Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU PPRT, Saatnya Negara Akui Pekerja Rumah Tangga

Arintha Widya - Minggu, 25 Mei 2025
Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU PPRT, Saatnya Negara Akui Pekerja Rumah Tangga
Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU PPRT, Saatnya Negara Akui Pekerja Rumah Tangga simarik

Parapuan.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kembali menegaskan urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai langkah krusial dalam menjawab ketimpangan perlindungan hukum yang telah berlangsung puluhan tahun.

Hal tersebut disampaikan saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang diselenggarakan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Selasa, (20/5/2025). RDPU ini bertujuan menjaring masukan masyarakat sipil dalam proses penyusunan RUU PPRT.

Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menjelaskan sebagaimana dikutip dari siaran pers Komnas Perempuan, Minggu (25/5/2025), bahwa draf RUU PPRT saat ini merupakan hasil kerja DPR periode 2019–2024 dan telah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025.

Ia menegaskan bahwa RUU PPRT menjadi salah satu RUU prioritas yang akan diselesaikan dalam waktu 3-4 bulan sebagaimana amanat Presiden. Selain itu, penting untuk menjalankan prinsip meaningful public participation dalam penyusunan RUU ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 128 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.

"Kami memerlukan masukan dari para narasumber agar RUU ini dapat memberikan pengakuan dan perlindungan hukum yang layak bagi PRT," ujar Bob Hasan.

Dalam paparannya, Komnas Perempuan menyoroti bahwa kekerasan terhadap PRT masih terjadi secara sistematis dan meluas. Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 mencatat 56 kasus kekerasan terhadap PRT, sementara JALA PRT melaporkan lebih dari 2.600 kasus sepanjang 2017–2022, atau sekitar 10–11 kasus per hari.

Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menyampaikan bahwa PRT tidak terlindungi oleh UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena status kerja mereka yang informal. "Oleh karena itu, perlindungan PRT harus diatur dalam undang-undang tersendiri yang mencerminkan karakteristik hubungan kerja yang khas dan kompleks," paparnya.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa Pekerja Rumah Tangga (PRT) menghadapi tingkat kerentanan yang tinggi akibat sifat kerjanya yang kerap dipandang sebagai invisible dan bersifat personal. Pekerjaan ini sering dianggap "tidak produktif", dipengaruhi oleh bias gender, dan menimbulkan beban berganda, terutama bagi PRT perempuan.

Untuk itu, diperlukan mekanisme pengakuan sosial-politik serta redistribusi hak ekonomi yang lebih adil dan spesifik guna menjamin upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan kerja yang setara bagi PRT.

Baca Juga: Diusulkan Dua Dekade Lebih, Komnas Perempuan Dorong Percepatan Pengesahan RUU PPRT

Sumber: Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Arintha Widya