Ini Pentingnya Peran Komunitas dalam Upaya Pemulihan Trauma Kekerasan terhadap Perempuan

Citra Narada Putri - Senin, 26 Mei 2025
Komunitas punya peran yang penting dalam mengatasi trauma kekerasan terhadap perempuan.
Komunitas punya peran yang penting dalam mengatasi trauma kekerasan terhadap perempuan. (iStock/xijian)

Parapuan.co - Kasus kekerasan, baik di lingkungan rumah maupun di tempat umum, terus bertambah. Perempuan menjadi kelompok korban terbanyak. 

Menurut catatan Komnas Perempuan, kasus kekerasan berbasis gender (KBG) pada tahun 2024 mencapai 330.097 kasus, naik 14,17% dari tahun 2023. Kekerasan seksual dan psikis menjadi yang paling banyak dilaporkan (masing-masing 26,94%), disusul kekerasan fisik (26,78%), dan kekerasan ekonomi (9,84%).

Kekerasan berbasis gender dan KDRT dapat meninggalkan trauma psikologis mendalam pada para korban. Jika tidak ditangani, trauma ini berisiko berkembang menjadi gangguan mental kronis seperti kecemasan, gangguan kepribadian, hingga depresi.

Psikolog Klinis dan Mentor Probono Komunitas Broken but Unbroken, Maria M. T. Fernandez, M.Psi. menjelaskan gejala-gejala yang muncul pada penyintas kekerasan umumnya diawali dengan kondisi emosi-emosi negatif yang memenuhi isi hati dan perasaan.

Pengalaman traumatis ini membuat mereka sulit fokus dan mudah menarik diri dari lingkungan sosial, sehingga keberfungsiannya terganggu, baik dalam kegiatan akademik atau performa pekerjaan yang cenderung menurun.

“Dampak psikologis teman-teman penyintas ini juga bisa kita lihat dari segi relasi. Di mana seringkali mereka masih berproses dengan tidak hanya perasaan yang tidak nyaman itu, tapi juga pikiran yang mengganggu," ungkap Maria.

"Sehingga fokus mereka untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi jadi terganggu, tidak hanya di sekolah maupun di rumah tangganya, tapi juga di dalam kehidupannya,” tambahnya.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu kekerasan, Komunitas Broken but Unbroken menyelenggarakan Jakarta Anti-Violence Forum 2025. Acara edukatif ini bertujuan utama untuk memfasilitasi dialog, menyebarkan pengetahuan, dan membangun kapasitas komunitas dalam menangani kekerasan.

Forum ini merupakan gagasan Kartika Soeminar, seorang pebisnis wanita yang gencar mengedukasi masyarakat terkait Narcissistic Personality Disorder (NPD) melalui media sosial. Dengan basis pengikut lebih dari 50.000, Kartika membangun Komunitas Broken but Unbroken.

Baca Juga: Tuduhan Palsu Kim Sae Ron: Apakah Ini Kekerasan terhadap Perempuan?

Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang aman daring bagi penyintas kekerasan, serta mengintensifkan edukasi mengenai indikasi kekerasan, proses pemulihan trauma, dan urgensi pelaporan.

“Bikin forum ini lebih sebagai media untuk bisa bertukar cerita secara aman dan intimate. Core yang akan dibangun ke depan menjadikan sebagai ruang aman, jadi siapa pun bisa saling bercerita satu sama lain tanpa ada ketakutan,” ujar Kartika dalam forum yang digelar di Aula PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki - Perpustakaan Cikini, Jakarta (18/5/2025).

Komunitas Broken but Unbroken.
Komunitas Broken but Unbroken.

Komunitas yang kini beranggotakan lebih dari 5.000 orang di seluruh Indonesia ini memiliki wadah berkumpul virtual bernama Ruang Aman Bercerita. Forum obrolan online ini tersedia setiap hari dari pukul 19.00 hingga 21.00 WIB, memberikan keleluasaan bagi siapa pun untuk mengungkapkan pengalaman traumatis dan emosi mereka dalam suasana yang nyaman, aman, dan bebas ketakutan.

“Setiap hari itu kalau saya membaca tidak ada yang men-judge, tidak ada yang memberikan nasihat. Jadi ruang aman, jadi sistem dukungan ketika mereka tidak mendapatkannya dari rumah, mungkin itu bisa melalui Broken but Unbroken community ini untuk bisa saling berbagi,” imbuh Kartika.

Setuju dengan Kartika, psikolog Maria menyoroti urgensi pemulihan psikologis bagi penyintas trauma. Ia merekomendasikan Dialectical Behavioral Therapy (DBT), sebuah metode terapi untuk meregulasi emosi. Terapi ini membantu penyintas mengenali dan memahami gejolak emosi negatif yang mereka rasakan.

Ruang Aman Bercerita hadir sebagai inisiatif nyata untuk mendukung penyintas kekerasan. Ruang virtual ini menjamin keamanan dan anonimitas penuh karena tidak meminta data pribadi apa pun.

Kartika mengajak, "Bergabunglah tanpa paksaan untuk bercerita. Cukup simak dulu, ceritakan saat Anda siap." Untuk bergabung, cukup kunjungi Instagram @brokenbutunbroken_ dan kirim pesan kepada admin untuk akses instan.

Baca Juga: Media Perlu Mengubah Cara Menyampaikan Berita Kekerasan Terhadap Perempuan

Jaminan Hukum bagi Korban Kekerasan

Staf Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta, Said Niam, S.H. mengimbau para korban untuk berani melapor ke aparat penegak hukum (APH). Adapun langkah awal pelaporan yang perlu dipersiapkan adalah pengumpulan bukti-bukti seperti hasil rekam forensik dari rumah sakit jika terdapat kekerasan fisik. 

“Apabila mengalami kekerasan psikologis, korban dapat meminta rekam medis psikis yang dikeluarkan oleh lembaga psikologi. Korban dapat pula bercerita dan konsultasi dengan ahli yang punya perspektif terhadap korban,” ujar Said.

Adapun LBH APIK Jakarta saat ini menerima pengaduan via offline dan online untuk kasus kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS) bagi perempuan korban. Hubungi hotline: 0813888226699 (WA) dan/atau email pengaduan LBHAPIK@gmail.com dengan menyertakan identitas Anda. 

(*)