Seleksi Ketat Pembuatan Paspor untuk Perempuan Demi Cegah TPPO, Solutif atau Diskriminatif?

Rizka Rachmania - Jumat, 11 Agustus 2023
Dirjen Imigrasi seleksi ketat proses pengajuan dan pembuatan paspor untuk perempuan demi cegah TPPO
Dirjen Imigrasi seleksi ketat proses pengajuan dan pembuatan paspor untuk perempuan demi cegah TPPO BanarTABS

  

Masih melansir dari Kompas.comSatuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sampai 20 Juni 2023 telah menangani 456 laporan polisi terkait TPPO.

"Dari ratusan laporan polisi yang ditangani, Satgas TPPO telah menangkap 532 tersangka," kata Brigjen Ahmad Ramadhan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri.

Tercatat ada 1.572 korban yang berhasil diselamatkan dalam kurun waktu itu, dengan rincian 711 korban perempuan dewasa dan 86 perempuan anak, serta 731 koban laki-laki dewasa dan 44 korban laki-laki anak.

Jika dilihat dari jumlah korban yang diselamatkan, laki-laki dewasa pun sebenarnya tidak kalah rentan dari perempuan untuk menjadi korban TPPO.

Alhasil, seharusnya seleksi ketat terhadap proses pengajuan dan pembuatan paspor tidak hanya diberlakukan untuk perempuan, namun laki-laki juga.

Data Migrant Care pun menunjukkan bahwa dari 240 kasus indikasi TPPO yang diadukan kepada pihaknya sepanjang 2022, lebih dari 80% korbannya adalah laki-laki, seperti melansir dari BBC.com.

Siti Badriyah, Koordinator Advokasi Migrant Care, pun menyoroti masalah pengetatan pembuatan paspor yang hanya ditujukan untuk perempuan, namun tidak untuk laki-laki.

"Mestinya kalau mau diperketat itu ya semuanya diperketat. Apalagi di beberapa negara tujuan seperti Kamboja itu banyak korban TPPO laki-laki untuk dijadikan scammer, judi online," ungkapnya.

"Mereka sama saja dengan korban perempuan, sama-sama susah keluar dari lingkungan kerja yang tidak aman," tegasnya.

Menempatkan Perempuan Seolah Jadi Sumber Masalah

Citra, seorang karyawan swasta, mengatakan bahwa pengetatan pembuatan paspor untuk perempuan bukan sebuah kebijakan yang melindungi.

Ia menyampaikan bahwa selain seleksi ketat pada pembuatan paspornya, petugas imigrasi pun harusnya bisa mendeteksi orang-orang tertentu yang misalnya jadi korban TPPO atau human trafficking.

"Selain pengetatan paspornya, yang juga penting adalah di imigrasi keberangkatan staf imigrasi ini cukup aware nggak, bisa mendeteksi orang-orang tertentu itu adalah korban human trafficking," ucapnya pada PARAPUAN, Jumat, (11/8/2023).

"Gimmick-nya, nervous , atau gerak tubuhnya itu bisa dikenali," sambungnya.

Salah seorang Kawan Puan yang tidak ingin disebutkan namanya pun mengatakan bahwa seleksi ketat pembuatan paspor yang hanya ditujukan untuk perempuan itu justru menjadikan perempuan seolah jadi sumber masalahnya.

"Kalau dibikin pengetatan tuh, kita (perempuan) jadi kayak, jadi sumber masalahnya, padahal kan sebenarnya bukan ya," ucapnya pada PARAPUAN.

"Itu pasti bikin orang bertanya-tanya, 'Lah, masalahnya kan bukan gue ya, tapi kenapa gue yang harus diketatin ya," pungkasnya.

Baca Juga: Menilik Pasal-Pasal Kontroversial KUHP terhadap Kebebasan Perempuan

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania