Work–Life Balance atau Burnout Baru? Realitas Ibu Bekerja dari Rumah

Arintha Widya - Senin, 16 Juni 2025
Realitas WFH bagi ibu, antara work life balance atau burnout baru?
Realitas WFH bagi ibu, antara work life balance atau burnout baru? iStockphoto

Parapuan.co - Dengan semakin populernya budaya kerja dari rumah (WFH), terutama bagi ibu, muncul dua realitas yang bertolak belakang: fleksibilitas dan risiko burnout. Ibu bekerja mendapat keuntungan besar dari waktu yang bisa disesuaikan dan tanpa tekanan perjalanan ke kantor, namun di balik itu menyimpan beban mental yang bisa menumpuk dalam bentuk "invisible work" dan konflik peran.

Pasalnya kita perempuan yang berperan sebagai ibu bekerja dari rumah, mereka menghadapi tumpang tindih antara tanggung jawab pekerjaan dengan pengasuhan anak. Jika tidak dikelola dengan baik, peran ganda ini bukannya menciptakan work life balance, tetapi justru burnout baru.

Fleksibilitas Sejati atau Sekadar Mimpi?

Bekerja dari rumah memungkinkan ibu mengelola pekerjaan sekaligus memantau kebutuhan keluarga secara real-time. Sebuah studi dalam Psychology Today menyebut bahwa invisible work—berupa tugas-tugas rumah tangga dan emosional yang tidak terlihat—sering tidak dibayar, yang menyebabkan kecemasan dan kelelahan.

Waktu yang tersedia selama WFH memberikan ruang untuk beradaptasi dengan kebutuhan anak, tanpa tergesa-gesa oleh perjalanan pagi atau lembur kantor.

Namun, para ahli menunjukkan bahwa fleksibilitas ini bisa jadi pedang bermata dua. WFH bisa mengaburkan batasan antara kehidupan pribadi dan profesional karena tanpa batasan yang tegas, jam kerja, dan tanggung jawab rumah dapat saling bercampur.

Tekanan Mental yang Tak Terlihat

Ibu kerap menggenggam beban mental besar yang disebut mental load—mulai dari penjadwalan kegiatan anak hingga mengawasi stok makanan di rumah. Psychology Today mencatat bahwa tugas tersebut membutuhkan energi mental yang besar, menimbulkan stres, dan menyebabkan kelelahan apabila dipikul oleh satu orang saja.

Kondisi ini semakin diperparah saat tuntutan pekerjaan bagi ibu bertambah, baik dari atasan maupun internal dalam diri sendiri, menciptakan work–family conflict yang mungkin justru akan menurunkan produktivitas dan kebahagiaan perempuan.

Baca Juga: Mental Load yang Dialami Perempuan Setelah Jadi Ibu dan Cara Menghadapinya

Sumber: Psychology Today
Penulis:
Editor: Arintha Widya