Menurut Titi, keberadaan dan diskusi antar anggota grup Facebook tersebut telah memenuhi tindakan kriminal, berupa penyebaran konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual, dan dapat dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undnag No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, akan tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," ujar Titi.
Titi mendorong Facebook sebagai platform digital untuk tanggap merespons dengan cepat terhadap konten yang melakukan eksploitasi seksual konten-konten lain yang membahayakan perempuan dan anak. "Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih," Tegas Titi.
Titi mengatakan kasus ini menyoroti pentingnya edukasi yang menyeluruh tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat. Peran keluarga sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak sejatinya tidak tergantikan oleh apapun termasuk oleh kemajuan teknologi digital.
"KemenPPPA dengan menggandeng pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas PPPA di daerah dan para relawan sering melakukan kampanye literasi digital bagi anak dan orang tua agar lebih bijak dan waspada dalam penggunaan media sosial. Untuk itu, tidak henti-hentinya kami mendorong dan mengedukasi orang tua tentang pentingnya mendiskusikan aturan penggunaan internet dan mengenalkan anak pada cara melaporkan konten yang tidak sesuai," ungkap Titi.
Langkah Pengaduan yang Disediakan KemenPPPA
KemenPPPA juga memiliki kanal pengaduan melalui layanan call center SAPA 129. Selain itu, pelaporan juga bisa melalui WhatsApp 08111-129-129. Masyarakat dapat langsung melaporkan ke SAPA129 apabila menemukan indikasi eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak perempuan dan anak serta aktivitas mencurigakan di ruang digital atau kanal pengaduan resmi lainnya.
Sebagai informasi, fenomena viralnya grup Facebook "Fantasi Sedarah" ini muncul ketika pengguna X @dxrkchocolx membagikan temuannya. Dalam grup tersebut, para anggotanya memposting fantasi seksual terhadap keluarga sendiri hingga pengakuan melakukan tindakan inses, bahkan terhadap anak balita.
Tidak sedikit pula yang tidak ragu membagikan foto istri atau anak perempuan mereka sebagai "bahan fantasi" bagi anggota grup lain, seolah tidak ada lagi batas antara realitas, kesusilaan, dan kejahatan. Dari situ grup Facebook "Fantasi Sedarah" kemudian viral dibahas di media sosial dan mendapatkan banyak kecaman dari masyarakat luas.
Baca Juga: Pelecehan Seksual pada Perempuan Tak Bisa Diselesaikan dengan Jalur Damai dan Kekeluargaan
(*)