Edukasi Seks Sesuai Usia Anak sebagai Langkah Mencegah Pernikahan Dini

Arintha Widya - Selasa, 27 Mei 2025
Pentingnya pendidikan seksual untuk mencegah pernikahan anak.
Pentingnya pendidikan seksual untuk mencegah pernikahan anak. doodlemachine

Parapuan.co - Pernikahan dini masih menjadi tantangan serius di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Baru-baru ini, terjadi pernikahan anak di Lombok, yang dialami anak perempuan berusia 15 tahun dan remaja laki-laki yang baru 17 tahun. Mirisnya, pernikahan anak tersebut sempat dicegah, tetapi justru dilakukan perkawinan ulang.

Pernikahan anak bukannya tidak bisa dicegah dan dihapus, tetapi membutuhkan usaha ekstra dari berbagai pihak untuk melakukannya. Salah satunya peran aktif orang tua sebagai sosok paling dekat dengan anak. Dan salah satu pendekatan yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka pernikahan anak adalah dengan memberikan edukasi seks yang sesuai dengan usia anak sejak dini.

Edukasi ini bukan semata soal hubungan seksual, melainkan mencakup pemahaman tentang tubuh, identitas, hubungan yang sehat, dan hak atas diri sendiri. Orang tua pun seharusnya tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang tabu.

Mengapa Edukasi Seks Dini Itu Penting?

Melansir Raising Children Network, memberikan pengetahuan yang tepat dan sesuai usia tentang seksualitas dapat membantu anak memahami tubuh mereka, membangun rasa percaya diri, dan mengenali batasan pribadi. Percakapan sejak dini juga membuka ruang bagi anak untuk merasa nyaman bertanya dan berdiskusi, sehingga mereka tidak mencari jawaban dari sumber yang tidak dapat dipercaya.

Edukasi seks yang benar dapat membekali anak dengan kemampuan membuat keputusan yang sehat tentang tubuh dan relasi saat mereka tumbuh dewasa. Hal ini menjadi benteng penting dalam mencegah risiko kehamilan remaja dan pernikahan dini yang kerap dilakukan karena ketidaktahuan atau tekanan sosial.

Edukasi Seks Bukan Sekadar Tentang Seks

Penting untuk memahami bahwa seksualitas anak mencakup lebih dari sekadar hubungan seksual. Seksualitas juga mencakup identitas diri, cara anak memandang tubuh mereka, serta bagaimana mereka membangun perasaan kasih sayang dan keintiman secara sehat dengan orang lain. Menanamkan nilai-nilai ini sejak kecil akan membantu mereka membangun hubungan yang penuh hormat di masa depan.

Langkah-Langkah Praktis Bicara Soal Seks dengan Anak

Baca Juga: Dampak Pernikahan Anak di Bawah Umur, Dari Jasmani sampai Psikologis

Berikut tiga langkah sederhana yang bisa dilakukan orang tua atau pendidik saat berbicara soal seks:

  • Tanyakan dan dengarkan: Ajak anak berdiskusi dengan pertanyaan seperti, "Kamu tahu dari mana asal bayi?" untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka.
  • Koreksi dan beri informasi yang tepat. Misalnya, "Bayi tumbuh bukan di perut, tapi di dalam rahim, yaitu tempat khusus di tubuh perempuan."
  • Gunakan momen ini untuk membagikan nilai dan pandanganmu. Contohnya, "Ada orang yang ingin punya anak saat mereka sudah siap. Ada juga yang tidak ingin punya anak sama sekali. Itu pilihan masing-masing."

Penjelasan Bertahap Sesuai Usia

a) 0-2 tahun: Gunakan momen seperti mandi atau ganti pakaian untuk mengenalkan nama-nama bagian tubuh, termasuk organ reproduksi, dengan istilah yang benar seperti penis atau vagina. Ini membantu anak tahu bahwa membicarakan tubuh bukan hal yang tabu.

b) 2-3 tahun: Anak mulai penasaran dengan tubuh sendiri dan tubuh orang lain. Kamu bisa menjelaskan fungsi dasar tiap bagian tubuh dan mulai mengenalkan konsep privasi serta sentuhan yang baik dan tidak baik.

c) 4-5 tahun: Anak bisa memahami bahwa bayi tumbuh di rahim. Jika bertanya, "Dari mana saya berasal?" Kamu bisa menjawab, "Bayi tumbuh di tempat bernama rahim, di dalam tubuh perempuan."

d) 6-8 tahun: Anak mulai tertarik tentang bagaimana bayi dibuat. Kamu bisa menjelaskan bahwa pembuahan terjadi saat sel sperma dan sel telur bergabung. Jelaskan juga bahwa hubungan seksual adalah hal yang dilakukan orang dewasa secara sukarela, bukan untuk anak-anak.

Tips Saat Berdiskusi

1. Gunakan bahasa yang sesuai usia: Sampaikan informasi secara ringkas, faktual, dan positif.

Baca Juga: Legal di Irak, Pernikahan Anak Tetap Jadi Bentuk Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Anak

2. Gunakan istilah tubuh yang benar: Ini membantu anak memahami tubuh mereka dan mempermudah komunikasi jika terjadi sesuatu yang tidak nyaman.

3. Libatkan semua orang tua atau pengasuh: Anak belajar bahwa berbicara tentang seks bukan hal memalukan dan terbuka untuk dibahas dengan siapa pun yang mereka percaya.

4. Jujur jika tidak tahu: Tak masalah mengatakan, "Ibu/Papa belum tahu jawabannya, nanti kita cari tahu bersama ya."

5. Mulailah pembicaraan jika anak cenderung diam. Contohnya saat melihat adegan kehamilan di TV: "Tadi di TV ada yang sedang hamil. Kamu tahu artinya?"

Melatih Anak Mengenali Batasan dan Konsen

Sejak kecil, anak perlu tahu perbedaan antara sentuhan yang baik dan tidak baik. Ajarkan bahwa mereka boleh berkata "tidak" pada sentuhan yang membuat mereka tidak nyaman dan bahwa mereka selalu boleh berbicara pada orang dewasa yang mereka percaya.

Ini menjadi fondasi penting dalam pencegahan kekerasan seksual dan pernikahan dini, karena anak tumbuh dengan kesadaran bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri dan mereka berhak menentukan apa yang nyaman atau tidak.

Edukasi seks sesuai usia bukanlah pembicaraan satu kali. Ini adalah proses berkelanjutan yang tumbuh seiring bertambahnya usia anak. Ketika anak memahami tubuh dan hak mereka, mereka lebih mampu melindungi diri, membuat keputusan yang sehat, dan menolak tekanan untuk menikah di usia dini.

Memberikan edukasi seks yang tepat sejak dini bukan hanya membantu anak mengenali dirinya, tapi juga langkah nyata membangun generasi yang lebih sehat, mandiri, dan bebas dari jerat pernikahan anak.

Baca Juga: Pernikahan Anak di Lombok, Orang Tua Harusnya Jadi Pendorong Pemberdayaan Anak Perempuan

(*)