Parapuan.co - Kawan Puan, kanker payudara menjadi salah satu kanker yang paling umum diderita perempuan di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Meski besar risikonya terhadap perempuan, terutama setelah menopause, risiko kanker payudara bisa diturunkan dengan melakukan terapi.
Dan terapi hormon kerap menjadi andalan bagi perempuan yang mengalami gejala berat menopause atau yang telah menjalani prosedur medis seperti histerektomi (pengangkatan rahim) dan ooforektomi (pengangkatan indung telur).
Namun, sebuah studi terbaru dari National Institutes of Health (NIH) mengungkapkan bahwa penggunaan terapi hormon sebelum usia 55 tahun dapat memengaruhi risiko kanker payudara, tergantung pada jenis terapi yang digunakan.
Penelitian berskala besar ini menganalisis data dari lebih dari 459.000 perempuan berusia di bawah 55 tahun di berbagai negara, termasuk Amerika Utara, Eropa, Asia, dan Australia. Para peneliti menelusuri dua jenis terapi hormon yang umum digunakan:
- Estrogen tanpa progestin (E-HT)
- Kombinasi estrogen dan progestin (EP-HT)
Hasil Studi: Efek Positif dan Negatif Terapi Hormon
Hasil studi menunjukkan bahwa perempuan yang menggunakan E-HT memiliki risiko kanker payudara 14% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak menggunakan terapi hormon sama sekali. Efek perlindungan ini bahkan lebih kuat pada perempuan yang memulai E-HT di usia yang lebih muda atau menggunakannya dalam jangka waktu yang lebih lama.
Sebaliknya, penggunaan EP-HT justru dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara sebesar 10%, dan risiko ini melonjak hingga 18% jika digunakan lebih dari dua tahun.
"Terapi hormon bisa sangat membantu meningkatkan kualitas hidup perempuan yang mengalami gejala menopause berat atau setelah operasi yang memengaruhi kadar hormon mereka," ujar Katie O’Brien, Ph.D., peneliti utama dari NIH’s National Institute of Environmental Health Sciences (NIEHS).
"Studi kami memberikan pemahaman lebih dalam mengenai risiko dari masing-masing jenis terapi hormon, yang kami harap bisa membantu pasien dan dokter menyusun rencana perawatan yang lebih tepat," imbuhnya.
Baca Juga: Faktor Risiko Kanker Payudara pada Perempuan Muda di Usia 18-40 Tahun
Pentingnya Status Reproduksi dalam Pertimbangan Terapi
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa status ginekologi perempuan — apakah mereka telah menjalani histerektomi atau ooforektomi — sangat memengaruhi efek terapi hormon. Risiko kanker payudara akibat EP-HT lebih tinggi pada perempuan yang masih memiliki rahim dan ovarium.
Untuk memberi gambaran, peneliti mencatat risiko kumulatif kanker payudara sebelum usia 55 tahun:
- 3,6% pada pengguna E-HT
- 4,1% pada perempuan yang tidak pernah menggunakan terapi hormon
- 4,5% pada pengguna EP-HT
"Temuan ini menekankan pentingnya nasihat medis yang dipersonalisasi dalam mempertimbangkan terapi hormon," kata Dale Sandler, Ph.D., peneliti senior di NIEHS. "Perempuan dan penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan manfaat dari pereda gejala dengan potensi risiko, terutama pada EP-HT. Bagi perempuan dengan rahim dan ovarium yang masih utuh, peningkatan risiko kanker payudara akibat EP-HT seharusnya menjadi pertimbangan serius."
Mengisi Celah Pengetahuan bagi Perempuan yang Menopause Lebih Awal
Sebelum studi ini, sebagian besar riset tentang terapi hormon dan risiko kanker payudara berfokus pada perempuan pascamenopause di usia lanjut. Temuan terbaru dari NIH ini memberikan landasan penting bagi perempuan yang mengalami menopause lebih awal atau memiliki kondisi medis tertentu yang memerlukan terapi hormon sejak usia muda.
"Ini bukan tentang menakut-nakuti, tapi tentang memberi informasi lengkap dan akurat, agar perempuan bisa membuat keputusan kesehatan yang paling tepat untuk dirinya sendiri," tegas Katie O’Brien.
Apa yang Bisa Dilakukan Perempuan?
Jika kamu berusia di bawah 55 tahun dan sedang mempertimbangkan terapi hormon, ada beberapa hal penting yang bisa dilakukan:
- Diskusikan pilihan terapi secara mendalam dengan dokter.
- Pertimbangkan riwayat keluarga dan status kesehatan reproduksi.
- Minta evaluasi risiko kanker secara menyeluruh, termasuk skrining jika diperlukan.
Jangan ragu untuk meminta pendapat kedua atau konsultasi dengan ahli endokrinologi atau onkologi, terutama jika memiliki faktor risiko tambahan.
Terapi hormon bukanlah keputusan yang bisa disamaratakan. Setiap perempuan memiliki riwayat kesehatan dan kebutuhan yang berbeda, dan pendekatan personal adalah kunci untuk menjaga kesehatan secara menyeluruh — baik secara fisik, hormonal, maupun emosional.
Baca Juga: Mengenal Mastektomi, Pengobatan Kanker Payudara yang Dilakukan Jessie J
(*)