Third Hand Smoker, Bahaya Rokok Elektrik dan Konvensional yang Mengancam

Maharani Kusuma Daruwati - Kamis, 1 Juni 2023
Bahaya third hand smoker dari asap rokok konvensional dan elektrik
Bahaya third hand smoker dari asap rokok konvensional dan elektrik freepik

Parapuan.co - Kawan Puan pasti sudah tak asing lagi kalau melihat orang merokok ya.

Pasalnya, di Indonesia kini nampak sudah semakin umum orang untuk merokok, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan kini anak-anak dan remaja pun sudah mulai coba-coba untuk merokok.

Padahal, seperti diketahui rokok menjadi salah satu pintu gerbang penyakit.

Kebiasaan merokok telah diketahui menjadi faktor risiko kematian yang sebenarnya dapat dicegah.

Berbagai data dan survei menunjukkan bahwa mendapatkan hubungan antara merokok dengan peningkatan angka kematian.

Laporan World Health Organization (WHO) dalam factsheet 2018 menunjukkan bahwa tembakau menjadi penyebab kematian 225.720 kematian pertahun mencakup 14,7% dari seluruh total kematian di Indonesia.

Penyebab umum kematian akibat penyakit terkait rokok sebagian besar meliputi penyakit kardiovaskular sebesar 65%. Angka kejadian penyakit ini mulai terdeteksi pada usia lebih dini yaitu 30-44 tahun sebesar 45%.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2021 perokok dewasa meningkat signifikan sebanyak 8,8 juta perokok yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.

Data menunjukkan semakin dini memulai kebiasaan merokok dengan usia rata-rata 17,6 tahun meningkatkan risiko penyakit jantung pada populasi usia muda Survei oleh Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2018 penggunaan tembakau pada anak muda mencapai 19,2% dari populasi dengan dominasi remaja putra.

Baca Juga: Bukan Hanya Karena Makanan dan Rokok, Ini 5 Penyebab Gigi Kuning

Kebiasaan merokok tembakau berhubungan dengan kejadian penyakit kronik yang muncul berupa kanker paru, penyakit jantung serta sumbatan pembuluh darah/stroke dan penyakit paru kronik.

Mengutip dari rilis yang diterima PARAPUAN, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengimbau agar meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang bahaya merokok dari sumber yang valid dan berpartisipasi aktif mencegah anak/remaja dari perilaku merokok.

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai bentuk penghargaan hak kebebasan mendapatkan udara bersih perlu mendapatkan perhatian.

Penerapan KTR sesuai perundangan di tempat umum, tempat kerja, tempat ibadah, tempat bermain anak, angkutan umum, lingkungan sekitar tempat belajar mengajar dan sarana kesehatan bertujuan melindungi dari paparan asap rokok orang lain.

Istilah second hand smoker/perokok pasif dan third hand smoker (TSH) masih perlu diperkenalkan lebih luas kepada masyarakat sebagai infomasi tambahan bahwa bahaya merokok tidak hanya menimpa perokok itu sendiri tetapi juga kepada lingkungan perokok.

PDPI mengimbau agar pemilik fasilitas KTR melakukan pengawasan dan memberlakukan KTR sesuai peruntukannya.

Produk tembakau terkini yang perlu diwaspadai sesuai perkembangan teknologi adalah HPTL ( Hasil pengolahan tembakau lainnya).

Produk yang termasuk dalam ini adalah vape atau dikenal dengan rokok elektronik. Penggunaan rokok elektonik di Indonesia sebesar 3% tahun 2021, angka ini meningkat 10x lipat dibandingkan tahun 2011yang hanya sebesar 0,3%.

Baca Juga: Makin Banyak Digunakan, Wasapadai Ini 9 Bahaya Vape untuk Kesehatan

PDPI memberikan informasi dan meluruskan anggapan bahwa rokok elektronik memiliki bahaya kesehatan yang sama dengan rokok konvensional.

Rokok elektronik juga tidak direkomendasikan sebagai alat bantu berhenti merokok karena memiliki risiko mencetuskan adiksi yang sama dengan rokok konvensional.

Zat kimia berbahaya pada rokok elektronik berada pada cairan/liquid yang dipanaskan mengandung nikotin, propilen glikol dan gliserin.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh RS Persahabatan mendapatkan bahwa pada urin perokok elektronik terdapat kadar residu nikotin yang kadarnya sama dengan urin perokok konvensional.

Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa rokok elekronik tidak aman. Rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan walaupun secara praktiknya tidak mengandung asap pada prinsipnya tetap memiliki unsur tembakau.

Semua bentuk metabolisme tembakau akan menghasilkan nikotin yang menstimulasi otak dan menyebabkan candu atau adiksi.

Selan itu,berbagai hasil residu rokok elektronik dalam bentuk logam dan partikel masih memiliki risiko jangka panjang terhadap Kesehatan.

PDPI mengimbau pelarangan konsumsi rokok elektronik dan rokok konvensional untuk mencegah dampak buruk kesehatan.

Berdasarkan tema dari WHO pada tahun ini mengusung tema “We need food, not tobacco”.

Konsumsi rokok di Indonesia memberikan beban ekonomi tersendiri dalam rumah tangga.

 Riskedas menemukan bahwa pembelanjaan masyarakat Indonesia terhadap rokok pada penduduk dengan penghasil menengah dan rendah sebesar 19% untuk pangan pokok, 11% belanja rokok dibandingkan untuk kesehatan 3% dan pendidikan 2%.

Hal ini menjadi salah satu peran dalam gangguan pertumbuhan anak/stunting.

Biaya kesehatan yang diakibatkan oleh rokok pada tahun 2015 mencapai 13,7 trilliun rupiah belum termasuk akibat kehilangan produktivitas dan kematian dini yang ditimbulkan.

Pengalihan biaya terhadap kerugian dampak rokok dapat meningkatkan taraf hidup bangsa apabila biaya/dana tersebut dapat dialokasi ke sektor kesejahteraan lain.

PDPI mengimbau agar masyarakat merubah pola pikir dan kesadaran terhadap prioritas pengalihan pembelanjaan rokok ke makanan pokok untuk kesejahteraan keluarga.

Baca Juga: Bukan Hanya Paru-Paru, 9 Organ Ini Akan Rusak Karena Merokok

(*)

 

Viral di TikTok, Kenapa Minum Kopi Bisa Memicu Buang Air Besar?