Sementara itu, data yang diperoleh dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) menunjukkan bahwa satu dari dua anak Indonesia pernah mengalami bentuk kekerasan tertentu, menandakan bahwa anak-anak juga berada dalam situasi yang sangat rentan.
"Kemudian Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) juga mencatat satu dari dua anak Indonesia menjadi korban," jelasnya.
Lebih lanjut, Arifah menyampaikan bahwa situasi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia saat ini telah memasuki kondisi darurat yang memerlukan respons segera dari seluruh elemen.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh KemenPPPA hingga tanggal 7 Juli 2025, tercatat sebanyak 14.133 kasus kekerasan, di mana dari jumlah tersebut sebanyak 12.161 korban merupakan perempuan.
Fakta ini menunjukkan bahwa perempuan tetap menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan, dengan sebagian besar kasus terjadi di lingkungan rumah tangga.
Melihat kenyataan ini, Arifah menekankan bahwa kehadiran Inpres ini bukan hanya sebatas kebijakan formalitas dari pemerintah pusat, melainkan merupakan bentuk komitmen negara yang berfungsi sebagai tameng atau pelindung nyata bagi perempuan dan anak-anak.
Mereka juga berhak merasa aman dan tidak lagi dihantui oleh rasa takut, baik ketika berada di rumah sendiri, di lingkungan pendidikan seperti sekolah, di tempat mereka bekerja, maupun saat beraktivitas di ruang-ruang publik.
Arifah juga menyatakan bahwa melalui Inpres ini, pemerintah ingin mendorong keterlibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari tingkat pemerintahan pusat hingga ke desa-desa terutama dalam upaya untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Inpres ini diharapkan bisa menjadi landasan yang kuat untuk menciptakan ekosistem perlindungan yang holistik dan berkelanjutan. Di mana setiap elemen masyarakat memiliki peran dan tanggung jawab untuk memastikan tidak ada satu pun perempuan dan anak yang harus hidup dalam ketakutan.
Baca Juga: Bagaimana Peran Media Perempuan Ikut Menghapus Stigma terhadap Korban Kekerasan Seksual?
(*)