Parapuan.co - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dengan sigap menindaklanjuti aduan masyarakat dan telah melakukan pemutusan akses terhadap grup Facebook Fantasi Sedarah dan lima lainnya, yang terbukti menyimpang dari nilai moral.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar menyatakan langkah pemblokiran ini diambil sebagai upaya tegas negara dalam melindungi anak-anak dari konten digital yang berpotensi merusak perkembangan mental dan emosional mereka.
"Kami langsung berkoordinasi dengan Meta untuk melakukan pemblokiran atas grup komunitas tersebut. Grup ini tergolong pada penyebaran paham yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat," jelas Alexander Sabar.
Alexander menegaskan bahwa konten dalam grup tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak. "Grup itu memuat konten fantasi dewasa anggota komunitas terhadap keluarga kandung, khususnya kepada anak di bawah umur," tegasnya.
Komdigi mengapresiasi respons cepat dari Meta selaku penyedia platform yang langsung menindaklanjuti permintaan pemutusan akses. Kolaborasi ini menjadi bukti penting bahwa perlindungan anak di ruang digital adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan penyelenggara sistem elektronik.
Tindakan pemutusan akses ini juga merupakan bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Aturan ini mengatur kewajiban setiap platform digital untuk melindungi anak dari paparan konten berbahaya serta menjamin hak anak untuk tumbuh dalam lingkungan digital yang aman dan sehat.
"Sehingga peran platform digital dalam memoderasi konten di ruang digital menjadi sangat krusial dalam memberikan pelindungan," kata Alexander. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa Kementerian Komdigi akan terus memperkuat pengawasan terhadap aktivitas digital yang menyimpang serta meningkatkan kerja sama lintas sektor demi menciptakan ruang digital nasional yang bersih, sehat, dan berpihak pada kepentingan generasi penerus bangsa.
Namun, ia juga menekankan bahwa keberhasilan menjaga ruang digital tidak hanya bergantung pada pemerintah dan penyedia platform, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif masyarakat luas.
Baca Juga: Ramai Grup FB 'Fantasi Sedarah', PR Baru Tangani Komunitas Melenceng di Media Sosial
"Kami mengimbau agar masyarakat turut menjaga ruang digital yang aman dan terpercaya dan turut serta memberikan pengawasan atas konten manapun atau aktivitas digital yang membahayakan masa depan anak kita. Segera laporkan konten dan aktivitas digital negatif melalui kanal aduankonten.id," ungkap Alexander.
KemenPPPA Mengecam Keberadaan Grup FB Fantasi Sedarah
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) POLRI terkait keberadaan grup Facebook dengan nama 'Fantasi Sedarah'.
Sangat disayangkan, grup Facebook yang seharusnya menjadi tempat berbagai informasi positif, malah digunakan sebagai wadah yang mengandung unsur eksploitasi seksual dan telah meresahkan masyarakat.
Sekeretaris KemenPPPA, Titi Eko Rahayu menyatakan jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang. "KemenPPPA sangat prihatin dan mengecam keras keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan incest yang sangat membahayakan terutama bagi perempuan dan anak," ujar Titi Eko Rahayu.
"KemenPPPA telah melakukan upaya preventif berupa koordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) POLRI untuk dapat segera menindaklanjuti akun medsos Facebook tersebut," imbuhnya.
Lebih jauh, Titi juga menjelaskan bahwa pihaknya sangat berharap laporan yang dibuat dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut.
"Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang," tegas Titi Eko Rahayu.
Baca Juga: Bukan Menghapus, Jalur Damai Hanya Melanggeng Kasus Pelecehan Seksual
Menurut Titi, keberadaan dan diskusi antar anggota grup Facebook tersebut telah memenuhi tindakan kriminal, berupa penyebaran konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual, dan dapat dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undnag No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, akan tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," ujar Titi.
Titi mendorong Facebook sebagai platform digital untuk tanggap merespons dengan cepat terhadap konten yang melakukan eksploitasi seksual konten-konten lain yang membahayakan perempuan dan anak. "Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih," Tegas Titi.
Titi mengatakan kasus ini menyoroti pentingnya edukasi yang menyeluruh tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat. Peran keluarga sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak sejatinya tidak tergantikan oleh apapun termasuk oleh kemajuan teknologi digital.
"KemenPPPA dengan menggandeng pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas PPPA di daerah dan para relawan sering melakukan kampanye literasi digital bagi anak dan orang tua agar lebih bijak dan waspada dalam penggunaan media sosial. Untuk itu, tidak henti-hentinya kami mendorong dan mengedukasi orang tua tentang pentingnya mendiskusikan aturan penggunaan internet dan mengenalkan anak pada cara melaporkan konten yang tidak sesuai," ungkap Titi.
Langkah Pengaduan yang Disediakan KemenPPPA
KemenPPPA juga memiliki kanal pengaduan melalui layanan call center SAPA 129. Selain itu, pelaporan juga bisa melalui WhatsApp 08111-129-129. Masyarakat dapat langsung melaporkan ke SAPA129 apabila menemukan indikasi eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak perempuan dan anak serta aktivitas mencurigakan di ruang digital atau kanal pengaduan resmi lainnya.
Sebagai informasi, fenomena viralnya grup Facebook "Fantasi Sedarah" ini muncul ketika pengguna X @dxrkchocolx membagikan temuannya. Dalam grup tersebut, para anggotanya memposting fantasi seksual terhadap keluarga sendiri hingga pengakuan melakukan tindakan inses, bahkan terhadap anak balita.
Tidak sedikit pula yang tidak ragu membagikan foto istri atau anak perempuan mereka sebagai "bahan fantasi" bagi anggota grup lain, seolah tidak ada lagi batas antara realitas, kesusilaan, dan kejahatan. Dari situ grup Facebook "Fantasi Sedarah" kemudian viral dibahas di media sosial dan mendapatkan banyak kecaman dari masyarakat luas.
Baca Juga: Pelecehan Seksual pada Perempuan Tak Bisa Diselesaikan dengan Jalur Damai dan Kekeluargaan
(*)