- Hak atas Harta dalam Kejadian Kematian
Pengaturan soal pewarisan dan perlindungan anak dari hubungan sebelumnya juga bisa dicantumkan untuk memastikan hak-hak tetap terjaga.
Hal yang Tidak Perlu (dan Tidak Boleh) Diatur dalam Perjanjian Pranikah
- Soal Hak Asuh dan Nafkah Anak
Pengadilan memiliki kewenangan penuh dalam menentukan hak asuh, nafkah anak, dan kunjungan anak. Perjanjian pranikah tidak bisa mengatur hal ini karena bertentangan dengan kepentingan terbaik anak.
- Kehidupan Pribadi atau Urusan Rumah Tangga
Hal seperti pembagian tugas rumah tangga, ke mana liburan keluarga, atau bagaimana cara mendidik anak tidak bisa dicantumkan dalam perjanjian pranikah. Pengadilan biasanya menilai hal ini tidak relevan secara hukum.
- Ketentuan yang Mendorong Perceraian
Jika ada klausul yang memberi insentif finansial jika salah satu pihak meminta bercerai, pengadilan bisa membatalkan perjanjian tersebut. Misalnya, ketentuan yang memberikan kompensasi besar kepada pasangan jika perceraian terjadi.
- Pelepasan Hak atas Nafkah (Alimony)
Beberapa wilayah di Indonesia tidak mengizinkan pelepasan hak atas nafkah dalam perjanjian pranikah. Meski begitu, aturan ini bergantung pada putusan pengadilan dalam setiap kasus.
- Isi yang Bertentangan dengan Hukum
Semua ketentuan yang melanggar hukum atau norma tidak akan berlaku dan justru bisa membatalkan keseluruhan isi perjanjian.
Seperti disinggung sebelumnya, perjanjian pranikah bukan berarti tanda ketidakpercayaan, melainkan upaya untuk saling melindungi sejak awal. Berkaca dari kasus Dilan Janiyar, pengaturan yang jelas soal harta pribadi, utang, dan pengelolaan keuangan bisa mencegah kerugian besar ketika rumah tangga berakhir.
Untuk membuat perjanjian yang sah dan adil, konsultasikan dengan pengacara hukum keluarga yang terpercaya.
Baca Juga: Waspada 7 Red Flag Pernikahan yang Bisa Berujung pada Perceraian
(*)