilan dapat menguji:

  • Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan;
  • Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi;
  • (Melalui putusan MK) Penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

Namun, sejauh ini KUHAP belum mengatur bahwa laporan yang tidak ditindaklanjuti dapat diajukan ke praperadilan. Inilah celah yang coba diisi Komnas Perempuan melalui revisi.

Baca Juga: Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU PPRT, Saatnya Negara Akui Pekerja Rumah Tangga

Mekanisme Praperadilan

Permohonan praperadilan diajukan oleh pihak yang berkepentingan (pelapor, korban, atau kuasa hukumnya) ke ketua Pengadilan Negeri tempat penyidik/penuntut umum berdomisili. Setelah permohonan diterima:

  • Hakim tunggal akan ditunjuk dan menetapkan jadwal sidang dalam waktu 3 hari.
  • Pemeriksaan dilakukan cepat dan putusan wajib dijatuhkan dalam waktu maksimal 7 hari sejak sidang dimulai.
  • Putusan hanya menyatakan permohonan dikabulkan atau ditolak. Jika dikabulkan, maka tindakan penyidik dianggap tidak sah.

Komnas Perempuan juga mendorong agar dalam revisi KUHAP, aparat diberi batas waktu yang jelas dalam menindaklanjuti laporan, yaitu 14 hari sejak laporan diterima. Jika tidak ada kesimpulan, atasan penyidik harus memberikan perintah agar kesimpulan dibuat dalam waktu 7 hari berikutnya.

"Setelah 14 hari itu, kita menambahkan atas perintah atasan penyelidik ini, dia diberi waktu 7 hari untuk menuntaskan atau melakukan kesimpulan dari hasil pemeriksaan," kata Ratna.

Pentingnya Terobosan Ini bagi Korban

Selama ini, banyak korban kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga harus menghadapi fakta pahit: laporan mereka tidak diproses, dan tidak ada jalan hukum untuk memaksa penegak hukum bertindak. Praperadilan—jika diperluas cakupannya seperti yang diusulkan—akan menjadi sarana hukum penting bagi korban untuk menuntut kepastian dan keadilan.

"Bahkan dalam tahap penyelidikan itu juga sering kali bahkan sampai 5 tahun, ya, posisi digantung seperti itu," ujar Ratna menegaskan betapa mendesaknya regulasi ini.

Meski mekanisme praperadilan bersifat pasif (hanya berjalan jika ada permohonan), perluasan objek perkara ke laporan mandek akan memberikan kontrol publik yang lebih kuat terhadap aparat hukum. Selain itu, hal ini dapat mendorong akuntabilitas penyidik dan mempercepat proses hukum, khususnya dalam kasus-kasus yang menyangkut kepentingan korban.

Dengan revisi KUHAP ini, diharapkan tidak ada lagi korban yang harus menunggu bertahun-tahun tanpa kejelasan. Praperadilan harus menjadi jalan bagi mereka yang selama ini terabaikan oleh sistem.

Baca Juga: Tragedi Mei 1998 dan Seruan Komnas Perempuan untuk Hapus Kekerasan Seksual dalam Konflik

(*)

Sumber: Kompas.com,djkn.kemenkeu.go.id
Penulis:
Editor: Arintha Widya