Parapuan.co - Di tengah hamparan hutan tersisa di Pulau Jawa yang kian terfragmentasi, secercah harapan muncul dari sosok perempuan inspiratif bernama Rahayu Oktaviani atau yang akrab disapa Ayu. Bersama timnya di Yayasan KIARA (Konservasi Ekosistem Alam Nusantara), Ayu mendedikasikan hidupnya untuk melindungi salah satu primata paling langka di dunia—Owa Jawa (Hylobates moloch).
Bukan semata melindungi Owa Jawa, Ayu juga melibatkan dan memberdayaan masyarakat sekitar, sebuah pendekatan penelitian yang barangkali bisa disebut sangat jarang dilakukan.
Atas dedikasi dan inovasinya, Rahayu Oktaviani dianugerahi Whitley Award 2025, sebuah penghargaan internasional bergengsi yang diberikan kepada para pelestari lingkungan dari berbagai penjuru dunia. Penghargaan ini menjadi pengakuan atas upayanya menjaga suara alam yang nyaris hilang, yaitu nyanyian Owa Jawa, sambil memastikan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat di sekitarnya.
Bagaimana kisahnya? Simak cerita singkat mengenai Rahayu Oktaviani dan Yayasan KIARA sebagaimana dikutip dari laman Whitley Award di bawah ini!
Melestarikan Hutan, Memperkuat Komunitas
Pulau Jawa, yang menjadi rumah bagi lebih dari 60% populasi Indonesia, telah kehilangan sebagian besar tutupan hutannya akibat pertanian, urbanisasi, dan pembangunan infrastruktur. Kini, kurang dari 10% pulau ini masih berhutan, dan Owa Jawa hanya bertahan di sekitar 30 fragmen hutan kecil yang terpisah-pisah.
Salah satu bentang hutan terbesar yang tersisa adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak, yang membentang lebih dari 87.000 hektare dan menjadi habitat bagi 25–50% populasi Owa Jawa yang masih ada.
Namun, kawasan ini juga menjadi tempat tinggal bagi 116 desa, termasuk komunitas Sunda dan kelompok masyarakat adat. Pertumbuhan permukiman dan aktivitas manusia di dalam dan sekitar taman nasional meningkatkan tekanan terhadap habitat yang rapuh ini.
Berangkat dari pemahaman bahwa pelestarian tak bisa hanya mengandalkan perlindungan hukum semata, Ayu dan timnya menekankan pentingnya membangun rasa bangga hidup berdampingan dengan Owa Jawa.
Baca Juga: Figur Perempuan Inspiratif Paling Mencuri Perhatian di Tahun 2024, Siapa Saja?
Melalui riset selama satu dekade tentang perilaku dan kebutuhan habitat satwa ini, mereka menggandeng warga, petugas taman nasional, dan pengelola kawasan untuk memantau keanekaragaman hayati, memperkuat kapasitas masyarakat, serta merancang strategi konservasi yang berlandaskan visi bersama.
Menghidupkan Konservasi yang Berkeadilan
Salah satu terobosan Ayu dan KIARA adalah program Ambu Halimun, sebuah inisiatif yang menggabungkan pelestarian lingkungan dengan pemberdayaan ekonomi perempuan. Lewat lokakarya eco-print (membatik menggunakan motif daun dan tumbuhan), pelatihan literasi keuangan, dan pengembangan kepemimpinan, mereka menciptakan sumber penghasilan berkelanjutan sekaligus memperkuat peran perempuan dalam pengambilan keputusan komunitas.
Dengan dukungan dari Whitley Award, Ayu dan timnya berencana memperluas jangkauan program ini. Mereka akan melibatkan lebih banyak perempuan dalam pelatihan, memperkaya materi pendidikan lingkungan untuk sekolah dan masyarakat, serta mendorong pembuatan Rencana Aksi Konservasi spesies Owa Jawa berbasis pemetaan partisipatif.
Targetnya, dalam beberapa tahun ke depan, setidaknya 300 siswa dan 100 keluarga akan terlibat aktif dalam kegiatan konservasi dan edukasi lingkungan.
Menjaga Warisan Budaya dan Alam
Upaya Ayu tidak hanya penting bagi pelestarian satwa liar, tetapi juga menjaga kekayaan budaya lokal. Dalam budaya Sunda, Owa Jawa yang dikenal dengan nama "Uwek" dipercaya membawa hujan lewat nyanyiannya. Suara merdu Owa Jawa, yang digunakan untuk menandai wilayah dan mempererat ikatan keluarga, menjadi simbol harmoni alam yang mulai pudar.
Menariknya, Owa Jawa dikenal sebagai primata yang setia. Pasangan owa dewasa dapat hidup bersama hingga 14 tahun, menjalin hubungan yang langka dalam dunia satwa.
Inspirasi dari Sunda untuk Dunia
Baca Juga: Mengenal 4 Tokoh Perempuan Inspiratif di Dunia Pendidikan Memperingati Hardiknas
Kisah Rahayu Oktaviani dan perjuangannya mengingatkan kita bahwa konservasi sejati bukan sekadar menyelamatkan spesies dari kepunahan, melainkan juga memastikan masyarakat sekitarnya tumbuh dan berkembang bersama alam. Dengan menanamkan rasa memiliki dan membangun kemandirian ekonomi, pelestarian bisa menjadi jalan menuju masa depan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Melalui langkah-langkah kecil namun berdampak besar di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Ayu tak hanya menjaga nyanyian Owa Jawa tetap bergema di hutan Jawa, tetapi juga menyuarakan harapan baru bagi pelestarian yang berpihak pada manusia dan alam sekaligus.
(*)