Belajar dari Gajah, Apa Itu Elephant Parenting yang Dianggap Pola Asuh Paling Sehat?

Arintha Widya - Rabu, 14 Mei 2025
Mengenal elephant parenting belajar dari induk gajah.
Mengenal elephant parenting belajar dari induk gajah. Kosamtu

Parapuan.co - Kawan Puan, beberapa hari belakangan media sosial dihebohkan dengan video viral seekor anak gajah tertabrak truk. Yang membuat warganet terharu adalah induk gajah yang tetap menunggu di sisi mayat anaknya, yang masih ada di bawah truk.

Barangkali, peristiwa mengharukan induk gajah meratapi kepergian anaknya ini menggugah setiap ibu di mana pun berada yang merasa relate. Dan tahukah kamu Kawan Puan, kita bisa belajar pola asuh dari gajah melalui teori pengasuhan yang disebut elephant parenting.

Seperti namanya, pola asuh ini terinspirasi dari perilaku sosial gajah yang terkenal sangat penyayang, protektif, dan penuh empati terhadap anak-anaknya. Namun, jangan salah mengira. Meski tubuhnya besar dan kuat, gajah bukanlah hewan yang suka mendominasi.

Justru, elephant parenting menekankan pentingnya kasih sayang, keamanan emosional, dan dukungan penuh terhadap anak. Seperti apa informasi lengkapnya? Simak sebagaimana dirangkum dari Fatherly berikut ini!

Apa Itu Elephant Parenting?

Elephant parenting adalah gaya pengasuhan yang fokus pada membangun kedekatan emosional yang aman antara orang tua dan anak. Orang tua dalam pendekatan ini dikenal hangat, suportif, dan sangat peduli pada kesejahteraan emosional anak. Mereka cenderung lebih sabar, tidak memaksa anak mencapai standar tertentu terlalu dini, dan membiarkan anak berkembang sesuai ritme alaminya.

Contohnya, alih-alih marah ketika anak mendapat nilai buruk di sekolah, orang tua "gajah" akan lebih dulu bertanya, "Apa yang kamu rasakan setelah menerima hasil ini?" daripada langsung mempertanyakan kenapa nilainya bisa jelek. Mereka tidak memaksakan anak mengikuti ekstrakurikuler hanya demi portofolio masa depan, tetapi lebih menekankan apakah anak senang melakukannya atau tidak.

Mengapa Elephant Parenting Dianggap Pola Asuh Paling Sehat?

Penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) anak lebih bisa memprediksi keberhasilan dibanding kecerdasan akademik. Anak-anak yang mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya dengan baik cenderung lebih percaya diri, mudah berempati, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lebih matang.

Baca Juga: Mengenal Istilah Baru Pola Asuh Fafo Parenting, Akankah Jadi Tren?

Dr. Anjaili Ferguson, seorang psikolog dari Virginia Leadership Education in Neurodevelopmental Disabilities Program, menyatakan bahwa elephant parenting yang dilakukan dengan tepat akan menumbuhkan anak-anak yang tidak hanya stabil secara emosional, tetapi juga memiliki rasa percaya diri dan kemandirian yang kuat.

Namun, penting untuk dicatat bahwa mengasuh dengan kelembutan bukan berarti memanjakan atau melindungi anak dari semua tantangan. Keseimbangan antara kasih sayang dan batasan tetap harus dijaga.

Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Elephant Parenting

Meskipun penuh potensi positif, elephant parenting bisa keliru bila tidak dilakukan dengan sadar. Berikut beberapa jebakan umum yang harus dihindari:

1. Mengasuh Berdasarkan Luka Masa Lalu

Jika motivasi utama mengadopsi gaya ini adalah untuk mengkompensasi pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan, maka hasilnya bisa tidak sehat. Refleksi diri sangat penting. Tanyakan pada diri sendiri: "Apakah saya mengasuh untuk memenuhi kebutuhan anak, atau menyembuhkan luka batin saya sendiri?"

2. Terlalu Protektif

Gajah memang protektif, tetapi bukan berarti membungkus anak dalam "gelembung" yang mencegah mereka belajar menghadapi risiko. Anak perlu pengalaman bermain bebas, bahkan gagal, untuk tumbuh menjadi individu yang tangguh dan mandiri.

3. Membatasi Kemandirian

Baca Juga: Pasangan Bercerai Ingin Co-Parenting? Coba Pola Asuh Birdnesting

Terlalu cepat membantu anak saat mereka menghadapi kesulitan bisa merampas peluang mereka belajar menyelesaikan masalah. Ajari anak untuk mencari solusi, bukan hanya memberi jawaban. Biarkan mereka berusaha, gagal, lalu mencoba lagi.

4. Menekan Emosi Negatif

Emosi sedih, marah, atau kecewa adalah bagian dari kehidupan. Mengatakan "Jangan sedih" saat anak menangis karena mainannya rusak justru bisa membuat anak merasa emosinya tidak valid. Sebaiknya katakan, "Ibu mengerti kamu sedih karena mainanmu rusak. Kamu sangat menyukai mainan itu, ya?"

Cara Menumbuhkan Kemandirian dengan Sentuhan Lembut Berdasarkan Usia Anak

- Usia 0–3 tahun:

  • Dorong eksplorasi aman.
  • Kenalkan emosi dasar melalui kata-kata sederhana.
  • Gunakan disiplin yang lembut dan konsisten.

- Usia 3–5 tahun:

  • Biarkan anak memilih baju sendiri atau merapikan mainannya.
  • Libatkan anak dalam pemecahan masalah kecil.
  • Tetapkan aturan dengan penjelasan yang masuk akal.

- Usia SD:

  • Ajak anak berdiskusi tentang emosi yang lebih kompleks.
  • Beri mereka ruang untuk membuat keputusan dengan bimbingan.
  • Hargai ekspresi diri mereka, baik melalui kata-kata maupun kreativitas.

- Usia remaja:

  • Hormati proses mereka dalam menemukan jati diri.
  • Bangun komunikasi terbuka, tanpa menghakimi.
  • Dorong mereka menyusun tujuan sendiri dengan arahan realistis.

Jadi, Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Gajah?

Gajah tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga emosional. Mereka menjadi contoh bahwa perlindungan dan kasih sayang tidak harus datang dari ketegasan ekstrem atau kendali mutlak. Justru, kekuatan terbesar mereka ada pada empati, koneksi, dan kesediaan hadir secara utuh untuk anaknya.

Elephant parenting mengajak kita kembali pada nilai-nilai dasar pengasuhan yang sehat dengan mendengar, memahami, dan memberi ruang bagi anak untuk tumbuh menjadi dirinya sendiri, tanpa tekanan yang tak perlu. Bila dilakukan dengan penuh kesadaran dan keseimbangan, inilah salah satu pola asuh paling sehat yang bisa kita pilih.

Baca Juga: Pentingnya Mengajarkan Anak Menerima Kata 'Tidak', Termasuk dalam Gentle Parenting

(*)

Sumber: Fatherly
Penulis:
Editor: Arintha Widya